Kaskus

Story

rahanAvatar border
TS
rahan
Kereta terakhir ke kamar kita
Quote:
Diubah oleh rahan 17-02-2016 01:29
anasabilaAvatar border
anasabila memberi reputasi
1
28.8K
213
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
rahanAvatar border
TS
rahan
#86
GRADUATION
Aku menyelesaikan skripsi yang kubuat dengan susah payah. Bukan susah payah dalam pengerjaannya tapi lebih kepada susah payah mencari dan membuat janji bertemu dengan dosen pembimbing. Aku baru tahu, kalau yang namanya dosen pembimbing itu bisa mendadak berubah menjadi selebritis yang mempunyai ilmu bernama ilmu susah ditemui dan susah dihubungi. Well, itu hak mereka. Sebagai mahasiswa yang sudah sangat ingin untuk segera lulus aku hanya bisa mengikuti arus permainan kedua dosen pembimbingku.

Aku ingin segera lulus, karena aku sudah sangat tak sabar untuk bertemu dengan adikku Barma, dan melihat perkembangannya sekarang. Sudah seberapa berkembangkah permainan basketnya? Apakah dia sudah beranjak ke tahap yang serius dengan Ayunir? Entahlah apa yang terjadi dengan mereka berdua.

Hari wisudaku berlangsung sepi. Tak berarti tak bermakna apa-apa. Orang lain punya teman, pacar, saudara, atau orangtua untuk membawakan mereka karangan bunga dan berfoto bersama. Aku punya .... ah tidak, aku tak punya apa-apa.

My graduation was totally meaningless. Semua yang sudah berlalu beberapa tahun ini benar-benar tak bermakna.

COMING HOME
Aku tak sabar untuk segera pulang. Aku ingin bertemu dengan kamu.

--//--


Aku tak tahu apa lagi yang harus kutulis. Perawat ini benar-benar … kejam. Aku sama sekali tidak ingat apa-apa. Dan anak kecil ini … siapa dia? Dan siapa wanita itu … Aku merasa pernah melihatnya. Pil-pil ini sama sekali tidak berguna. Aku tetap penulis yang buruk.

CONFRONTATION
Begitu menginjakkan kaki kembali di kota Palembang, aku merasa sangat marah terhadap Barma. Ia sama sekali tidak pernah mencoba menghubungiku baik itu melalui telpon, surat ataupun e-mail. Sejak saat perpisahan itu, ia menghilang jejak bagaikan ditelan bumi. Memang, aku tidak pernah terlalu peduli hingga merasa harus pulang dan mencarinya. I’m not that desperate to see him. Tapi, jika kuingat lagi, tahun-tahun yang kulalui saat di pulau Jawa, Barma sama sekali tidak ada kabar dan ini membuat darahku mendidih. Aku mencarinya kemana-mana. Om Hendra rupanya sudah tidak lagi tinggal di rumah yang pernah kujual padanya. Rumah itu setelah direnovasi kemudian dijual lagi oleh Om Hendra kepada temannya. Dan, yang paling parah, Om Hendra juga tidak tahu dimana Barma tinggal. Bahkan, menurut cerita dari Om Hendra, uang bagian Barma pun masih tetap utuh. Adikku itu, tidak pernah datang setelah ia mengantarkanku berangkat ke pulau Jawa. Apa-apaan ini si Barma. Angkuh sekali si brengsek itu.

Di Palembang, aku tinggal di sebuah rumah kos di daerah Bukit. Dan aku terpaksa menghabiskan beberapa hari untuk mencari Barma sebelum akhirnya aku mendapatinya suatu sore di lapangan basket kompleks PUSRI. Ia nampaknya sedang latih tanding bersama rekan-rekan satu timnya.

“Barma!” teriakku.

“Abang?” ia nampak terkejut.

Aku sudah sangat gelap mata. Aku berlari menghampirinya. Kulemparkan tas di punggungku ke luar lapangan. Dengan satu gerakan cepat, satu tendangan kaki kananku tepat menghujam perutnya hingga ia terhuyung beberapa langkah ke belakang. Tanpa memberi kesempatan, dengan cepat kujambak rambutnya yang agak gondrong dengan tangan kiriku, kutarik ke arahku dan kuhadiahi satu hook kanan sekuat tenaga, hingga ia tersungkur di lapangan basket.

Ketika aku akan menariknya bangun, satu suara keras membentak, “Woy! Ngapain lo ganggu Barma?! Mau mati lo?!”

Dan kurasakan satu tendangan sangat keras menghantam sebelah kanan perutku. Cukup sesak rasanya terkena tendangan itu sehingga mau tidak mau tanganku memegangi bagian yang baru saja terkena, dan saat itu juga sebuah pukulan mendarat telak di mukaku. Hidungku berdarah.

“Brengsek, cari mati lo ya?” kataku.

“Lo yang mulai setan?! Ngapain lo ganggu dia? Gw bunuh lo!” cecunguk itu berlagak.

Aku siap menempurnya lagi, tetapi saat itu kudengar bisik-bisik dari seseorang di arah kerumunan, “Eh itu kan cowoknya si Barma, berantem sama siapa sih? Rebutan Barma ya?”

Darahku sontak mendidih. “Brengsek, Lo apain Adek gw hah?!”

Si cecunguk itu kaget, dan menoleh kepada Barma, “Ini abang elo?”

Ia lengah dan dengan sangat cepat, aku maju, menjejak tanah, melompat dan menghabisinya dengan Twieo Dwi Chagi, yang menghempas keras di kepalanya, kontan membuatnya terhempas ke lantai yang terbuat dari semen. Tendangan tadi akan sulit membuatnya bangun lagi. Tapi aku masih belum puas, dan ingin mencecarnya dengan beberapa tinju lagi namun Barma sudah keburu menahanku.

“Bang, udah Bang, udah, sadar. Apa-apaan sih?”

“Lo yang udah gila ...”

Bugggggg!!

Satu uppercut dari Barma telak menghantam rahangku, dan aku pun tak sadarkan diri.
Diubah oleh rahan 02-12-2014 12:55
0
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.