- Beranda
- Stories from the Heart
Kereta terakhir ke kamar kita
...
TS
rahan
Kereta terakhir ke kamar kita
Quote:
Diubah oleh rahan 17-02-2016 01:29
anasabila memberi reputasi
1
28.8K
213
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
rahan
#44
Mendewasakan hati
Menyembuhkan luka
Dan aku harus terus melaju
Karna namaku adalah waktu
Tak bisa kau pahami
Tak bisa kau ulangi
Menyembuhkan luka
Dan aku harus terus melaju
Karna namaku adalah waktu
Tak bisa kau pahami
Tak bisa kau ulangi
Tetes air kelima
Kita kembali ke kamar di tetes air pertama. Saat aku tengah menyambangi persembunyian Furan Leida. (Jiah, persembunyian, memangnya Osama pake persembunyian segala.)
“Ada engga cep Furan teh?” ucap si ibu kos membuatku kaget.
“Ah kayanya masih keluar bu,” jawabku.
“Si aden saha?” tanya ibu itu lagi
“Saya temen kampusnya bu,” jawabku asal.
“Oh ya udah kalo gitu, ibu mah mau nerusin masak dulu yah, gapapa kan ditinggal?”. Eh si Ibu malah mau maen kabur aja.
“Eh bu, sebentar, emang si Furan kamarnya suka ga dikunci ya?”
“Anak-anak sini mah ga pake kunci-kuncian pintu den. Bebas, sebebas-bebasnya.”
“Lho, kok bisa? Emang ga pada takut maling bu?”
“Justru maling yang takut sama cep Furan, den.”
“Lho, kok bisa?” aku melongo.
“Ah, si aden mah itu mulu, ga pariatip pertanyaannya.”
“Iya udah, saya ubah deh, maksud saya, bagaimana bisa justru maling yang takut sama si Furan?”
“Nah gitu dong dari tadi, kan ibu ngejawabnya juga jadi enak”
(Ini si ibu lama-lama gw getok juga nih, nyebelin)
“Iya maaf atuh ibu”
“Maaf .. maaf aja bisanya..”
(jiaaah .. e buseet dia malah ngelunjak ini emak-emak satu)
“Ibu belum jawab pertanyaan saya lho” aku coba mengingatkan.
“Ya iyalah, malingnya takut. Si Furan kan ngelmu den.” Si ibu tertawa bangga.
“Ngelmu? Punya ilmu hitam maksudnya bu?” jelasku.
“Bukan, Den. Si Furan pernah cerita ke ibu, ilmu dia itu, ilmu menyusul orang.”
“Menyusul orang apa menyusul maling bu? Mana yang bener nih?”
“Maling orang apa bukan Aden oon?”
“Koq ibu ngatain saya oon sih?”
“Udah jawab aja dulu, maling itu orang apa bukan?”
“Blum tentu bu. Kucing juga bisa jadi maling, maling ikan asin”
“Ikan asin ngapain dikejer den. Dasar oon.”
“Lho yang bilang ngejer ikan asin siapa?”
“Kamu kan tadi?” si Ibu ngotot.
“Ya. Ya. Ya .. udah deh, aku emang oon. Coba sekarang ibu ceritain dulu tentang ilmu menyusul orang.” Aku nyerah.
“Hehehe, baru kena kerjain ngambek. Jadi ilmu menyusul orang itu, kalau dia melihat seseorang dia bisa langsung datangin orang tersebut, ke tempatnya langsung gitu den.”
“Hah, ibu ngibul ya?”
“E buset, ngibul, bahasa jaman jepang kena bom masi dipake. Terserah aden lah mau percaya apa enggak. Buat apa ibu ngibul. Teu aya mangpaatna. Ibu mau balik masak.” Dan si ibu pun langsung melengos kecentilan masuk dapur.
Aku kembali masuk ke kamar Furan. Mencoba mencari petunjuk yang mungkin tersembunyi. Selagi aku tengah melihat-lihat sekeliling kamar yang berantakan itu, mataku tertumbuk pada sebuah buku kumal bertuliskan, “Panduan Mengalahkan Mimpi. Cara Hidup di Dunia Nyata”. Dengan sigap, kubaca secara seksama isi dalam buku itu. Tetapi belum sempat beberapa menit. Ada suara bel, dan seseorang terdengar memanggil Furan. Segera kusembunyikan buku tersebut di dalam bajuku.
--//--
Aku tiba di rumah kosan Furan. Aku bisa merasakan gelombang energi Furan dan Lia N begitu kuatnya. Kuletakkan bass gitar yang kusandang. “Furan! Permisi Pak, Bu, ada Furan ngga ya?” Beberapa kali kuulangi meneriakkan kata-kata tersebut.
“Nanaonan sih cep, meuni gandeng pisan magrib-magrib teh. Assalamuallaikum kan bisa,” seorang ibu cerewet mengomeliku.
“Ini bu, saya nyari Furan.” Ucapku setengah menyesal.
“Iya itu saya mah juga udah tau.” Si ibu membalas.
“Lho, kok ibu bisa sudah tau? Ibu punya ilmu juga ya seperti Furan?” aku bingung.
“Hah? Ilmu? Lah yang tadi tereak-tereak ‘ada Furan ngga ya?’ bolak balik itu siapa? Nenek Lampir? Kamu kan yang tereak, ya jelas ibu tahu, ibu kan ga budek,” si ibu-ibu bawel nyerocos.
“Oohh … saya kira” bibirku membulat.
“Saya kira, saya kira, .. huhhhh .. kenapa ya yang pada nyariin si Furan hari ini bego-bego,”si ibu terus mengomel.
“Memangnya ada yang mencari Furan selain saya bu?”tanyaku ramah.
“Ada, tuh liat aja sendiri. Orangnya juga masih ngejogrok di kamarnya Furan. Sana temenin ngobrol. Ibu lagi masak makan malem, kamu berdua malah bikin ribet aja.” Dan si ibu pun langsung melengos kecentilan masuk dapur.
Aku pun masuk ke kamar Furan seperti yang ditunjuk si ibu, dan memang benar, ada seorang pria sebaya dengan Furan sedang duduk di sana. Wajahnya menunjukkan dia orang berada. Apa yang sedang ia lakukan disini?
“Permisi, boleh saya masuk?” ucapku
“Oh silakan, silakan. Lagi nyariin Furan ya mas?” tanya si pria necis.
“Iya, mas sendiri temannya Furan? Tau Furannya ada dimana sekarang?” tanyaku.
“Hah? Oh enggak. Saya cuma kenal-kenal gitu aja. Oh ya, namanya siapa mas?” si pria necis mengulurkan tangannya, mengajak bersalaman.
Aku terdiam sesaat. Apakah aku harus menjabat tangannya? Untuk apa sebenarnya jabat tangan seperti ini? Apakah ini ada gunanya? Kalau tidak ada gunanya, untuk apa manusia, dalam kenyataannya melakukan hal ini? Ah, masih banyak yang tidak kumengerti Lia N.
“Maaf, saya tidak biasa bersalaman. Namaku Didi” ucapku pada akhirnya.
--//--
“Maaf, saya tidak biasa bersalaman. Namaku Didi” ucap si pria ganteng.
Apa sih sebenarnya yang dicari pria si pembawa bass ini? Hmm .. Jangan-jangan dia teman bandnya si Furan. Sombong banget lagaknya pake ga mau salaman segala. Kutarik kembali uluran tanganku dengan perasaan malu.
“Didi ya. Saya Rahan. Anda teman bandnya Furan ya?” tanyaku langsung.
“Siapa? Saya? Haha … Jangan bercanda. Furan itu sama sekali bukan teman saya mas. Dia itu buronan!”
Aku tak mengerti.
“Maksudnya buronan bagaimana? Apa dia mencuri sesuatu?”
“Hampir tepat. Dia itu bukan mencuri. Tetapi menculik. Saya kemari untuk menangkapnya.”
Tunggu dulu. Tunggu dulu. Kalau tidak salah, waktu itu Lia N bilang ayahnya mengirim polisi. Jangan-jangan ini polisi yang dimaksud.
“Mas ini polisi ya? Tadi mas bilang mau menangkap?”kataku.
“Ya, saya ditugaskan oleh orang tua dari gadis yang diculik, Tuan Genzo Nakamura, untuk menangkap Furan Leida.”
Wah, ini sungguh suatu kebetulan. Apa yang bisa kulakukan disini? Ayo Rahan, putar otakmu.
“Eh … ini … eh .. apa namanya, saya kebetulan beberapa hari yang lalu melihat Furan dan seorang wanita,” beberku.
“Apa?!” Muka si polisi mendadak terlihat serius.
“Apa kau tahu dimana mereka sekarang? Cepat beritahu semua yang kau tahu tentang Furan”
“Eh .. tidak .. aku tidak tahu … beberapa waktu yang lalu mereka ke rumahku. Tapi sekarang aku tidak tahu dimana mereka.”
“Jangan main-main! Saat ini mereka berdua dalam bahaya besar.”si polisi terlihat tegang.
“Bahaya besar apa? Memangnya kenapa kalau mereka dalam bahaya besar?” ucapku.
“Wanita yang bernama Lia N itu adalah teman masa kecilku. Aku tidak perduli dengan Furan brengsek itu. Tetapi aku tidak bisa membiarkan Lia N berada dalam bahaya. Furan dapat dengan seenaknya keluar masuk dunia mimpi karena ia memiliki ilmu menyusul orang. Tetapi Lia N tidak. Sebelum bertemu dengan Furan ia sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk turun ke dunia nyata. Tetapi aku tahu persis bahaya yang mengancam mereka saat ini bukanlah main-main. The Nightmare Song!”
Oh jadi begitu ceritanya. Ada sesuatu yang tidak kumengerti, tetapi aku yakin jawabannya pasti ada di dalam buku yang tersembunyi di balik bajuku ini. Panduan Mengalahkan Mimpi: Cara Hidup di Dunia Nyata. Akan sangat berbahaya bila polisi ini menemukan buku ini. Aku harus segera pergi.
“Aduh mas Didi, saya minta maaf atas kelakuan Furan. Tapi saya saat ini ada urusan di tempat lain. Jadi saya mohon diri dulu ya,”ucapku.
“Oh ya baiklah, tetapi saya hanya meminta anda menjawab satu pertanyaan lagi. Apakah saat anda melihat Lia N dia mengenakan blazer hitam?”
Blazer hitam? Apa pula urusannya dengan blazer hitam? Tapi aku sangat ingat, Lia N waktu itu mengenakan T-shirt putih. Sebelum kuberi ia T-shirt biru. Aku pun menggeleng.
“Tidak, ia tidak mengenakan blazer hitam.”
Si polisi pun mengangguk, “Baiklah, saya juga harus mengurus sesuatu.”
Ia sandangkan kembali tas bass itu di punggungnya. Dan dalam sekejap mata ia menghilang! Bah!
Diubah oleh rahan 02-12-2014 12:07
0