- Beranda
- Stories from the Heart
Kereta terakhir ke kamar kita
...
TS
rahan
Kereta terakhir ke kamar kita
Quote:
Diubah oleh rahan 17-02-2016 01:29
anasabila memberi reputasi
1
28.8K
213
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
rahan
#10
Kyan bodoh itu misalnya. Ia pernah mengecupku di kening dan menyelimutiku. Saat itu aku pulang dalam keadaan mabuk usai bercinta dengan Digo. Digo bahkan langsung tancap gas usai aku membanting pintu Corolla-nya. Kyan sebaliknya bangkit dari duduknya di tangga beranda depan. Entah sudah berapa lama ia duduk di situ. Kyan memapahku dengan sangat lembut sekaligus terasa amat jantan dalam waktu bersamaan. Ia melakukan ritual “menyambut wanita pulang mabuk” dengan sangat sempurna. Pure Excellent. Tapi ia melakukannya dengan berlebihan, pada akhirnya. Setelah melepaskan kompres di keningku, Ia mengecup indah di kening, membenarkan letak selimut dan berkata, “Aku sayang kamu Na.” (Aaargh … dasar bodoh. Pipiku bersemu merah. Mengapa sih Kyan? Kamu tuh udah sempurna. Mengapa harus berlebihan? Mengapa harus mengucap sayang? Aku tuh udah tau Kyan, udah ngerti banget. Memangnya mentang-mentang aku dulu agak tomboy kamu kira aku ngga punya perasaan apa? Sekarang kan aku susah jadinya. Mana mungkin aku bisa tidur sekarang. Aku tuh suka banget ama ‘semua tentang kita’ selama ini. Kita bisa saling sayang tanpa harus bilang. Tanpa harus terjebak dalam formalitas, ritual, tetek bengek percintaan yang akhirnya cuma bakal bikin sayang kamu ke aku jadi aneh.)… dan sesudah itu Kyan mematikan lampu terang dan menyalakan lampu tidur. Pintu tertutup. Aku takut banget. Aku takut aku ngga bakal pernah bisa bilang sayang ama dia.
Aduh, kenangan Kyan lagi yang membersit tanpa sopan santun. Setelah itu, aku berjalan semakin dalam, memperhatikan lukisan demi lukisan. Ada lukisan anjing tertawa, lukisan buah penuh ulat, lukisan awan yang indah sekali dengan petir yang tampak nyata.. aku bergerak ke lukisan di sebelahnya. Aaargh … Bodoh!! Mengapa bisa ada lukisan wajah aku disini? Judul di sebelah kiri lukisan itu “Dina Raina Kyan at 65”.
Gila. Siapa yang telah mencipta gambar ini? Pasti ia datang dari Masa Depan. Dan ini lagi, bikin tambah bingung saja. Namaku kan hanya Dina Raina. Mengapa di sini tertera Dina Raina Kyan? Sosokku di lukisan itu sudah penuh keriput. Aku berhadapan dengan kue persis seperti kue ulang tahun yang pernah masuk tong sampah. Hohoho.. setelah kuperhatikan lebih seksama, nampaknya selera humor si pelukis boleh juga. Mata si nenek (yang kata si pelukis adalah aku di usia 65) dilukis buta. Mau mencoba mengutuk dan menakut-nakuti ku di saat yang bersamaan ya …, pikiran nakalku kembali keluar. Sosok korban khayalan yang tadi telah kusingkirkan kembali muncul, tapi kali ini nyata. Aku harus mengorek informasi tentang siapa yang telah melukis lukisan bodoh tentangku ini. Aku dekati si penjaga galeri dengan langkah pasti dan tekad bulat.
“Maaf Pak, saya ingin tahu, siapa ya pelukis lukisan yang ini,” ucapku seraya menunjuk gambar bodoh itu.
“Oh, ini buatan Bapak Kyan Dinata, bu” jawab si korban khayalan.
(Keganjilan ini seakan hendak melumatku. Pelukisnya Kyan!)
“Terus, apa bapak tahu, nenek ini … siapa ya?” aku mencoba agar terdengar natural.
“Nenek ini …, katanya sih istrinya Pak Kyan. Istrinya ini meninggal dua tahun yang lalu,” jawabnya pelan.
(Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kalau ini memang cuma mimpi, sebaiknya seseorang segera bangunkan aku. Mimpi ini mulai terasa tidak menyenangkan)
“Oh begitu, lantas apa ada karya Bapak Kyan yang lain? Saya sangat tertarik untuk membelinya,” nada suaraku mulai terdengar aneh dan tidak simpatik.
“Oh, ini pameran tunggal bu. Semua karya lukisan yang ada di sini adalah karya Pak Kyan. Tetapi putranya lah, Pak Rava yang mengorganisir event Pak Kyan di Galeri ini.” Si korban khayalan menjelaskan singkat.
“Ya … terimakasih Pak,” jawabku sebelum beranjak pergi.
Aduh, kenangan Kyan lagi yang membersit tanpa sopan santun. Setelah itu, aku berjalan semakin dalam, memperhatikan lukisan demi lukisan. Ada lukisan anjing tertawa, lukisan buah penuh ulat, lukisan awan yang indah sekali dengan petir yang tampak nyata.. aku bergerak ke lukisan di sebelahnya. Aaargh … Bodoh!! Mengapa bisa ada lukisan wajah aku disini? Judul di sebelah kiri lukisan itu “Dina Raina Kyan at 65”.
Gila. Siapa yang telah mencipta gambar ini? Pasti ia datang dari Masa Depan. Dan ini lagi, bikin tambah bingung saja. Namaku kan hanya Dina Raina. Mengapa di sini tertera Dina Raina Kyan? Sosokku di lukisan itu sudah penuh keriput. Aku berhadapan dengan kue persis seperti kue ulang tahun yang pernah masuk tong sampah. Hohoho.. setelah kuperhatikan lebih seksama, nampaknya selera humor si pelukis boleh juga. Mata si nenek (yang kata si pelukis adalah aku di usia 65) dilukis buta. Mau mencoba mengutuk dan menakut-nakuti ku di saat yang bersamaan ya …, pikiran nakalku kembali keluar. Sosok korban khayalan yang tadi telah kusingkirkan kembali muncul, tapi kali ini nyata. Aku harus mengorek informasi tentang siapa yang telah melukis lukisan bodoh tentangku ini. Aku dekati si penjaga galeri dengan langkah pasti dan tekad bulat.
“Maaf Pak, saya ingin tahu, siapa ya pelukis lukisan yang ini,” ucapku seraya menunjuk gambar bodoh itu.
“Oh, ini buatan Bapak Kyan Dinata, bu” jawab si korban khayalan.
(Keganjilan ini seakan hendak melumatku. Pelukisnya Kyan!)
“Terus, apa bapak tahu, nenek ini … siapa ya?” aku mencoba agar terdengar natural.
“Nenek ini …, katanya sih istrinya Pak Kyan. Istrinya ini meninggal dua tahun yang lalu,” jawabnya pelan.
(Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kalau ini memang cuma mimpi, sebaiknya seseorang segera bangunkan aku. Mimpi ini mulai terasa tidak menyenangkan)
“Oh begitu, lantas apa ada karya Bapak Kyan yang lain? Saya sangat tertarik untuk membelinya,” nada suaraku mulai terdengar aneh dan tidak simpatik.
“Oh, ini pameran tunggal bu. Semua karya lukisan yang ada di sini adalah karya Pak Kyan. Tetapi putranya lah, Pak Rava yang mengorganisir event Pak Kyan di Galeri ini.” Si korban khayalan menjelaskan singkat.
“Ya … terimakasih Pak,” jawabku sebelum beranjak pergi.
Diubah oleh rahan 02-12-2014 11:16
0