- Beranda
- The Lounge
Perjalanan Geng Preman di Jakarta
...
TS
travelmate6492
Perjalanan Geng Preman di Jakarta
SELAMAT DATANG 

Quote:
Quote:
Berikut sepenggal cerita perjalanan geng preman di Jakarta :
PERALIHAN penguasa bisnis jagoan di Ibu Kota bukanlah suksesi yang mulus. Pada 1990-an, area ini dikuasai Hercules. Ia semula pemuda Timor yang direkrut Komando Pasukan Khusus, atau Kopassus, pada saat proses integrasi wilayah itu ke Indonesia. Terluka dalam kecelakaan helikopter, ia dibawa Gatot Purwanto, perwira pasukan yang dipecat dengan pangkat kolonel setelah insiden Santa Cruz, ke Jakarta.
Spoiler for Hercules:
Hercules menetap di Jakarta, dan segera merajai dunia para jagoan. Ia menguasai Tanah Abang. Namanya pun selalu dekat dengan kekerasan. Kekuasaan tak abadi. Pada 1996, ia tak mampu mempertahankan kekuasaannya di pasar terbesar se-Asia Tenggara itu. Kelompoknya dikalahkan dalam pertikaian dengan kelompok Betawi pimpinan Bang Ucu Kambing, kini 64 tahun.
Sejak itu ia tak lagi berkuasa. Tapi namanya telanjur menjadi ikon. Seorang perwira polisi mengatakan, setiap pergantian kepala kepolisian, Hercules selalu dijadikan "sasaran utama pemberantasan preman".
Pada masa kejayaan Hercules, ada Yorrys Raweyai. Pada awal 1980-an, ia bekerja menjadi penagih utang. Kekuatan pemuda asal Papua ini ditopang Pemuda Pancasila, organisasi yang mayoritas anggotanya anak-anak tentara. Dia menjadi ketua umum organisasi itu pada 2000 dan melompatkan kariernya di politik. Dia kini anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Golkar.
Spoiler for Yorris Raweyai:
Pemuda Pancasila juga menjual jasa pengamanan lahan, penagihan, dan penjaga keamanan. Ordernya diterima dari perusahaan resmi yang memiliki jaringan dengan Pemuda Pancasila. "Habis, mau kerja apa, mereka tidak punya ijazah," Yorrys menunjuk anggota kelompoknya. Soal cap preman, dia berkomentar enteng, "Saya anggap koreksi saja."
Pada generasi yang sama, Lulung, bekas preman Tanah Abang, kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta dari Partai Persatuan Pembangunan. Usahanya dimulai dari pengumpul sampah kardus bekas hingga barang bekas. "Karier"-nya mencorong ketika kemudian bermain dalam usaha pengamanan Tanah Abang.
Spoiler for H. Lulung:
Untuk melestarikan kekuatan, Lulung memilih jalur resmi. Ia mendirikan PT Putraja Perkasa, lalu PT Tujuh Fajar Gemilang, dan PT Satu Komando Nusantara. Perusahaan ini disesuaikan dengan "kompetensi inti" Lulung: jasa keamanan, perparkiran, penagihan utang. "Kami masuk lewat tender resmi," ujarnya.
Pada 1996, ketika Hercules berhadapan dengan Bang Ucu, Lulung memilih "berkolaborasi" dengan kelompok Timor. Alhasil, ia dikejar-kejar teman-temannya di Betawi. Bang Ucu menyelamatkannya. Itu sebabnya, kini Lulung rajin menyetor dana ke Ucu.
Dari Nusa Tenggara Timur ada nama Zakaria "Sabon" Kleden. Mendarat di Betawi pada 1961, Zaka-begitu dia disapa-mengatakan menjadi preman pertama asal daerahnya. "Dulu istilahnya geng. Ada geng Berland, Santana, dan Legos," tuturnya kepada Tempo.
Riwayat Zaka tak kalah berdarah. Ia mengaku sempat memutilasi korbannya. Ia juga mengatakan telah menembak mati beberapa orang. "Saya membela harga diri saya," ujarnya. Tapi ia mengatakan tak pernah dinyatakan bersalah. "Saya sering ditahan, tapi tidak pernah dihukum penjara," kata pria yang sangat dihormati kelompok preman terutama dari daerah Nusa Tenggara Timur itu. Tiga tahun lalu, Zaka menjalankan bisnis sekuriti, PT Sagas Putra Bangsa.
Dari eranya, Zaka menyebutkan nama ketua geng seperti Chris Berland, Ongky Pieter, Patrick Mustamu dari Ambon, Matt engasr dari Manado, Jonni Sembiring dari Sumatera, Pak Ukar dan Rozali dari Banten, Effendi Talo dari Makassar. "Komunikasi di antara kami baik, maka jarang bentrok berdarah," tuturnya.
Pada awal 2000, muncul Basri Sangaji. Tapi dia terbunuh dalam penyerangan berdarah di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan. "Bisnis"-nya diteruskan anggota keluarga Sangaji: Jamal dan Ongen. Ongen kini mantap dengan karier politiknya, menjabat Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Hanura Jakarta. "Target saya ketua Dewan Pimpinan Pusat," ujarnya.
Spoiler for Basri Sangaji:
Menjelang 1980-an kelompok-kelompok preman etnis juga membentuk organisasi massa. Dimulai dari Prems-kependekan dari Preman Sadar-pimpinan Edo Mempor. Tetap saja, bisnis mereka penagihan, perpakiran, dan jaga tanah sengketa. "Ini awal mulanya preman berbalut ormas," kata seorang mantan serdadu yang kini jadi preman.
Kelompok itu berdiri hingga kini. Ada Angkatan Muda Kei, Kembang Latar, Petir, Forum Betawi Rempug, Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten, juga Angkatan Muda Kei.
l l l
SETELAH bentrok berdarah di Ampera, nama Thalib Makarim muncul ke permukaan. Para pesaingnya menyebut dia menyediakan pengamanan klub hiburan malam, seperti Blowfish, DragonFly, X2, dan Vertigo. Thalib resminya seorang pengacara. Dia pernah mendampingi artis kakak-adik Zaskia Adya Mecca dan Tasya Nur Medina, yang diculik oleh Novan Andre Paul Neloe. Ia juga menjadi anggota tim pengacara pengusaha Tomy Winata, ketika menggugat majalah Tempo pada 2005.
Thalib tercatat bekerja untuk kantor pengacara Victor B. Laiskodat & Associates di Melawai, Jakarta Selatan. Tapi, ketika Tempo mendatangi kantor ini, ia tak lagi bekerja di sana. "Lima tahun lalu sudah keluar," kata Mie Gebu, staf kantor ini. Beberapa orang yang berjanji bisa menghubungkan dia dengan Tempo juga gagal menemukannya. Ia juga tak pernah memenuhi panggilan polisi, yang menangani kasus Ampera.
Sumber Tempo di kalangan preman menyebutkan, Thalib merupakan pengganti Basri Sangaji. Ia menguasai tempat-tempat hiburan elite di Jakarta Selatan. "Termasuk lingkungan pasar Blok M-Melawai," katanya.
Adapun kelompok John Kei, menurut salah satu pentolannya, Agrafinus, berfokus pada jasa penagihan dan pengacara. Kelompok ini tidak masuk ke bisnis pengamanan tempat hiburan, perparkiran, ataupun pembebasan tanah. "Level kami bukan kelas recehan seperti itu," katanya. Sebab itulah, Daud Kei membantah tuduhan pertikaian di Blowfish dan Ampera dilatari perebutan lahan bisnis. "Kami etnis Maluku tidak ada bisnis penjagaan tempat hiburan," dia menegaskan.
Spoiler for John Kei:
Namun, menurut seorang preman senior, pertikaian antarkelompok separah itu umumnya karena berebut suplai atau meminta jatah. Sebab, perputaran uang di tempat-tempat dugem (dunia gemerlap) itu luar biasa besar. "Bayangin aja, dari suplai tisu, snack, minuman, sampai narkoba ada," tuturnya.
Berbeda dengan John Kei, Umar Kei meluaskan bisnisnya ke pembebasan tanah, termasuk penjagaannya. Di lahan ini juga bermain Forum Betawi Rempug dan Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten. Adapun perparkiran umumnya dipegang ormas lokal Betawi atau Banten, contohnya Haji Lulung.
Dari semua bisnis yang dilakoni kelompok etnis itu, sumber Tempo menuturkan, penghasilan terbesar ada di proyek pembebasan tanah. "Nilainya setara dengan uang jajan setahun," katanya. Mereka biasa menyebut penghasilan ini sebagai "jatah preman", yang dipelesetkan menjadi "jatah reman". Di tingkat kedua, penjagaan tempat hiburan malam. Kali ini jatahnya dipakai untuk "uang jajan sebulan". Sedangkan bisnis perpakiran menghasilkan jatah reman berupa "uang jajan harian".
Tak mengherankan bila dunia para jagoan ini sering diwarnai pertikaian, bahkan sampai berdarah-darah.
Quote:
Quote:
Spoiler for sumber:
UPDATE !!!!!
ini ada tamabahan dari agan vickhendan agan Felipe_Melo tentang profil si BANG UCU
Spoiler for BANG UCU:

0
184.2K
4.2K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•103.8KAnggota
Tampilkan semua post
vickhen
#216
GAMBAR tato di lengan kirinya kuno sekali: panah menembus hati. Tulisannya mudah ditebak, "lonely heart". Sejak lima tahun silam, lelaki 64 tahun itu, Muhammad Yusuf Muhi, hidup sendirian di Cihideung Ilir, Bogor, Jawa Barat.
Kalangan dekat memanggilnya Bang Ucu. Ia meninggalkan dua istri dan 16 anaknya. Istri pertama tinggal di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Istri kedua bermukim di Tebet, Jakarta Selatan. "Hati saya pedih," katanya ketika ditemui, dua pekan lalu. Ia segera mengisap rokoknya dalam-dalam.
Sejak tinggal di Cihideung Ilir, kata dia, berat badannya turun drastis. Sehari-hari ia membersihkan kebun 8.000 meter persegi miliknya, dibantu dua pemuda kampung. Jabatannya mentereng: Panglima Besar Betawi. Tapi, "Sekarang yang uda pada jadi lupa sama saya," ujarnya. Masa keemasannya lewat sudah.
Belasan tahun silam, jangan main-main dengan Bang Ucu. Pada 1996, ia memimpin kelompok Betawi menyingkirkan kelompok Hercules di Tanah Abang. Bentrokan dua kelompok itu menumpahkan darah, dibumbui isu agama pula.
Berhasil menguasai Tanah Abang, kelompok Bang Ucu memegang keamanan di pusat hiburan Jakarta. "Hampir semuanya saya pegang," katanya. "Saya bebas keluar-masuk pusat hiburan." Ia lalu menunjukkan kartu anggota Klub Manhattan di Hotel Borobudur, yang masa berlakunya tamat pada 2004.
Kelompok Ucu mengukuhkan kekuasaan dengan membentuk Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang. Usahanya macam-macam, termasuk membuka jasa penyediaan massa untuk demonstrasi. Pada 2001, kelompok ini menghadang Pasukan Berani Mati pimpinan Nuril Arifin, yang mendukung Presiden Abdurrahman Wahid.
Perjalanan Ucu menjadi jagoan jalanan dicapai lewat banyak pertarungan. Lahir di Kebon Pala, Jakarta Pusat, mulanya ia berjualan kambing di pinggir kali. Ucu rajin berkelahi, dengan alasan bela diri. "Kalau ada yang jual, gue bakal beli," katanya. Dia belajar silat dari jawara Betawi, Engkong Sabeni. "Dia masih kakek saya," katanya.
Perkelahian pertama Bang Ucu adalah dengan seorang anggota Resimen Pelopor-sekarang Brigade Mobil. Ucu kena tembak, tapi memenangi perkelahian. Pernah pula dia merasakan tebasan golok seorang tokoh Pemuda Pancasila dalam bentrokan di Pecenongan, Jakarta Pusat, pada 1975.
Ucu bahkan mengatakan pernah membunuh enam orang dalam perkelahian. "Saya membela diri, pakai senjata mereka," katanya.
l l l
"TENABANG"-sebutan ringkas orang Betawi untuk Tanah Abang-menjadi lahan menggiurkan sejak pengusaha Belanda, Justinus Vinck, membangunnya pada 1735. Berbagai kelompok tertarik menguasai wilayah ini.
Setelah Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia, Komando Pasukan Khusus mengangkut sejumlah orang dari wilayah itu ke Jakarta. Satu di antaranya Rosario Marshal, atau yang dikenal sebagai Hercules.
Kolonel (Purnawirawan) Gatot Purwanto, anggota pasukan khusus yang pertama kali terjun ke Timor Timur pada 1975, mengatakan dialah yang membawa Hercules ke Ibu Kota. Hercules merupakan nama sandi di radio komunikasi. "Dia itu anak buah saya," katanya.
Ia menceritakan, tangan Hercules putus dalam kecelakaan helikopter yang mengirimkan logistik. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, untuk menjalani operasi penyambungan tangan palsu.
Begitu sembuh, Hercules masuk daerah Bongkaran di Tanah Abang. Kelompoknya mengelola perjudian dan pramuriaan. Belakangan, teman-temannya dari Timor Timur menyusul. Di antaranya Alfredo Monteiro Pires, Logo Vallenberg, Germano, Luis, Jimmy, dan Anis. Kelompok ini "berkolaborasi" dengan jawara Betawi, Abraham Lunggana alias Haji Lulung.
Kelompok Timor itu juga mengelola pedagang-pedagang kaki lima. Mereka mendapat "uang jasa" dari pedagang, dari setoran harian, bulanan, hingga bonus tahunan. Pada 1990-an, ketika kurs Rp 1.700 per dolar AS, lapak kaki lima menyetor Rp 300 ribu-1 juta per bulan. Kepada Tempo, Alfredo mengatakan ketika itu menerima Rp 3,5 juta per bulan.
Tersingkir dari Tanah Abang pada 1996, usaha Hercules berpindah-pindah. "Dia tetap menjalankan usaha keamanan," kata Gatot, yang juga komandan Security Artha Graha. Nama Hercules kerap disebut dalam beberapa tindakan kekerasan. Misalnya bentrokan di Permata Buana serta pertarungannya dengan kelompok Sangaji.
Belakangan, ia merambah dunia pendidikan dengan menyuntikkan modal untuk Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary dan pendirian pesantren di Indramayu, Jawa Barat. Bisnis keamanan digalangnya melalui kerja sama dengan berbagai kelompok Timor. "Kami masih bekerja sama dengan Bang Hercules," kata Alfredo, mantan anak buah Hercules di Tanah Abang.
Sejak keluar dari Tanah Abang, Alfredo berpisah dengan Hercules. Dia memilih meninggalkan Indonesia dan menjalankan bisnis keamanan sendiri. "Saya bekerja untuk pengusaha Singapura dan Malaysia," katanya. Alfredo bolak-balik Indonesia-Singapura-Malaysia selama sepuluh tahun, pada 1999-2009.
Bos Alfredo sebagian besar bergerak di usaha perdagangan. "Saya juga berperan sebagai penerjemah ketika berhubungan dengan klien asal Indonesia," katanya. Pada 1999, dia juga pernah tinggal di Australia selama dua bulan, mengikuti iparnya, Mayor Alfredo Alves. Alfredo ditembak mati setelah penembakan Jose Ramos Horta dan Xanana Gusmao pada Februari 2008.
l l l
PADA bentrokan Betawi dengan kelompok Hercules, Haji Lulung dikejar-kejar warga Betawi yang menganggapnya pengkhianat. "Saya sempat mengungsi dan menyembunyikan Hercules," katanya. Dia mengatakan hubungannya dengan Hercules sebatas pertemanan.
Meski Hercules tersingkir, Lulung tetap berusaha di Tanah Abang. Awalnya, dia merapatkan badan ke Bang Ucu. Tapi kemudian ia mendirikan perusahaan jasa keamanan pribadi, PT Putraja Perkasa. Ladang bisnis "pembinaan" kaki lima yang selama ini dikuasai kelompok Hercules pun diambil alih.
Haji Lulung aktivis Pemuda Panca Marga. Bekerja sama dengan mantan komandan Satuan Polisi Pamong Praja, Harjanto Badjuri, ia mengembangkan usaha di bidang lahan parkir dan pengamanan. Ia mendirikan lembaga bantuan hukum, Haji Lulung & Associates.
Belakangan, dia terjun pula ke dunia politik. Dimulai dengan menjadi calon legislator dari Partai Bintang Reformasi. Gagal. Tahun lalu ia maju dengan bendera Partai Persatuan Pembangunan. Kali ini ia lolos dan menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah. Dua kali mengikuti pemilihan, dia mengaku menghabiskan dana sekitar Rp 15 miliar.
Lulung menjabat Sekretaris Jenderal Badan Musyawarah Betawi. "Saya juga pernah menjadi penasihat almarhum KH Fadloli, mantan Ketua Umum Forum Betawi Rempug," katanya. Terus memperbaiki bisnis keamanannya, proposal yang ditawarkannya kepada PD Pasar Jaya memenangi tender keamanan Blok F Pasar Tanah Abang.
Tender ini mengalahkan penawaran Bang Ucu lewat PT Catu Badra Mandrawata. Haji Lulung masih menggunakan orang-orang Bang Ucu. "Tiap bulan saya dapat setoran Rp 5 juta," kata Bang Ucu.
sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/i...35108.id.html#
di pejengin di page one gannn
Kalangan dekat memanggilnya Bang Ucu. Ia meninggalkan dua istri dan 16 anaknya. Istri pertama tinggal di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Istri kedua bermukim di Tebet, Jakarta Selatan. "Hati saya pedih," katanya ketika ditemui, dua pekan lalu. Ia segera mengisap rokoknya dalam-dalam.
Sejak tinggal di Cihideung Ilir, kata dia, berat badannya turun drastis. Sehari-hari ia membersihkan kebun 8.000 meter persegi miliknya, dibantu dua pemuda kampung. Jabatannya mentereng: Panglima Besar Betawi. Tapi, "Sekarang yang uda pada jadi lupa sama saya," ujarnya. Masa keemasannya lewat sudah.
Belasan tahun silam, jangan main-main dengan Bang Ucu. Pada 1996, ia memimpin kelompok Betawi menyingkirkan kelompok Hercules di Tanah Abang. Bentrokan dua kelompok itu menumpahkan darah, dibumbui isu agama pula.
Berhasil menguasai Tanah Abang, kelompok Bang Ucu memegang keamanan di pusat hiburan Jakarta. "Hampir semuanya saya pegang," katanya. "Saya bebas keluar-masuk pusat hiburan." Ia lalu menunjukkan kartu anggota Klub Manhattan di Hotel Borobudur, yang masa berlakunya tamat pada 2004.
Kelompok Ucu mengukuhkan kekuasaan dengan membentuk Ikatan Keluarga Besar Tanah Abang. Usahanya macam-macam, termasuk membuka jasa penyediaan massa untuk demonstrasi. Pada 2001, kelompok ini menghadang Pasukan Berani Mati pimpinan Nuril Arifin, yang mendukung Presiden Abdurrahman Wahid.
Perjalanan Ucu menjadi jagoan jalanan dicapai lewat banyak pertarungan. Lahir di Kebon Pala, Jakarta Pusat, mulanya ia berjualan kambing di pinggir kali. Ucu rajin berkelahi, dengan alasan bela diri. "Kalau ada yang jual, gue bakal beli," katanya. Dia belajar silat dari jawara Betawi, Engkong Sabeni. "Dia masih kakek saya," katanya.
Perkelahian pertama Bang Ucu adalah dengan seorang anggota Resimen Pelopor-sekarang Brigade Mobil. Ucu kena tembak, tapi memenangi perkelahian. Pernah pula dia merasakan tebasan golok seorang tokoh Pemuda Pancasila dalam bentrokan di Pecenongan, Jakarta Pusat, pada 1975.
Ucu bahkan mengatakan pernah membunuh enam orang dalam perkelahian. "Saya membela diri, pakai senjata mereka," katanya.
l l l
"TENABANG"-sebutan ringkas orang Betawi untuk Tanah Abang-menjadi lahan menggiurkan sejak pengusaha Belanda, Justinus Vinck, membangunnya pada 1735. Berbagai kelompok tertarik menguasai wilayah ini.
Setelah Timor Timur menjadi bagian dari Indonesia, Komando Pasukan Khusus mengangkut sejumlah orang dari wilayah itu ke Jakarta. Satu di antaranya Rosario Marshal, atau yang dikenal sebagai Hercules.
Kolonel (Purnawirawan) Gatot Purwanto, anggota pasukan khusus yang pertama kali terjun ke Timor Timur pada 1975, mengatakan dialah yang membawa Hercules ke Ibu Kota. Hercules merupakan nama sandi di radio komunikasi. "Dia itu anak buah saya," katanya.
Ia menceritakan, tangan Hercules putus dalam kecelakaan helikopter yang mengirimkan logistik. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, untuk menjalani operasi penyambungan tangan palsu.
Begitu sembuh, Hercules masuk daerah Bongkaran di Tanah Abang. Kelompoknya mengelola perjudian dan pramuriaan. Belakangan, teman-temannya dari Timor Timur menyusul. Di antaranya Alfredo Monteiro Pires, Logo Vallenberg, Germano, Luis, Jimmy, dan Anis. Kelompok ini "berkolaborasi" dengan jawara Betawi, Abraham Lunggana alias Haji Lulung.
Kelompok Timor itu juga mengelola pedagang-pedagang kaki lima. Mereka mendapat "uang jasa" dari pedagang, dari setoran harian, bulanan, hingga bonus tahunan. Pada 1990-an, ketika kurs Rp 1.700 per dolar AS, lapak kaki lima menyetor Rp 300 ribu-1 juta per bulan. Kepada Tempo, Alfredo mengatakan ketika itu menerima Rp 3,5 juta per bulan.
Tersingkir dari Tanah Abang pada 1996, usaha Hercules berpindah-pindah. "Dia tetap menjalankan usaha keamanan," kata Gatot, yang juga komandan Security Artha Graha. Nama Hercules kerap disebut dalam beberapa tindakan kekerasan. Misalnya bentrokan di Permata Buana serta pertarungannya dengan kelompok Sangaji.
Belakangan, ia merambah dunia pendidikan dengan menyuntikkan modal untuk Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary dan pendirian pesantren di Indramayu, Jawa Barat. Bisnis keamanan digalangnya melalui kerja sama dengan berbagai kelompok Timor. "Kami masih bekerja sama dengan Bang Hercules," kata Alfredo, mantan anak buah Hercules di Tanah Abang.
Sejak keluar dari Tanah Abang, Alfredo berpisah dengan Hercules. Dia memilih meninggalkan Indonesia dan menjalankan bisnis keamanan sendiri. "Saya bekerja untuk pengusaha Singapura dan Malaysia," katanya. Alfredo bolak-balik Indonesia-Singapura-Malaysia selama sepuluh tahun, pada 1999-2009.
Bos Alfredo sebagian besar bergerak di usaha perdagangan. "Saya juga berperan sebagai penerjemah ketika berhubungan dengan klien asal Indonesia," katanya. Pada 1999, dia juga pernah tinggal di Australia selama dua bulan, mengikuti iparnya, Mayor Alfredo Alves. Alfredo ditembak mati setelah penembakan Jose Ramos Horta dan Xanana Gusmao pada Februari 2008.
l l l
PADA bentrokan Betawi dengan kelompok Hercules, Haji Lulung dikejar-kejar warga Betawi yang menganggapnya pengkhianat. "Saya sempat mengungsi dan menyembunyikan Hercules," katanya. Dia mengatakan hubungannya dengan Hercules sebatas pertemanan.
Meski Hercules tersingkir, Lulung tetap berusaha di Tanah Abang. Awalnya, dia merapatkan badan ke Bang Ucu. Tapi kemudian ia mendirikan perusahaan jasa keamanan pribadi, PT Putraja Perkasa. Ladang bisnis "pembinaan" kaki lima yang selama ini dikuasai kelompok Hercules pun diambil alih.
Haji Lulung aktivis Pemuda Panca Marga. Bekerja sama dengan mantan komandan Satuan Polisi Pamong Praja, Harjanto Badjuri, ia mengembangkan usaha di bidang lahan parkir dan pengamanan. Ia mendirikan lembaga bantuan hukum, Haji Lulung & Associates.
Belakangan, dia terjun pula ke dunia politik. Dimulai dengan menjadi calon legislator dari Partai Bintang Reformasi. Gagal. Tahun lalu ia maju dengan bendera Partai Persatuan Pembangunan. Kali ini ia lolos dan menjadi anggota dewan perwakilan rakyat daerah. Dua kali mengikuti pemilihan, dia mengaku menghabiskan dana sekitar Rp 15 miliar.
Lulung menjabat Sekretaris Jenderal Badan Musyawarah Betawi. "Saya juga pernah menjadi penasihat almarhum KH Fadloli, mantan Ketua Umum Forum Betawi Rempug," katanya. Terus memperbaiki bisnis keamanannya, proposal yang ditawarkannya kepada PD Pasar Jaya memenangi tender keamanan Blok F Pasar Tanah Abang.
Tender ini mengalahkan penawaran Bang Ucu lewat PT Catu Badra Mandrawata. Haji Lulung masih menggunakan orang-orang Bang Ucu. "Tiap bulan saya dapat setoran Rp 5 juta," kata Bang Ucu.
sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/i...35108.id.html#
di pejengin di page one gannn

0










