TS
BantengMirc
Kisah-Kisah Abu nawas


Silahkan buat yang gemar baca2 aja ... kisah abu nawas dan sufisme lainnya , Tujuan shareng cerita ini karena menurut ane Abu nawas adalah sosok yg unik dan sering mengeluarkan menarik lelucon bijak dan berisi , buat yg senang dengan cerita abu nawas ane gak nolak
ikhlasnya hihihihi dan silahkan buka page per page karena gak semua gw indeks dipage one ... thanks all yg udah mampir yg udah kirim cendol dan udah semua2 nya Quote:
Thread ini ku persembah kan untuk wanita ke 2 yang paling ku cintai

Di harapkan Coment walau sebait dan rate
dan insya Allah update tiap hariini Buat indeks yah
bacaan nya ada di bawah
V
V
V

Abu Nawas Melahirkan
Abu nawas akan di sembelih
Abu Nawas dan Kisah Enam Ekor Lembu yang Pandai Bicara
Abu Nawas dan Pukulan yang Menjadi Dinar
Taruhan Yang Berbahaya
Asmara memang aneh
Biografi Abu nawas
Hadiah bagi tebakan Jitu
Botol ajaib
Abu Nawas dan Pengemis yang Kedinginan dalam Kolam
Abu Nawas dan Menteri Bertelur
Sekilas tentang Abu nawas
Lanjutan sekilas tentang Abu nawas
Tugas yang mustahil
Menasehati hartawan zalim
Khutbah Jumaat abu nawas
petugas pajak
memeras pemeras
Cara memilih jalan
Kaya tanpa Bekerja
Labu juga raja
Menteri dan pencuri
Abu nawas menjual Unta kesayangannya
Abu nawas mengecoh monyet
Mahkota dari surga
Abu nawas dan maling
Dongeng abu nawas
Kisah Abu Nawas Tetap Bisa Cari Solusi
Abu nawas menghitung kematian
Kisah Abu Nawas Mencakul Dalam Penjara
kubur menjadi istana
Ilmu pamungkas Abu Nawas
doa abu nawas
Abu nawas di usir dari kota
Membuat istana di awang2
Obat Untuk Pangeran yang Sakit
Membuat Rumah Menjadi Lebih Luas
asalusul ayam dan telur
baginda menjadi budak
Baginda Minta Mahkota dari Sorga
nipu gajah sirukus
Abu Nawas Menangkap Angin
Abu Nawas dan Kambing
Nebak dosa besar apa kecil


Quote:
Nb : lagi males ngindeks baca threadnya page per page aja yah
tata604 memberi reputasi
1
36.9K
291
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
BantengMirc
#32
sekilas tentang Abu Nawas ;
sekilas tentang Abu Nawas ;
![kaskus-image]()
Abu Nawas orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang Badui Padang Pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab. Ia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. Ia sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Banyak di antara kita yang belum tahu siapa Abu Nuwas. Mari kta baca bersama.
Ilahi lastu lilfirdausi ahlaWala aqwa 'ala naril jahimiFahab li tawbatan waghfir dzunubiFainaka
ghafirud dzanbil adzimi(Tuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surga.Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka.Maka beri hamba tobatdan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba.Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Mahaagung)Sudah lama kaum muslimin di Indonesia akrab dengan syair Abu Nawas tersebut. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala biasanya menyanyikan syair tersebut dengan syahdu. Bagi bangsa Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga cukup akrab. Bahkan juga sampai sekarang. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.
Sesungguhnya ia adalah seorang sufi, intelektual, sekaligus penyair yang hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).Abu Nawas tidak hanya cerdik, tetapi ia juga nyentrik. Sebagai penyair, mula-mula ia suka mabuk. Belakangan, dalam perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah, kehidupan rohaniahnya yang berliku sangat mengharukan. Setelah "menemukan" Allah, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan. Ia tampil sebagai penyair sufi yang tiada banding.Nama aslinya ialah Abu Ali al-Hasan ibnu Hani al-Hakami. Ia lahir di Ahwaz, Persia (Iran sekarang) pada 145 H (747 M). Ayahnya, Marwan bin Muhammad, anggota legiun militer khalifah terakhir Bani Umayyah di Damaskus, Harun al-Rasyid. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah ia belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh dengan gaya hidup yang kontroversial, sehingga membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai keagamaan dan pertobatan, di samping cita rasa kemanusiaan. Abu Nawas belajar sastra dan bahasa Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami, sementara dalam ilmu hadis ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman
Memperhalus BahasaPertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, membawanya ke panggung kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah, tempat Sayidna Ali dimakamkan, bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab. Kemudian ia ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kepiawaiannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para pangeran. Tetapi gara-gara kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya berubah, cenderung memuja penguasa.Dalam kitab Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru.
Cuma, sayang, karya-karyanya jarang ditampilkan dalam berbagai kesempatan atau diskusi keagamaan. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim.Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya'irul bilad). Dalam ensiklopedi Al-Munjid disebutkan, Abu Nawas diangkat sebagai pendekar para penyair yang bertugas menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.Sebagai penyair, tingkah laku Abu Nawas bisa disebut aneh, bahkan slebor. Tingkah lakunya membuat orang selalu mengaitkan karyanya dengan gejolak jiwanya. Ditambah sikapnya yang jenaka, perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya menenggak arak menjadikannya penyair yang unik. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia.
Di lain pihak, Abu Nawas adalah sosok yang jujur.
Sikap itu menjadikannya sejajar dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam. Zamannya adalah zaman keemasan imperium Abbasiyah. Pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid, peradaban Islam maju pesat. Banyak tokoh penting lahir di zaman ini. Cuma, sayang, kemajuan ini tidak dibarengi dengan perilaku yang baik dalam masyarakat. Kenyataan inilah yang menjerumuskan Abu Nawas yang kemudian larut dalam minuman keras dan hidup sebagai hedonis.Kedekatannya dengan kekuasaan bahkan pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah.
Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.Nilai-nilai KetuhananSejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kendi tuaknya, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Syair-syairnya tentang tobat bisa dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa keagamaannya yang tinggi. Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat.
Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan.Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri. Adalah Dr. Muhammad al-Nuwaihi yang mengungkapkan kehidupan gelap penyair ini. Dalam kitabnya Nafsiyyat Abi Nuwas disebutkan, Abu Nawas sangat tergantung pada minuman keras. Meski begitu, ia tetap mempunyai harapan dalam setiap kali jiwanya guncang: ia yakin bahwa ampunan Allah bisa direngkuhnya, seperti sebuah sajaknya:
Tuhan Jika dosaku semakin membesarsungguh aku tahuampunanmu jauh lebih besar.Jika hanya orang-orang baikyang berseru kepada-Mulantas kepada siapaseorang pendosa harus mengadu?Bisa dimaklumi jika pada masa tuanya Abu Nawas cenderung hidup zuhud.

Abu Nawas orang Persia yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang Badui Padang Pasir. Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab. Ia juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. Ia sempat pulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Banyak di antara kita yang belum tahu siapa Abu Nuwas. Mari kta baca bersama.
Ilahi lastu lilfirdausi ahlaWala aqwa 'ala naril jahimiFahab li tawbatan waghfir dzunubiFainaka
ghafirud dzanbil adzimi(Tuhanku, tidaklah pantas hamba menjadi penghuni surga.Namun, hamba juga tidak kuat menahan panas api neraka.Maka beri hamba tobatdan ampunilah hamba atas dosa-dosa hamba.Karena sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Mahaagung)Sudah lama kaum muslimin di Indonesia akrab dengan syair Abu Nawas tersebut. Beberapa saat menjelang shalat Magrib atau Subuh, jemaah di masjid-masjid atau musala biasanya menyanyikan syair tersebut dengan syahdu. Bagi bangsa Indonesia, nama Abu Nawas atau Abu Nuwas juga cukup akrab. Bahkan juga sampai sekarang. Abu Nawas dikenal terutama karena kelihaian dan kecerdikannya melontarkan kritik-kritik tetapi dibungkus humor.
Sesungguhnya ia adalah seorang sufi, intelektual, sekaligus penyair yang hidup di zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad (806-814 M).Abu Nawas tidak hanya cerdik, tetapi ia juga nyentrik. Sebagai penyair, mula-mula ia suka mabuk. Belakangan, dalam perjalanan spiritualnya mencari hakikat Allah, kehidupan rohaniahnya yang berliku sangat mengharukan. Setelah "menemukan" Allah, inspirasi puisinya bukan lagi khamar, melainkan nilai-nilai ketuhanan. Ia tampil sebagai penyair sufi yang tiada banding.Nama aslinya ialah Abu Ali al-Hasan ibnu Hani al-Hakami. Ia lahir di Ahwaz, Persia (Iran sekarang) pada 145 H (747 M). Ayahnya, Marwan bin Muhammad, anggota legiun militer khalifah terakhir Bani Umayyah di Damaskus, Harun al-Rasyid. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persia yang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kota inilah ia belajar berbagai ilmu pengetahuan.
Masa mudanya penuh dengan gaya hidup yang kontroversial, sehingga membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai keagamaan dan pertobatan, di samping cita rasa kemanusiaan. Abu Nawas belajar sastra dan bahasa Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya'qub al-Hadrami, sementara dalam ilmu hadis ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa'ad as-Samman
Memperhalus BahasaPertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, membawanya ke panggung kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah, tempat Sayidna Ali dimakamkan, bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab. Kemudian ia ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kepiawaiannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para pangeran. Tetapi gara-gara kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya berubah, cenderung memuja penguasa.Dalam kitab Al-Wasith fil Adabil 'Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru.
Cuma, sayang, karya-karyanya jarang ditampilkan dalam berbagai kesempatan atau diskusi keagamaan. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim.Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya'irul bilad). Dalam ensiklopedi Al-Munjid disebutkan, Abu Nawas diangkat sebagai pendekar para penyair yang bertugas menggubah puisi puji-pujian untuk khalifah.Sebagai penyair, tingkah laku Abu Nawas bisa disebut aneh, bahkan slebor. Tingkah lakunya membuat orang selalu mengaitkan karyanya dengan gejolak jiwanya. Ditambah sikapnya yang jenaka, perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya menenggak arak menjadikannya penyair yang unik. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia.
Di lain pihak, Abu Nawas adalah sosok yang jujur.
Sikap itu menjadikannya sejajar dengan tokoh-tokoh penting dalam khazanah keilmuan Islam. Zamannya adalah zaman keemasan imperium Abbasiyah. Pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid, peradaban Islam maju pesat. Banyak tokoh penting lahir di zaman ini. Cuma, sayang, kemajuan ini tidak dibarengi dengan perilaku yang baik dalam masyarakat. Kenyataan inilah yang menjerumuskan Abu Nawas yang kemudian larut dalam minuman keras dan hidup sebagai hedonis.Kedekatannya dengan kekuasaan bahkan pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah.
Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.Nilai-nilai KetuhananSejak mendekam di penjara, puisi-puisi Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kendi tuaknya, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Syair-syairnya tentang tobat bisa dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa keagamaannya yang tinggi. Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat.
Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan.Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri. Adalah Dr. Muhammad al-Nuwaihi yang mengungkapkan kehidupan gelap penyair ini. Dalam kitabnya Nafsiyyat Abi Nuwas disebutkan, Abu Nawas sangat tergantung pada minuman keras. Meski begitu, ia tetap mempunyai harapan dalam setiap kali jiwanya guncang: ia yakin bahwa ampunan Allah bisa direngkuhnya, seperti sebuah sajaknya:
Tuhan Jika dosaku semakin membesarsungguh aku tahuampunanmu jauh lebih besar.Jika hanya orang-orang baikyang berseru kepada-Mulantas kepada siapaseorang pendosa harus mengadu?Bisa dimaklumi jika pada masa tuanya Abu Nawas cenderung hidup zuhud.
0