TS
Deflan
[Touhou Fanfic] Something to Save, Something to Expose
Salam gan.
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
Ini pertama kali ane nulis fanfic Touhou, jadi, tolong dinilai saja ya.
Karena mungkin karya seseorang itu tidak ada yang sempurna, jadi kritik dan saran sangat ane hargai.
Hehe, anyway, selamat menikmati!
Spoiler for Index (masih on going):
Chapter 1-10-b masih di pejwan
Chapter 1 : The Mountain and The Problem (Post #1/ This post, obviously)
Chapter 2 : Suspicious Person Suspected! (Post #2)
Chapter 3 : Behind the Boringness (Post #3)
Chapter 4 : Confuse the Confuseness (Post #5)
Chapter 5 : The Task (Post #6)
Chapter 6 : Just Begun (Post #7)
Chapter 7 : Secret (Post #10)
Chapter 8 : Tricked (Post #13)
Chepter 9 : We're in... Wait..... (Post #16)
Chapter 10-a : Parted : His Tears (Post #19)
Chapter 10-b : Parted : Unconscious Heart (Post #20)
Selanjutnya ada di page > 1
Chapter 10-c : Parted : Lie (Post #22)
Chapter 10-d : Parted : Prey Get Prayed (Post #24)
Chapter 10-e : Parted : Mission Impossible - Lunatic (Post #26)
Chapter 10-f : Parted : Oops! (Post #28)
Chapter 10-g : Parted : Desperado (Post #30)
Chapter 11-a : Brave : A Brand New Heart (Post #32)
Chapter 11-b : Anticipation : Instinct, Hope, and Tactic (Post #33)
Chapter 11-c : Knowledge : Book of Knowledge (Post #34dan #35)
Chapter 11-d : Speed : Half Memory (Post #36)
Chapter 11-e : Helper : Celestial and Constellations (Post #37 dan #38)
Chapter 11-f : Naive : What a Close Call (Post #39 dan #40)
Chapter 11-g : Life : Game Not Real (Post #42)
Chapter 12 : Extra : Agent 009 (Post #43 dan #44)
Chapter 13-a : Moving : Mirage (Post #45)
Spoiler for Prologue : The Mountain and The Problem:
Suatu hari, saat gunung youkai sedang dilanda ketidak-adaan dan kebosanan, Aya, tengu tercepat di Gensokyou masih tetap mencari sesuatu yang menarik untuk dijadikan artikel. Namun, berbeda dengan anjing pengawas di gunung youkai, Momiji hanya bermain gamedan tidak melakukan hal lainnya sampai ia dipanggil oleh Aya.
"Momiji." sahutnya. Namun Momiji tetap saja bermain.
"Momiji...." panggilnya lagi.
"Apa?" katanya sambil terus saja memainkan permainan itu.
Akhirnya Aya pun mendekati dan meneriakinya.
"MOMIJI!!!"
Terkejut karena suara Aya, terdengar suara 'Pichuuuun' di komputernya.
"A....A....Aya! Astaga, apa yang sudah kau perbuat?! Itu nyawa terakhirku!" kata Momiji dengan nada marah.
"Hah...Aku sudah mencari artikel ke seluruh penjuru Gensoukyo dan kau hanya diam saja disini dengan permainan itu? Hah?!" katanya dengan nada agak marah.
Momiji pun mulai berdiri dari tempat duduk tempat dia bermain permainan itu siap membalas kata-kata Aya.
"Tapi tidak ada yang terjadi sekarang! Tidak ada insiden atau kejadian kecil lainnya! Dan..."
"Kamu mau aku pecat dari sini?!" cela Aya dengan nada yang tinggi. Dia sudah terlihat marah dan hanya mengambil tas hitam kecil di meja kerjanya.
"Tapi! Tapi ini stage terakhir! Ini spell terakhir Yu..."
"Tangkap." kata Aya memotong pembicaraan lagi sambil melempar tas kecil itu kepada Momiji.
"Sekarang pergi dan carilah sebuah artikel!" lanjut Aya sambil melesat cepat meninggalkan Momiji sendirian dengan tas kecilnya itu.
"Tapi...... Dia pergi lagi.... Dia tidak pernah mendengarkan aku walau sepatah katapun... Hah... Biarlah..." kata Momiji sambil membawa tas dan pedangnya pergi.
Tanpa tujuan dia berjalan. Hanya mengitari gunung Youkai, melewati sungai dan akhirnya dia pun mengeluh kembali.
"Andai saja ada sebuah keajaiban sehingga aku bisa menulis artikel..." katanya sambil berjalan pelan melewati jalan setapak ke desa penduduk.
Lalu tiba-tiba dia merasakan seseorang datang. Hawa yang ia rasakan agak berbeda dengan manusia. Dia lebih...ringan? Tidak percaya dia melihat ke belakang. Dan ternyata hawa yang ia rasakan memang sangat ringan. Manusia itu terbang di atas angin yang sepertinya ia buat di telapak kakinya. Siapa lagi kalau bukan Sanae, seorang penjaga kuil yang berada di dekat puncak gunung youkai. Tiba-tiba dia melompat dari angin tempat ia berpijak sambil berteriak dengan girang.
"ANGIN SUCIII!!!!" katanya sambil menggerakkan goheinya.
"Err... Apa yang kau lakukan?" tanya Momiji dengan kebingungan.
"Bukannya kamu yang mau didatangkan KEAJAIBAN?" tanya Sanae.
"Umm... Ya, tapi..."
"Kalau gitu...." katanya sambil mengangkat goheinya.
"ANGIIIN SUCIII!!! DA...!"
"Cukup! Cukup! Cukup!" katanya sambil mencoba untuk menghentikan Sanae.
"Untuk sekarang aku tidak mau bertarung danmakku denganmu, jadi tolong..."
"Tapi kamu mau KEAJAIBAN kan?"
"Arrgh... sudahlah, lupakan..." kata Momiji agak kesal.
Sanae pun menatap Momiji dengan mata yang agak kesal dan mulai mengisi pipinya dengan angin.
"Apa?" tanya Momiji yang mulai tidak nyaman dengan perlakuan Sanae.
Tak ada jawaban, namun Sanae tetap mempertahankan perlakuannya itu dan menatap mata Momiji dengan kesal. Sampai beberapa menit terlewat dengan adegan dimana mereka menatap satu dan yang lainnya dengan agak kesal.
"Agh..." keluh Momiji yang sudah tidak tahan lagi dengan tatapan Sanae.
"Ikh! Jangan lihat aku seperti itu! Aku sangat terganggu dengan itu! Ja...Jadi... Lakukan... Argh! Terserahlah! Lakukan saja yang kau mau...Aku pergi saja dari sini!" katanya dengan gugup.
Raut wajah Sanae pun berubah menjadi cerah kembali seakan tidak ada yang terjadi sebelum ini.
"Horee! Makasih ya Momiji! <3" katanya.
"Dan karena kamu memperbolehkan aku ngapain aja."
"Jadi aku mau ngikut kamu sekarang, ya!" sambungnya.
"Eeeh? Kenapa kau...?" kata Momiji dengan kaget, namun teringat dengan perkataannya, dia pun sadar kembali dan menghela nafas.
"Hah, ya sudahlah..." lanjutnya dengan nada yang terlihat pasrah.
"Eiit. Tunggu dulu Momi-chan" katanya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Huh?"
Sambil mengangkat goheinya, angin disekitarnya terlihat membawanya terbang. Dan setelah dia berada setinggi Kepala Momiji berteriaklah dia,
"ANGIN SUCII! BERTIUPLAH!!!"
"What the....?"
Momiji mendengar suatu suara gemuruh angin yang luar biasa di belakangnya. Tiba-tiba bulu-bulunya berdiri sekeika saat ia ingin berbalik melihat ke belakang. Namun ia paksakan kepalannya untuk menengok ke belakang dan hasilnya...
[SFX: ZUUUUUUUUUUUUNNN~]
"A...APA?!!!"
Angin yang bertiup sangat kencang secara cepat menghampiri mereka.
"Argh! Aku harus lari! Angin ini terlalu besar! Haah! Untuk apa dia memanggil angin ini?! Dasar aneh!" katanya sambil berlari menjauhi angin itu. Sementara itu Sanae dengan girang mengkibas-kibaskan goheinya ke kiri dan ke kanan.
"Ya! Aku dapat menguasai angin! Angiin! Ya... Eh? Momi-chan?"
Lalu dia pun sadar bahwa dia tertinggal sendiri di situ. Namun karena Sanae berada di atas angin sehingga dari ketinggiannya dia bisa melihat Momiji yang sedang berlari ketakutan.
"Hei! Tunggu aku Momi-chan!"
0
4K
Kutip
44
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•343Anggota
Tampilkan semua post
TS
Deflan
#22
Spoiler for Parted : Lie:
"Myria, bagaimana keadaan sepupumu?" tanya Patchouli kepada adiknya.
"Mereka....Sudah bergabung dengan orang tua kita." kata Myria.
Orang itu berambut panjang terurai berwarna biru tua. Perawakannya lebih kecil dari Patchouli karena dia memang adik Patchouli. Beda umurnya hanya sekitar 3 tahun.
"Hmm.... Mengapa bisa?" tanya Patchouli sambil melihat foto keluarganya di ujung ruangan itu.
"Mereka.....Tertangkap olehnya..." kata Myria.
Tiba-tiba Patchouli terkejut dan langsung terdiam.
"Di...Dia?!" kata Patchouli tidak percaya.
"Ya. Dia. Yang sudah kamu kurang sebelum kamu pergi dari desa ini." kata Myria.
"Ba...Bagaimana bisa?!" tanya Patchouli yang masih tidak percaya.
"Pa...Padahal....dia sudah tekurung dalam kurungan itu...Tapi...Bagaimana?!" kata Patchouli lagi dengan tubuhnya yang mulai gemetar.
"Kakak...Tapi.... bukankah kamu yang menyegelnya?" tanya Myria sambil mendekati Patchouli.
"Itu memang aku....Tapi....Tapi saat itu...." kata Patchouli dan dia pun mulai menceritakan kembali masa lalunya.
Saat itu, desa kita masih diselimuti ketakutan. Mahkluk-mahkluk yang menyeramkan masih berkeliaran di jalan-jalan desa kita. Saat itu....
Ya....
Saat itu....
Saat aku ingin membalaskan dendam orang tuaku...
Kepadanya yang sudah membunuh ibuku....
Dia....
Pangeran neraka...
Ya, Astaroth.
Dialah satu-satunya orang yang ingin aku musnahkan. Dan karena itulah aku belajar sihir. Bersama dengan semua orang yang berkeinginan sama denganku. Entah untuk uang, entah untuk ketenaran, tapi bagiku, tujuanku adalah untuk membalaskan dendam orang tuaku.
Setelah anggota kami mencapai 200 orang, kami pun sepakat untuk pergi dan menghabisi Astaroth, untuk sekarang dan selama-lamanya. Kami semua terdiri dari para pemburu setan, pembasmi hantu, penyihir, dan lain sebagainya. Namun, meskipun tujuan kami sama, aku tidak dapat percaya pada siapapun dalam kelompok itu.
Kami pun pergi menuju kastil tempat Astaroth berada. Tempat yang bisa terbilang cukup jauh dan menelan banyak korban. Dari pertama, kami yang berjumlah 200 berkurang sedikit demi sedikit setiap harinya. Dari perjalanan kami di gurun Hijau, Lembah Cahaya, dan Hutan para Goblin, semua itu berhasil membuat jumlah kami berkkurang menjadi 23 orang. Lalu perjalanan berikutnya, kami ke dalam gua yang gelap. Pada awalnya kami di situ hanya untuk bermalam, namun ada kabar burung, katanya ada Batu Filosofi di dalam gua itu. Jadi banyak di antara mereka yang saling membunuh untuk mencari batu itu. Untung saja aku tidak terbunuh dan aku berhasil mendapatkan batu-batu tersebut.
Namun saat aku handak mengambil batu itu, aku merasakan sebuah perasaan tidak enak. Aku merasakan ada seseorang yang melihatku dari belakang. Mengintaiku.
"Si...Siapa kau?!" kataku dengan ketakutan.
"A..Aku memiliki kelima batu filosofi, ja...jadi pergilah!" lanjutku.
Aku merasakan sesuatu yang sangat menyeramkan. Sesuatu yang dingin yang akan menerkam leherku. Dan benar saja. Tiba-tiba sesuatu yang dingin berada di leherku.
"Fufufu. Itu saja tidak cukup untuk membuatku takut." bisik seseorang dari belakang kupingku.
Aku pun langsung berbalik dan dia pun langsung mundur ke belakang. Aku hanya dapat memegangi tongkatku dengan gemetar dan memandangi dia. Dia memiliki sayap. Sayap kelelawar. Ya. Dia seorang vampir.
"Ma...Mau apa kau?!" kataku setengah teriak.
"Fufufu. Kamulah orang yang dapat bertahan sampai ke sini. Aku pun sudah lama tidak melihat penyihir yang baik seperti kamu." kata vampir itu.
"Ja...jadi mau apa kau?! Dan...Siapa kau?!" kataku lagi.
Kali ini aku menyiapkan buku sihirku dan bersiap mengeluarkan sihirku.
"Hmm... Aku tidak akan menyia-nyikanmu. Daripada aku membunuhmu, aku ingin membuat suatu perjanjian denganmu. Namun sebelumnya, perkenalkan." katanya.
Dan dia pun membungkukan badannya layaknya seorang putri. Gerakannya sungguh gemulai dan dia seperti.... Seperti seorang putri.
"Aku Remilia Scarlet." katanya lagi.
Dan dirinya pun kembali ke posisi tubuhnya semula.
"Sekarang aku mau kamu memilih. Ikut aku untuk membunuh Astaroth bersama atau tidak sama-sekali." katanya sambil mengulurkan tangannya.
Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung berkata "Ya."
"Fu... Tanpa berpikir panjang. Sesuatu yang gegabah sangat tidak di hargai di depan keluarga Scarlet." kata Remilia sambil bersiap untuk menyerang.
"Kamu harus belajar ini!!!" kata Remilia sambil bergerak dengan cepat kepadaku.
Gerakannya sangat cepat! Aku tidak sempat melihat apapun! Aku hanya bisa melihat debu yang beterbangan akibat kakinya yang begitu cepat. Lalu yang aku lihat terakhir hanyalah telapak tangan yang siap untuk mencengkramku. Aku pun tidak sempat berkutik.
Lalu....
Tangan itu diam tepat di depan wajahku. Aku hanya bisa diam. Setelah itu datanglah yang seorang lagi.
"Huah, kamu sedang apa kak?" kata vampir yang satu lagi.
Kali ini aku merasakan suatu aura yang benar-benar tidak biasa. Aku merasa akan hancur bahkan jika disentuhnya. Vampir itu memiliki sayap yang tidak biasa. Sayapnya seperti kayu yang ditempeli oleh batu permata di setiap ujungnya. Permata itu berwarna pelangi. Ada hijau sampai ungu.
"Flan, coba kamu sentuh dia." kata Remilia.
Dia sepertinya membaca pikiranku. Aku yang tidak mau disentuh oleh vampir itu, malah mendapatkan sesuatu yang sangat keterbalikan. Dia pun mendekatiku dengan santai. Aku pun tidak bisa berbuat apa-apa. Yang aku pikirkan saat itu, aku akan mati dan bertemu dengan orang tuaku. Dan pada saat itu juga aku mendengar suara seseorang yang berteriak di belakangku.
"AAAAAAAAAAAARRRGGG!!! BATU ITU MILIKU!!!!" kata seseorang sambil berlari dan mencoba untuk menebas kepalaku dengan pedangnya.
Namun saat vampir itu sudah dekat denganku dan hampir menyentuh kulitku, besi dari pedang yang hampir menebas kepalaku mengenai jari vampir itu dahulu. Tiba-tiba hal yang aneh terjadi.
Besi itu hancur berkeping-keping dan orang di belakangku pun hancur, sama seperti pedang itu. Darah pun berceceran di mana-mana. Aku hanya bisa terdiam.
"Maaf kak, salah sasaran." kata vampir itu.
"Tidak masalah." kata Remilia sambil menarik tangannya kembali dan bersikap seperti biasa lagi.
"Memang itulah yang sudah aku rencanakan." katanya sambil melipat tangannya.
Dia seperti sudah mengetahui apa yang akan terjadi kepadaku.Dia seperti tahu sesuatu tentang aku...
Dia mengetahui...
Tujuanku...
Bahkan tujuannya...
Tujuan orang yang hancur itu.
"Oh, maaf. Dan ini Flandre Scarlet. Adik kandungku." kata Remilia.
"Hai" kata Flan.
"Kamu beruntung telah menemukan batu filosofi ini sehingga kamu tidak akan mati jika bersentuhan dengan Flan. Karena batu ini menyimpan kekuatan yang sangat luar biasa dan hanya penyihir terbaik seperti kamulah yang bisa menggunakannya." kata Remilia.
Dan kami pun akhirnya berjalan keluar dari goa itu menuju kastil. Perjalanan kami bertiga menjadi lebih mudah dan sangat cepat dibandingkan dengan perjalanan aku dengan kelompokku itu. Dan sampai di kastil milik Astaroth....
Kami yang bertarung dengannya dan Remilia yang menyegelnya bersama Flandre.
Lalu aku pun menjadi pengikutnya, sesuai dengan apa yang sudah aku tetapkan. Namun aku bicara ingin merantau kepada semua orang supaya aku tidak dianggap berkhianat meskipun setiap malam aku berusaha menjaga desa ini dari serangan mahkluk malam lainnya.
Namun saat Drakula, raja dari segala vampir itu sudah tiada, Remilia merasa tidak aman berada di kastil bekas Astaroth. Mereka pun pergi ke Jepang, tempat kita dahulu tinggal. Dan menuju suatu tempat yang akhirnya di isolasi sehingga tidak ada yang tahu keberadaan kami....
Myria hanya terdiam setelah mendengar cerita itu.
"Maaf....kakak telah berbohong..." kata Patchouli sambil meneteskan air mata.
"Tidak apa, kak." kata Myria sambil memeluk kakaknya.
"Asalkan kamu tetap menjadi Patchouli yang aku tahu, tidak apa-apa kak." katanya lagi.
"Terima kasih....Myria...." kata Patchouli.
Dan keadaan di dalam rumah itu menjadi mengharu biru....
"Myria..." kata Patchouli lagi.
"Iya kak...." kata Myria.
"Sekarang apakah ada kamar untuk aku menginap? Mungkin selama dua atau tiga hari aku akan tinggal di sini." kata Patchouli.
"Ada kak. Biar aku bereskan dulu kak." kata Myria sambil pergi ke kamar itu.
Dan Patchouli pun hanya terdiam di ruangan tengan di rumah itu dan melihat ke foto keluarganya.
"Aku....mengecewakan kalian....." kata Patchouli dalam hati.
Dia pun hanya membuka bukunya dan kembali membacanya untuk menunggu Myria selesai membersihkan kamar itu.
0
Kutip
Balas