Panggilan mengikuti Perang Salib menggema di seluruh Eropa. Menjelang musim gugur berikutnya, sejumlah bala tentara Perang Salib, terutama yang berasal dari Perancis, Jerman dan Normandia, sudah siap menuju medan pertempuran dibawah pimpinan Godfrey dari Boullion, Bohemond dan Tancred , Raymond dari Saint-Giles, dan Robert dari Flanders. Namun, Kaisar Byzantinum, Alexius yang tidak ingin tentara yang begitu banyak berada di Konstantinopel meminta mereka ke Asia Kecil. Sang Kaisar juga mensyaratkan agar kepala pasukan bersumpah bahwa mereka akan mengembalikan tanah yang mereka rebut dari pihak Turki Seljuk yang dulunya adalah daerah Byzantinum.


Pada Juni 1097, Nicea diambil alih oleh pasukan Byzantinum dan para pasukan Perang Salib. Bulan berikutnya mereka mendapatkan kemenangan besar melawan Turki Sejuk ketika mereka diserang di Dorylaeum. Saat pertempuran di Dorylaeum, Kaisar Alexius mulai kehilangan semangat. Ketika sang kaisar berhenti berusaha, para pasukan Perang Salib merasa bahwa kewajiban untuk menyerahkan Dorylaeum kembali ke Kaisar, telah hilang karena sang Kaisar sendiri tidak mampu mempertahankannya. Karena itu, saat Dorylaeum diambil alih pada Juni 1099, kota tersebut jatuh ke tangan orang Normandia.

Pertempuran selanjutnya terjadi di Antiokia. Pasukan Perang Salib mengepung benteng selama 8 bulan, sampai akhirnya seorang pemimpin pasukan berhasil mendapatkan perjanjian dengan "oknum" pasukan Turki. yang membuat pasukan Perang Salib mampu melewati tembok pada malam hari dan merebut Antiokia.

Sementara itu, Fatimid dari Mesir mengambil alih kembali Yerusalem dari kaum Turki Seljuk. Selama sebulan para pasukan Perang Salib, yang telah berkurang separuh dari kekuatan awal, mendirikan kemah disekeliling Yerusalem sementara Gubernur Fatimid menunggu bantuan tentara dari Mesir.

Pada 8 Juli 1099, pasukan Perang Salib berjalan dengan telanjang kaki mengelilingi kota menuju ke Gunung Zaitun, dan pada tanggal 13, mereka mengepung tembok kota. Pada tanggal 15, beberapa prajurit berhasil melewati tembok dan membuka salah satu gerbang kota yang membuat pasukan utama mampu menyerbu kedalam. Di Menara Daud, Gubernur Fatimid menyerah dan diantar keluar dari kota. Dari dalam Mesjid Al-Aqsa dekat Bukit Kuil (Temple Mount), Tancred, salah satu pimpinan pasukan Perang Salib, menjanjikan perlindungan bagi warga Muslim dan Yahudi di kota tersebut. Sayangnya, meskipun ada upaya tersebut, pembantaian tetap terjadi.



Dengan keberhasilan itu, diangkat seorang raja Kristen di Yerusalem dan didirikan tiga negara bagian yaitu Edessa, Tripoli dan Antiokhia. Namun, pemimpin-pemimpin baru tersebut tidak dapat merebut hati penduduk di Yerusalem dan di ketiga negara tersebut sehingga negara-negara bagian tersebut masih lemah. Selama 1099 - 1144, Yerusalem dibangun ulang.


Pada tahun 1127, Zangi, seorang gubernur di Turki Seljuk memutuskan untuk menyerukan jihad terhadap pendudukan pasukan Perang Salib di Yerusalem. Oleh karena itu, Zangi memutuskan menyerbu Edessa dan merebutnya pada tahun 1144 - yang memicu munculnya Perang Salib Kedua.