- Beranda
- Cinta Indonesiaku
Pahlawan dan Tokoh Nasional - Artikel + Gambar
...
TS
template
Pahlawan dan Tokoh Nasional - Artikel + Gambar
Contoh Posting :
Quote:
Kaskus ID : template
Kategori : Pahlawan dan Tokoh Nasional
Bentuk karya : Artikel + Gambar
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman
Keterangan :
Jenderal Besar Soedirman
Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman (Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 – meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berjuang pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia dicatat sebagai Panglima dan Jenderal RI yang pertama dan termuda. Saat usia Soedirman 31 tahun ia telah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit tuberkulosis paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya dalam perang pembelaan kemerdekaan RI. Pada tahun 1950 ia wafat karena penyakit tuberkulosis tersebut dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta.
Latar belakang keluarga
Soedirman dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji, adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalan keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih merupakan saudara dari Siyem.
Pendidikan
Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta tapi tidak sampai tamat. Soedirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.
Karir militer
Ketika jaman pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor di bawah pelatihan tentara Jepang.[1] Setelah menyelesaikan pendidikan di PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Kemudian ia menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TKR).
Soedirman dikenal oleh orang-orang di sekitarnya dengan pribadinya yang teguh pada prinsip dan keyakinan, dimana ia selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya, bahkan kesehatannya sendiri. Pribadinya tersebut ditulis dalam sebuah buku oleh Tjokropranolo, pengawal pribadinya semasa gerilya, sebagai seorang yang selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara.
Pada masa pendudukan Jepang ini, Soedirman pernah menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.
Paska kemerdekaan Indonesia
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pasukan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Pasukan Sekutu dan Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Soedirman mendapat prestasi pertamanya sebagai tentara setelah keberhasilannya merebut senjata pasukan Jepang dalam pertempuran di Banyumas, Jawa Tengah. Soedirman mengorganisir batalyon PETA-nya menjadi sebuah resimen yang bermarkas di Banyumas, untuk menjadi pasukan perang Republik Indonesia yang selanjutnya berperan besar dalam perang Revolusi Nasional Indonesia.
Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 12 November 1945, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang RI. Selanjutnya dia mulai menderita penyakit tuberkulosis, walaupun begitu selanjutnya dia tetap terjun langsung dalam beberapa kampanye perang gerilya melawan pasukan NICA Belanda.
Peran dalam Revolusi Nasional Indonesia
Menangnya Pasukan Sekutu atas Jepang dalam Perang Dunia II membawa pasukan Belanda untuk datang kembali ke kepulauan Hindia Belanda (Republik Indonesia sekarang), bekas jajahan mereka yang telah menyatakan untuk merdeka. Setelah menyerahnya pasukan Jepang, Pasukan Sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang. Ternyata pasukan sekutu datang bersama dengan tentara NICA dari Belanda yang hendak mengambil kembali Indonesia sebagai koloninya. Mengetahui hal tersebut, TKR pun terlibat dalam banyak pertempuran dengan tentara sekutu.
Perang besar pertama yang dipimpin Soedirman adalah perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda yang berlangsung dari bulan November sampai Desember 1945. [3] Pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Soedirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember 1945, Soedirman melancarkan serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris di Ambarawa. Pertempuran terkenal yang berlangsung selama lima hari tersebut diakhiri dengan mundurnya pasukan Inggris ke Semarang. Perang tersebut berakhir tanggal 16 Desember 1945.
Setelah kemenangan Soedirman dalam Palagan Ambarawa, pada tanggal 18 Desember 1945 dia dilantik sebagai Jenderal oleh Presiden Soekarno. Soedirman memperoleh pangkat Jenderal tersebut tidak melalui sistem Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya, tapi karena prestasinya.
Peran dalam Agresi Militer II Belanda
Saat terjadinya Agresi Militer II Belanda, Ibukota Republik Indonesia dipindahkan di Yogyakarta, karena Jakarta sudah diduduki oleh tentara Belanda. Soedirman memimpin pasukannya untuk membela Yogyakarta dari serangan Belanda II tanggal 19 Desember 1948 tersebut. Dalam perlawanan tersebut, Soedirman sudah dalam keadaan sangat lemah karena penyakit tuberkulosis yang dideritanya sejak lama. Walaupun begitu dia ikut terjun ke medan perang bersama pasukannya dalam keadaan ditandu, memimpin para tentaranya untuk tetap melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda secara gerilya.
Penyakit yang diderita Soedirman saat berada di Yogyakarta semakin parah. Paru-parunya yang berfungsi hanya tinggal satu karena penyakitnya. Yogyakarta pun kemudian dikuasai Belanda, walaupun sempat dikuasai oleh tentara Indonesia setelah Serangan Umum 1 Maret 1949. Saat itu, Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta dan beberapa anggota kabinet juga ditangkap oleh tentara Belanda. Karena situasi genting tersebut, Soedirman dengan ditandu berangkat bersama pasukannya dan kembali melakukan perang gerilya. Ia berpindah-pindah selama tujuh bulan dari hutan satu ke hutan lain, dan dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah dan dalam kondisi hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis. Walaupun masih ingin memimpin perlawanan tersebut, akhirnya Soedirman pulang dari kampanye gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam kampanye gerilya melawan Belanda.
Setelah Belanda menyerahkan kepulauan nusantara sebagai Republik Indonesia Serikat dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Jenderal Soedirman kembali ke Jakarta bersama Presiden Soekarno, dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Kematian
Pada tangal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman meninggal dunia di Magelang, Jawa Tengah karena sakit tuberkulosis parah yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh beberapa jenderal di RI sampai sekarang.
Warisan budaya
Monumen Jenderal Soedirman di Surabaya
Patung dan monumen Jenderal Soedirman didirikan di banyak kota di Indonesia, seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya.
Banyak kota besar di Indonesia mempunyai jalan raya yang dinamakan "Jalan Jenderal Sudirman".
Sebuah perguruan tinggi negeri di Purwokerto, Jawa Tengah diberi nama Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).
0
901K
Kutip
227
Balasan
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Cinta Indonesiaku
5.3KThread•2.5KAnggota
Tampilkan semua post
capt_alfons
#33
Pahlawan Revolusi
Kaskus ID : capt_alfons
Kategori : Pahlawan dan Tokoh Nasional
Bentuk karya : Artikel + Gambar
Sumber : http://www.tokohindonesia.com/ensikl...an/index.shtml
Keterangan : Letjend. Anum. Siswondo Parman
Nama: Letnan Jenderal Anumerta S. Parman
Lahir: Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918
Agama: Islam
Pendidikan Umum Terakhir: Sekolah Tinggi Kedokteran (tidak tamat)
Pendidikan Lain: Kenpei Kasya Butai
Pendidikan Tentara: Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai
Karier Militer:
- Tahun 1964, Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Tahun 1959, Atase Militer RI di London
- Staf di Kementerian Pertahanan
- Maret tahun 1950, Kepala Staf G
- Desember tahun 1949 Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.
- Tahun 1945, Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta
- Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda Penghormatan: Pahlawan Revolusi
Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Letnan Jenderal Anumerta S. Parman (1918-1965)
Setia Pada Pancasila
Kata orang bijak, fitnah lebih kejam daripada membunuh. Dan apa yang dilakukan oleh PKI pada tujuh perwira pada malam 30 September 1965 jauh lebih kejam lagi. Setelah memfitnah dengan menyebutkan bahwa para Jenderal itu telah bekerjasama dengan satu negara luar untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI juga menculik dan membunuh perwira-perwira tersebut secara sadis dan biadab. Letjen. Anumerta S. Parman yang waktu itu menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat termasuk salah satu dari ketujuh perwira tersebut.
Pria kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI.
Perwira yang gugur sebagai Pahlawan Revolusi ini lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Pendidikan umum yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.
Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.
Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.
Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959. Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.
Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.
Maka pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.
S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.
Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.
Kategori : Pahlawan dan Tokoh Nasional
Bentuk karya : Artikel + Gambar
Sumber : http://www.tokohindonesia.com/ensikl...an/index.shtml
Keterangan : Letjend. Anum. Siswondo Parman
Quote:
Nama: Letnan Jenderal Anumerta S. Parman
Lahir: Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918
Agama: Islam
Pendidikan Umum Terakhir: Sekolah Tinggi Kedokteran (tidak tamat)
Pendidikan Lain: Kenpei Kasya Butai
Pendidikan Tentara: Military Police School, Amerika Serikat.
Pengalaman Pekerjaan: Jawatan Kenpeitai
Karier Militer:
- Tahun 1964, Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad)
- Tahun 1959, Atase Militer RI di London
- Staf di Kementerian Pertahanan
- Maret tahun 1950, Kepala Staf G
- Desember tahun 1949 Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.
- Tahun 1945, Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta
- Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
Tanda Penghormatan: Pahlawan Revolusi
Meninggal: Jakarta, 1 Oktober 1965
Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta
Letnan Jenderal Anumerta S. Parman (1918-1965)
Setia Pada Pancasila
Kata orang bijak, fitnah lebih kejam daripada membunuh. Dan apa yang dilakukan oleh PKI pada tujuh perwira pada malam 30 September 1965 jauh lebih kejam lagi. Setelah memfitnah dengan menyebutkan bahwa para Jenderal itu telah bekerjasama dengan satu negara luar untuk menjatuhkan Presiden Soekarno, PKI juga menculik dan membunuh perwira-perwira tersebut secara sadis dan biadab. Letjen. Anumerta S. Parman yang waktu itu menjabat sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat termasuk salah satu dari ketujuh perwira tersebut.
Pria kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah ini merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan rahasia PKI karena itulah dirinya termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan yang membuatnya dimusuhi dan menjadi korban pembunuhan PKI.
Perwira yang gugur sebagai Pahlawan Revolusi ini lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Pendidikan umum yang pernah diikutinya adalah sekolah tingkat dasar, sekolah menengah, dan Sekolah Tinggi Kedokteran. Namun sebelum menyelesaikan dokternya, tentara Jepang telah menduduki Republik sehingga gelar dokter pun tidak sampai berhasil diraihnya.
Setelah tidak bisa meneruskan sekolah kedokteran, ia sempat bekerja pada Jawatan Kenpeitai. Di sana ia dicurigai Jepang sehingga ditangkap, namun tidak lama kemudian dibebaskan kembali. Sesudah itu, ia malah dikirim ke Jepang untuk mengikuti pendidikan pada Kenpei Kasya Butai. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.
Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulanDesember, tahun 1945, ia diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.
Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember tahun 1949 ia ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya. Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling. Selanjutnya, pada Maret tahun 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London pada tahun 1959. Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, ia diserahi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.
Ketika menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Namun sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI. Maka ketika PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Ia bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu. Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI.
Maka pada pemberontakan yang dilancarkan oleh PKI tanggal 30 September 1965, dirinya menjadi salah satu target yang akan diculik dan dibunuh. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari, Letjen. TNI Anumerta S. Parman bersama enam perwira lainnya yakni Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta Suprapto; Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono; Mayjen. TNI Anumerta D.I. Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan.
S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira lainnya ia dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.
Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.
0
Kutip
Balas