buhitozAvatar border
TS
buhitoz
Wayang, Silakan Anda Lihat Dari Berbagai Sudut.
Selamet malem.

Permisi, para sepuh sekalian.
Saya mau bikin trit tentang wayang.

Wayang dengan segala kisahnya, tokoh-tokohnya, karakter yang menyertainya
dan berbagai faktor eksternal yang melengkapi kehadirannya seakan bagai sumur yang tidak pernah kering.

Menjadi obrolan mulai dari warung kopi sampai cafe yang mentereng.
Oleh tukang becak sampai presiden.
Dari bromocorah sampai ulama.

Wayang, selain dibahas mengenai lakon dan tokohnya juga menjadi bahan kajian yang menarik dari berbagai sudut pandang.

Oleh karena itu, dengan segala hormat, saya membikin trit ini tidak lain untuk tempat berbagi informasi dan pengetahuan lain tentang wayang.

Mohon bimbingan dari para sepuh.
emoticon-shakehand
0
128.6K
2K
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Budaya
BudayaKASKUS Official
2.3KThread1KAnggota
Tampilkan semua post
buhitozAvatar border
TS
buhitoz
#21
Wayang: Di Balik Bayang-bayang Perubahan (III)
Karya Agung Lisan dan Tak Benda

KARENA itu, pada tahun 2003, tepatnya tanggal 7 November, UNESCO, badan PBB yang begerak di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, memproklamasikan wayang Indonesia sebagai “karya agung warisan budaya lisan dan tak benda” (a masterpiece of the oral and intangible heritage of humanity).

Proses menuju penghargaan dunia itu menempuh jalan yang cukup berliku. Dibutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dimulai pada tahun 2001, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI, melalui Deputi Bidang Seni dan Film menugaskan Sena Wangi,untuk mempersiapkan pencalonan wayang Indonesia sebagai karya agung budaya tak benda itu.

Dari situ dibentuk tim riset yang diketuai oleh Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Sena Wangi, M. Sulebar Soekarman yang namanya lebih dikenal dalam khasanah seni rupa Indonesia sebagai pelukis.”Begitu banyak yang harus dilakukan, sangat sedikit waktu yang tersedia,” begitu Sulebar menceritakan situasi yang dihadapi tim-nya saat hendak memulai pekerjaan itu.

Dengan mempertimbangkan kriteria dan persyaratan yang tersurat dalam peraturan UNESCO tentang Proklamasi Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Tak Benda itu, Sena Wangi memilih lima dari sekitar 100 jenis wayang yang ada di Indonesia untuk diteliti.

Hasil riset yang dilakukan bulan April sampai Agustus 2002 itu dirangkum dalam sebuah buku bertajuk “Laporan Ringkas Riset dan Lampiran”, diseminarkan oleh para pakar dan seniman wayang sebagai medium pertanggungjawaban akademis, lantas dikirim ke UNESCO.

Lima Menguak Wayang

LIMA jenis wayang dipilih berdasarkan argumen yang berbeda namun secara umum menjadi suatu gambaran keberadaan wayang di Indonesia. Menurut Sulebar, wayang kulit Purwa Jawa dipilih karena dianggap berkembang dengan baik dan pesat.

Lalu wayang golek Sunda (Jawa Barat) sebagai jenis wayang yang populer dan didukung oleh masyarakatnya. Kemudian wayang Parwa Bali (Bali) karena tetap bertahan sebagai bagian ritual keagamaan. Lantas wayang Palembang (Sumatera Selatan) yang sudah punah dan membutuhkan upaya revitalisasi serius.Terakhir wayang Banjar (Kalimantan Selatan) yang hampir punah sehingga perlu upaya pengembangan.

Hasilnya: 18 juri meluluskan wayang, puppet theatre Indonesia, dengan predikat excellent dan diproklamasikan oleh UNESCO sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Tak Benda. “Namanya tetap ”wayang” bukan puppet atau shadow puppet,” ujar H. Solichin, yang kembali dipilih oleh Kongres Sena Wangi VII untuk menjabat sebagai Ketua Umum Sena Wangi periode 2006-2011.

Wayang adalah karya seni yang kompleks. Di dalamnya terkandung tidak kurang dari lima unsur kesenian yang berbeda, mulai seni pertunjukan, karawitan, sastra, ripta (kreativitas), dan widya (filsafat dan pendidikan).

“Paling esensial dari itu semua adalah kandungan bersifat adiluhung dalam wayang yang sarat dengan nilai-nilai moral dan falsafah yang sangat indah,” kata Sulebar merujuk pada materi deklarasi UNESCO tentang wayang.

Dalam buku Wayang: Asal Usul, Filsafat dan Masa Depannya, Ir. Sri Mulyono mendefinisikan wayang sebagai “bayangan”. Terdiri dari akar kata yang yang diberi awalan wa yang hanya memiliki fungsi dalam tata bahasa Jawa Kuno.

Setelah membolak-balik makna dan mempertimbangkan beberapa variasinya, Sri menyimpulkan bahwa kata bentukan ”wayang” mengandung pengertian “berjalan kian kemari”, ”tidak tetap”, ”sayup-sayup”, seperti substansi bayang-bayang.

Sementara itu, jika merunut pada fungsi arkaiknya, pertunjukan wayang (dalam konteks sejarah dikenali sebagai wayang kulit Purwa) merupakan bagian upacara yang berhubungan dengan kepercayaan untuk memuja “Hyang”, yang dilakukan malam hari. Dilakukan oleh seseorang yang berfungsi sebagai perantara –pada perkembangannya kemudian disebut dalang– dengan memaparkan cerita-cerita dari leluhur.

Dalam buku yang sama dipaparkan bahwa “Hyang” atau “Danghyang” adalah sebutan untuk ruh-ruh paradoks yang bersemayam di gunung-gunung dekat pintu gerbang desa: suka memberi pertolongan dan perlindungan, namun juga suka menganggu dan mencelakakan manusia.

Merunut dari pengertian tersebut, kekuatan wayang terletak pada aspek abstrak simboliknya di semua tataran. Karakter tokoh-tokoh wayang adalah simbol dari begitu banyak kata sifat dengan berbagai derivatnya. Lakon wayang adalah simbol-simbol kehidupan.

Sedikit demi sedikit, saya mulai mengerti kerewelan para sepuh pecinta wayang yang merasa kehilangan kesempatan untuk mencerap nilai-nilai luhur dalam pertunjukan wayang –ketika mereka berhadapan dengan dalang– yang karena alasan tertentu memilih strategi yang serba gamblang dan nyata dalam mengemas pertunjukan wayang.

“Kalau yang abstrak-simbolis itu direaliskan, saya tidak akan menonton wayang lagi,” celetuk Bambang Murtiyoso dengan mimik jenaka. Saya jadi kian mengerti bahwa ia tidak sedang merajuk apalagi mengancam.

Lelaki tua yang mengaku di masa produktifnya pernah mendhalang saban malam berturut-turut selama tiga bulan itu lebih terlihat sedang melontarkan pernyataan simbolis.”Sek, sek, lakone opo, Pak…”

Bambang Sulistiyo

sumber: http://anugerahadiwarta.org/aas/aas-...ulistyo-gatra/
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.