- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah 2 Hati Kecil
...
TS
Pujangga.Sesat
Kisah 2 Hati Kecil
Kisah 2 Hati Kecil
[K2HK]
Sebelumnya, maaf kalo cerita gue sedikit berantakan. Gue bukan penulis hebat seperti kalian.
Dan jujur, gue menulis pengalaman hidup gue ini karena terinspirasi sama cerita Om Ari a.k.a pujangga.lamadan Om Anto a.k.a bukanpujangga.
Jadi, maaf juga kalo nantinya cerita gue terkesan mirip sama mereka dari segi gaya penulisan. Terima kasih om, atas inspirasinya
Oh iya, perkenalkan nama gue Indra. Dan cerita ini berawal ketika gue baru masuk SMA.
[K2HK]
Sebelumnya, maaf kalo cerita gue sedikit berantakan. Gue bukan penulis hebat seperti kalian.
Dan jujur, gue menulis pengalaman hidup gue ini karena terinspirasi sama cerita Om Ari a.k.a pujangga.lamadan Om Anto a.k.a bukanpujangga.
Jadi, maaf juga kalo nantinya cerita gue terkesan mirip sama mereka dari segi gaya penulisan. Terima kasih om, atas inspirasinya

Oh iya, perkenalkan nama gue Indra. Dan cerita ini berawal ketika gue baru masuk SMA.
Quote:
anasabila memberi reputasi
1
87.8K
599
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Pujangga.Sesat
#267
Part 20
Pernah terpikir di benak gue, bagaimana caranya untuk memutar balik waktu. Karena kadang, ada satu saat dimana gue nggak mau meninggalkan apa yg udah terjadi di belakang dan ada satu saat juga dimana gue nggak pernah berani untuk melangkah ke depan. Gue tau ini adalah hal yg sia-sia, tapi gue nggak pernah berhenti berharap supaya waktu bisa berjalan mundur. Waktu terus memaksa gue untuk berlari dan terus berlari tanpa pernah memberi gue kesempatan untuk sejenak beristirahat. Nggak peduli berapa kali pun gue tersungkur, dia tetap menyeret gue untuk terus melaju di jalurnya.
Kamis, hari pertama gue kembali ke sekolah. Beberapa bayangan buruk berkelebat dalam pikiran gue. Entah mengapa, gue begitu yakin bahwa hari ini akan menjadi salah satu hari yg paling buruk selama hidup gue. Bahkan gue sempet ragu apakah gue harus terus berjalan menuju kelas. Tapi gue juga nggak punya alasan yg bagus untuk menghentikan langkah gue. Akhirnya, perlahan tapi pasti, gue mulai mendekati ruang kelas. Dan dari balik pintu, gue udah bisa melihat sosok Syeanne yg sedang duduk manis di bangkunya.
Apapun yg bakal terjadi, terjadilah. Gue rasa akan wajar jika nanti Syeanne marah ke gue. Atau mungkin akan semakin bagus jika dia minta putus. Bukankah itu yg dulu gue harapkan? Entahlah.
"Baru dateng, Dra?" sapa Syeanne, membuyarkan pikiran kalut gue.
"Iya nih." gue makin merasa takut sama sikap manis Syeanne.
"Udah ngerjain tugas buat hari ini belom?"
"Uhm, belom. Gue lupa."
"Nih, salin dari punya gue aja." dia menyerahkan buku tulis bersampul kertas kopinya itu ke gue, lalu tersenyum kecil.
Sama sekali nggak ada yg berubah dari sikap Syeanne sebelomnya. Masih tetap sama. Tapi gue merasa atmosfir di sekeliling gue terasa begitu dingin. Jam demi jam berlalu. Sama sekali nggak ada tanda kalo Syeanne bakal marah sama gue. Apa mungkin dia nggak tau tentang liburan kemaren, atau dia emang sengaja merahasiakannya. Gue nggak pernah bisa nebak pemikiran dia.
Akhirnya, bel tanda istirahat kedua berbunyi. Anak-anak berhambur keluar kelas, sementara gue masih terduduk di bangku ditemani Syeanne.
"Liburan kemaren kemana aja, Dra?"
Ini dia pertanyaan yg gue takutkan. Sial, bahkan sampe sekarang gue masih ragu apakah harus jujur atau nggak. Karena kemungkinan, dia udah tau gue kemana. Dan kalo gue boong, dia pasti langsung tau. Gue serasa menghadapi jalan buntu.
"Kok malah diem sih?" Syeanne tetap bertanya dengan gaya khasnya yg ramah.
"Ah, elo mau tau aja." gue berusaha menghindar.
"Ye, sombong ah. Katanya lo nginep? Nginep dimana?"
Ah, bisakah dia berhenti mempertanyakan hal itu? Gue hampir gila memikirkan jawabannya.
"Kata siapa lo, gue nginep?" gue harus berpikir cepat untuk memutar-mutar pertanyaan itu.
"Kata oma lo." jawab dia.
"Yaudah, tanya oma gue aja gih gue nginep dimana."
"Ah, kan! Kemaren gue lupa mau nanya itu." katanya dengan nada kecewa.
Ah! Ini dia jawaban yg paling gue suka. Berarti dia nggak tau gue nginep dimana. Betapa leganya hati gue mendengar jawaban itu.
"Salah sendiri pake lupa nanya."
"Apaan sih? Namanya juga lupa. Elo mah." nadanya terdengar sedikit manja.
"Nginep di rumah temen gue."
"Serius?" dia seakan ngeledek gue. Apa dia tau gue berbohong? Nggak kok, jelas gue nggak bohong kalo gue bilang nginep di rumah temen gue. Ya kan?
"Nggak percaya?"
Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Nih, nggak percaya." gue menggelitik pinggangnya.
Dia tertawa lepas sambil berusaha melepaskan tangan gue dari pinggangnya.
"Udah percaya belom?" tanya gue kemudian.
Dia tetap menggeleng dengan napas yg terengah-engah dan sikap yg meminta di goda lagi.
Gue kembali menggelitik pinggangnya tanpa ampun.
Gue sangat lega. Nggak ada satu pun hal yg gue takutkan hari ini terjadi. Gue bahkan ikut gembira melihat tawa Syeanne yg begitu lepas. Cukup menyenangkan bagi gue untuk bisa bercanda dengan Syeanne.
Ditengah tawa kami berdua, tiba-tiba Syeanne memandang tajam ke arah pintu kelas. Gue melihat ada ekspresi aneh di wajah Syeanne. Lalu gue ikutin pandangan mata itu. Sesosok gadis terdiam mematung dari sisi luar pintu kelas. Vedora, sedang tersenyum kecut.
Kamis, hari pertama gue kembali ke sekolah. Beberapa bayangan buruk berkelebat dalam pikiran gue. Entah mengapa, gue begitu yakin bahwa hari ini akan menjadi salah satu hari yg paling buruk selama hidup gue. Bahkan gue sempet ragu apakah gue harus terus berjalan menuju kelas. Tapi gue juga nggak punya alasan yg bagus untuk menghentikan langkah gue. Akhirnya, perlahan tapi pasti, gue mulai mendekati ruang kelas. Dan dari balik pintu, gue udah bisa melihat sosok Syeanne yg sedang duduk manis di bangkunya.
Apapun yg bakal terjadi, terjadilah. Gue rasa akan wajar jika nanti Syeanne marah ke gue. Atau mungkin akan semakin bagus jika dia minta putus. Bukankah itu yg dulu gue harapkan? Entahlah.
"Baru dateng, Dra?" sapa Syeanne, membuyarkan pikiran kalut gue.
"Iya nih." gue makin merasa takut sama sikap manis Syeanne.
"Udah ngerjain tugas buat hari ini belom?"
"Uhm, belom. Gue lupa."
"Nih, salin dari punya gue aja." dia menyerahkan buku tulis bersampul kertas kopinya itu ke gue, lalu tersenyum kecil.
Sama sekali nggak ada yg berubah dari sikap Syeanne sebelomnya. Masih tetap sama. Tapi gue merasa atmosfir di sekeliling gue terasa begitu dingin. Jam demi jam berlalu. Sama sekali nggak ada tanda kalo Syeanne bakal marah sama gue. Apa mungkin dia nggak tau tentang liburan kemaren, atau dia emang sengaja merahasiakannya. Gue nggak pernah bisa nebak pemikiran dia.
Akhirnya, bel tanda istirahat kedua berbunyi. Anak-anak berhambur keluar kelas, sementara gue masih terduduk di bangku ditemani Syeanne.
"Liburan kemaren kemana aja, Dra?"
Ini dia pertanyaan yg gue takutkan. Sial, bahkan sampe sekarang gue masih ragu apakah harus jujur atau nggak. Karena kemungkinan, dia udah tau gue kemana. Dan kalo gue boong, dia pasti langsung tau. Gue serasa menghadapi jalan buntu.
"Kok malah diem sih?" Syeanne tetap bertanya dengan gaya khasnya yg ramah.
"Ah, elo mau tau aja." gue berusaha menghindar.
"Ye, sombong ah. Katanya lo nginep? Nginep dimana?"
Ah, bisakah dia berhenti mempertanyakan hal itu? Gue hampir gila memikirkan jawabannya.
"Kata siapa lo, gue nginep?" gue harus berpikir cepat untuk memutar-mutar pertanyaan itu.
"Kata oma lo." jawab dia.
"Yaudah, tanya oma gue aja gih gue nginep dimana."
"Ah, kan! Kemaren gue lupa mau nanya itu." katanya dengan nada kecewa.
Ah! Ini dia jawaban yg paling gue suka. Berarti dia nggak tau gue nginep dimana. Betapa leganya hati gue mendengar jawaban itu.
"Salah sendiri pake lupa nanya."
"Apaan sih? Namanya juga lupa. Elo mah." nadanya terdengar sedikit manja.
"Nginep di rumah temen gue."
"Serius?" dia seakan ngeledek gue. Apa dia tau gue berbohong? Nggak kok, jelas gue nggak bohong kalo gue bilang nginep di rumah temen gue. Ya kan?
"Nggak percaya?"
Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Nih, nggak percaya." gue menggelitik pinggangnya.
Dia tertawa lepas sambil berusaha melepaskan tangan gue dari pinggangnya.
"Udah percaya belom?" tanya gue kemudian.
Dia tetap menggeleng dengan napas yg terengah-engah dan sikap yg meminta di goda lagi.
Gue kembali menggelitik pinggangnya tanpa ampun.
Gue sangat lega. Nggak ada satu pun hal yg gue takutkan hari ini terjadi. Gue bahkan ikut gembira melihat tawa Syeanne yg begitu lepas. Cukup menyenangkan bagi gue untuk bisa bercanda dengan Syeanne.
Ditengah tawa kami berdua, tiba-tiba Syeanne memandang tajam ke arah pintu kelas. Gue melihat ada ekspresi aneh di wajah Syeanne. Lalu gue ikutin pandangan mata itu. Sesosok gadis terdiam mematung dari sisi luar pintu kelas. Vedora, sedang tersenyum kecut.
0