- Beranda
- Mancanegara
+++ Kumpulan Tempat Wisata Internasional +++ (Update Trus)
...
TS
kadalxburik
+++ Kumpulan Tempat Wisata Internasional +++ (Update Trus)
ASIA
Singapura!
Kalau kita sebut Singapura, pasti yang diasosiasikan adalah belanja dan berobat. Memang Badan Turisme Singapura berani promosi besar-besaran untuk menggalakan turisme. Orang Singapura cenderung kurang ramah dibandingin dengan rata-rata orang Indonesia. Mungkin karena biaya hidup yang cenderung lebih tinggi. Penduduk sini juga senengnya complain tentang segala sesuatu dan seneng ngantri.
Sudut-sudut kota akan didandani sesuai dengan festive season. Kalau Imlek sudah dekat, wah dimana-mana sudah siap dijual pernak-pernik Imlek. Seperti buah kumquat yang biasa dijadikan hiasan dirumah-rumah. Biasanya pohon-pohon ini diimpor dari Negara Malaysia.
Di China Town juga penjual musiman akan menjual berbagai macam pernak-pernik dan makanan yang biasa diidentikan dengan Imlek. Nah kalau kita datang hari terakhir menjelang Imlek, para pedagang akan memberi diskon besar-besaran untuk barang dagangannya.
Spoiler for singapura:
Salah satu makanan khas yang biasa dihidangkan saat tamu datang adalah dendeng babi manis ala Singapura. Yang paling enak (katanya lho karena saya tidak suka rasa daging babi) Lim Chee Guan di 203 New Bridge Rd dan 1 Park Road #01-25 People’s Park Complex. Walaupun yang lebih gencar promosi dan lebih banyak cabnagnya adalah merk lain.
Shopping
Untuk shopping mau cari yang murmer dan merk top juga ada. Untuk mendapatkan barang-barang merk seperti Girodano yang cenderung lebih miring dari harga di outlet resminya, bisa pergi ke OG. OG ada beberapa lokasi di Singapura. Bugis, Orchard dan China Town.
Untuk nyari barang-barang bermerk yang biasa dijual oleh took Club21 bisa didapat di Pacific Plaza 03-09.
Buat yang tergila-gila dengan sepatu, tas merk Charles & Keith dan ingin dapat harga lebih miring bisa didapt di Anchorpoint.
Untuk dapatin barang-barang Esprit dengan harga miring bisa pergi ke Northpoint di daerha Yishun. Sedangkan untuk G2000 bisa pergi ke IMM Mall di Jurong.
Spoiler for singapura:
Buat barang-barang elektronik, surganya adalah di Sim Lim Square (didaerah Bugis) dan Funan IT Mall (di daerah City Hall)
Penginapan
Untuk akomodasi di Singapura mau cari kamar di apartemen yang disewa harian didaerah Orchard, China Town atau dekat-dekat rumah sakit ada. Harganya bervariasi mulai dari yang SGD 70-SGD 100 tergantung ada tidak nya kamar mandi didalam, ada AC apa tidak ada AC dan besar kamar.
Kalau untuk hotel, sebaiknya jangan menginap di hotel 81 atau Fragrance. Apalagi yang di Geylang. Ini hotel-hotel yang cabangnya ada beberapa di Singapura biasa dipakai untuk esek-esek.
Tempat Main
* Jurong Bird Park
* Botanical Garden
* Kebon Binatang (keren dan bersih)
Sentosa. Salah satu acara tahunan pesta mereka yang berjiwa muda diadakan disini: Zouk Out. Disini juga akan dibangun salah satu resor judi.
Ada Sea World juga disini. Sekarang bisa dicapai dengan bis atau taksi.
East Coast Park: cocok buat main sepeda, roller-skating, piknik, pacaran, ajak anjing jalan-jalan, dsb
Mount Faber: resto Jewel Box nya romantis. Cocok buat makan malam dengan pasangan. [url]www.mountfaber.com.sg[/url]
Spoiler for singapura:
Tempat Makan
Kalau soal makanan di Singapura 24 jam pasti ada aja tempat makanan yang buka dan buanyaaaak banget tempat makanan enak. Mau yang ramah dompet sampai yang agresif buat dompet. Mau yang halal juga non-halal.
Ini yang murah meriah :
Maxwell Rd Amoy St Food Ctr #02-90: Beef Noodle
Maxwell Rd Amoy St Food Ctr #02-120: Masakan ala Penang
People’s Park Food P#01-1066: Poy Kee Yong Tau Foo
316 Changi Road: Seng Kee Mushroom Minced Pork Noodles
10 Raeburn Park, (Former Gan Eng Seng Sch)#01-24-26 Marketing Institute of Singapore:Seventh Heaven
Tiong Bahru Market: disini banyak banget makanan enak-enak, diantaranya:
Teng Yu Chee Cheong Fun Porridge
Tiong Bahru Pao. Yang terkenal char siew pao-nya. Ga halal.
Tiong Bahru Hokkien Prawn Mee
Walaupun Newton Circus sebagai salah satu tempat yang dianjurkan oleh Badan Turisme Singapura, saya sih ga menyarankan untuk pergi kesini. Karena ada beberapa pedagang yang kalau tahu yang mau beli adalah turis, harganya akan diketok banget.
Kalau mau yang lebih lengkap, masuk sini ini blog sudah terbukti penilaiannnya cukup objektif: ieatishootipost
Spoiler for singapura:
Beberapa makanan khas ala Singapura:
Nasi ayam Hainan:
Loy Kee:342 Balestier Road
Tian-Tian Hainanese Chicken Rice Maxwell Road Hawker Centre
Boon Tong Kee 401 Balestier Road
Wee Nam Kee Hainanese Chicken Rice: 275,Thomson Road #01-05 Novena Ville
Chilli Crab.
Lebih baik pergi ke East Coast Seafood Centre. Disini berkumpul resto-resto yang terkenal enak dalam menyajikan chilli crabnya, seperti Jumbo Restaurant (bukan cabang resto dengan nama yang sama di Hong Kong), Red Top Restaurant dan No Name Restaurant.
Spoiler for singapura:



0
80.6K
322
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Mancanegara
5.9KThread•3.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kadalxburik
#7
Dari PKL hingga Patpong
Mau melihat model pengaturan PKL yang apik dan bisa untuk cuci mata? Datang saja ke Chatuchak Week End Market di Bangkok. Lokasinya berada pada lot (kawasan) yang luas di dekat stasiun bus dan perhentian BTS (sky-train) Mo-Chit.
Perhentian yang disebut terakhir itu menghubungkan jaringan BTS ke pusat kota seperti National Stadium atau Silom, berdekatan dengan kantor Land Transportation Department (serupa DLLAJR) Bangkok di kawasan Thanon Champhaeng Pet. Kalau naik taksi atau tuk tuk, itu lebih praktis karena kita akan diantar hingga ke depan gerbang pasar Chatuchak.
Pasar tersebut memang dirancang khusus untuk mewadahi para PKL dalam memperoleh sarana untuk menjual barang dagangannya. Di sana dijual beragam komoditas seperti ikan segar, ikan kering hingga barang pecah belah dan elektronik. Tapi yang paling banyak adalah barang fesyen (pakaian, sepatu, aksesoris) dan makanan.
Sebagai pasar akhir pekan, pada hari kerja lokasinya berubah menjadi lahan kosong yang dimanfaatkan untuk area parkir. Jadi memang benar-benar pasar untuk menampung PKL pada Sabtu pagi hingga Minggu malam dengan tendanya yang siap dibongkar pasang alias tidak permanen dan diangkut pulang (tidak boleh dititipkan di suatu tempat di kawasan pasar). PKL-nya sangat tertib dan sadar lingkungan.
Saya membayangkan seandainya pasar akhir pekan di kawasan Simpanglima Semarang ditata ulang dengan mencontoh konsepsi Chatuchak. Dalam hal ini, peran dan komitmen pemerintah dan para stakeholder sangat dinantikan para PKL dan masyarakat.
Kembali ke Thailand, komitmen pemerintah (baca: kerajaan) di sana terhadap kelangsungan hidup rakyatnya seperti petani, nelayan, perajin dan PKL sangat tinggi. Walhasil, semangat untuk mempromosikan produk lokal sangat aktif.
Kabarnya, dominasi produk lokal di pasar Thailand rata-rata mencapai 90% berasal dari dagangan PKL. Apalagi pemerintah Thailand mencanangkan konsepsi ”one village one product” (satu desa mempunyai satu produk unggulan) sejak 2004 yang gencar dipromosikan di media masa termasuk ke CNN.
Kebijakan tersebut mendorong kemunculan keanekaragaman produk pertanian dan perikanan unggulan serta pengayaan produk kerajinan yang inovatif. Dengan demikian terjadilah gerakan peningkatan produktivitas secara bersama-sama pada hampir semua desa dan ini membawa dampak pada peningkatan pendapatan perseorangan masyarakat dan pendapatan daerah. Kebijakan seperti itu sudah ditiru di beberapa tempat di Indonesia dan perlu ditangani secara serius supaya kita dapat mengejar ketinggalan Thailand sebagai ”teman sepermainan” Indonesia pada era 1980-an.
Tak termungkiri, Thailand memiliki banyak sekali makanan tradisional yang khas dan eksotis. Banyak makanan yang diracik dengan dekorasi menarik. Bila kita menyusuri trotoar di sepanjang jalan di Thailand, maka di kiri kanan kita pastilah banyak gerai penjaja makanan, minuman, dan buah-buahan segar.
Kebanyakan bebuahannya segar, dikupas, dan dikemas dengan bentuk yang menarik. PKL makanan memasak menu dengan rempah khas yang maknyus seperti som tam, tom yam, dan banyak lagi lainnya. Itu semua dilengkapi dengan lalapan aneka daun yang segar. Wah, tak terasa kita harus mendegut air liur karena ingin cepat-cepat mencicipinya. Belum lagi jajanan pasarnya yang mungil-mungil dan cantik dengan warna-warna menarik. Betul-betul surga makanan.
Selain itu, pakaian dan aksesoris yang dijual di tepi jalan juga sangat fashionable alias bergaya butik, terutama untuk pakaian wanita. Bagaimana dengan busana untuk laki-laki? Sepertinya produk-produk yang banyak diperjualbelikan para PKL di sepanjang jalan, juga di mal di kota-kota besar di Thailand lebih banyak memanjakan kaum wanita.
Bagaimana dengan penampilan para PKL di sana? Banyak dari mereka adalah anak-anak muda dengan penampilan yang trendi, baik busana maupun gaya rambutnya. Bagi mereka, tak ada gengsi-gengsian. Apalagi menjadi PKL tampaknya memiliki gengsi tersendiri sehingga mereka tampil percaya diri. Mereka membentuk komunitas yang rapat dan kompak sehingga mampu untuk maju bersama.
Para penjaja makanan di sepanjang trotoar di Thailand biasanya akan menutup lapaknya pada sekitar pukul 23.00. Dan kalau dihubungkan dengan bagaimana mereka berpenampilan, ada sesuatu yang dahsyat kalau kita mencermati mereka. Bayangkan, seusai berjualan, para PKL, khususnya yang perempuan masih menyempatkan diri untuk membersihkan kuku, tangan dan kakinya (menicure dan pedicure). Hmm..
Tentu saja bukan cuma soal makanan saja yang menarik di Bangkok. Beberapa tempat yang sering direkomendasikan, baik oleh orang-orang yang pernah ke sana maupun agen wisata, antara lain Grand Palace (salah satu istana raja dengan bangunan khasnya yang dilapisi dengan emas dan potongan kaca), patung Sleeping Buddha Wat Poo yang berukuran besar, Kuil Wat Arun (dan beberapa kuil lain), pasar-pasar terapung, dan peternakan buaya di pinggiran kota (Samut Prakan). Semua itu menjadi ikon wisata Bangkok.
Selain tempat-tempat itu, ada satu lokasi yang seolah-olah ”wajib” didatangi. Yakni, Patpong, suatu lokasi wisata malam yang menjadi lokomotif penggerak utama industri pariwisata Thailand sejak lama.
Kehadiran sungai Chao Phraya yang terkenal sebagai River of Kings (Sungai Para Raja) yang membelah kota Bangkok mempunyai makna tersendiri bagi perekonomian dan mata rantai ekosistem yang sangat beragam. Sungai tersebut mengalir dari utara ke selatan dan bermuara di Teluk Thailand. Untuk perbandingan saja, lebar sungai tersebut mungkin sekitar 8 hingga 10 kali lebar sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Ini estimasi kasar karena sungai Banjir Kanal dari hari ke hari terus menyempit.
Betapa pentingnya sungai tersebut bagi kota Bangkok. Tak hanya untuk transportasi air, sungai tersebut juga memiliki arti yang sangat penting untuk perekonomian. Lihat saja, dari pagi hingga malam dan kembali ke pagi lagi tanpa pernah terputus, aktivitas ekonomi dan lingkungan senantiasa mengalir bersamaan dengan arus air ke laut.
Kapal tongkang yang menyemut berarak-arak mengangkut beras dari lumbung-lumbung padi, buah-buahan serta hasil bumi Thailand lainnya untuk dikapalkan. Ada juga arak-arakan tongkang yang mengangkut pasir dan tanah kerukan delta dari muara melawan arus aliran sungai, dan juga ratusan tongkang minyak. Itu masih ditambah lalu lalang kapal penumpang yang beragam jenisnya, dari feri sampai jukung kecil. Yang pasti, ada banyak hal yang bisa kita nikmati di Bangkok.
Perjamuan di Atas Sungai
Wisatawan yang memanfaatkan Sungai Chao Phraya sebagai objek wisata sangat bervariasi, bahkan boleh dikatakan segmentasinya beragam. Yang jelas dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari golongan bawah hingga yang jetset.
Dari mata hari terbit hingga terbenam sungai tersebut banyak diseberangi untuk wisata ke objek-objek yang berada di kanan dan kiri sungai seperti Wat Arun, Wat Poo dan Grand Palace.
Keistimewaan wisata sungai yang dikembangkan di situ terutama bisa dijumpai dengan adanya kapal pesiar yang mengarungi sungai pada siang hari.
Suasana akan semakin semarak di malam hari, khususnya di kapal pesiar. Banyak penyedia jasa wisata yang membuka layanan makan malam (gala dinner) di atas kapal pesiar sekaligus melakukan penjelajahan sungai dengan kapal tersebut. Perjalanan malamdi atas perairan di tengah-tengah kota Bangkok sembari menikmati angin Siam pasti memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi yang mengalaminya.
Kebetulan saya mendapat undangan gala dinner bersama sekitar 20 orang di kapal pesiar Bangkok Riverside. Kapal itu lumayan mewah. Bentuknya seperti Titanic dengan tiga dek dan geladak. Tak hanya berfungsi sebagai kapal, ini juga merupakan restoran terapung yang bisa memuat sekitar 500 orang. Malam itu, perjalanan menjelajahi Chao Phraya dimulai pada pukul 19.00 dan akan berakhir pada 21.00 waktu setempat. Begitu banyak kapal pesiar yang berfungsi sebagai restoran apung di perairan tersebut.
Selama berjalan itu, setidaknya ada 10 kapal pesiar yang berpapasan dengan kapal yang kami tumpangi. Itu belum menghitung restoran apung yang lebih kecil. Kalau setiap hotel di tepi Chao Phraya mempunyai 1 atau 2 kapal pesiar untuk mengangkut tamu-tamunya, hitung saja berapa. Padahal jumlah hotel di situ puluhan.
Jadi, begitu padatnya arus lalu lintas sungai Chao Phraya. Berapa kira-kira uang yang masuk dari tempat itu? Mungkin dalam sehari bisa mencapai miliaran baht. Itu kemungkinan yang masuk akal.
Sebab, saya melihat setiap kapal yang berpapasan dengan kapal kami selalu penuh orang. Jadi, memang begitu hebatnya jaringan kerja para pebisnis wisata di Bangkok dalam menggaet tamu-tamunya. Bagaimana dengan Indonesia yang jelas-jelas memiliki ratusan sungai besar dan kecil dan tak kalah menariknya dengan Chao Phraya? Ini tantangan bagi kita, khusus dalam pengembangan wisata air.



Mau melihat model pengaturan PKL yang apik dan bisa untuk cuci mata? Datang saja ke Chatuchak Week End Market di Bangkok. Lokasinya berada pada lot (kawasan) yang luas di dekat stasiun bus dan perhentian BTS (sky-train) Mo-Chit.
Perhentian yang disebut terakhir itu menghubungkan jaringan BTS ke pusat kota seperti National Stadium atau Silom, berdekatan dengan kantor Land Transportation Department (serupa DLLAJR) Bangkok di kawasan Thanon Champhaeng Pet. Kalau naik taksi atau tuk tuk, itu lebih praktis karena kita akan diantar hingga ke depan gerbang pasar Chatuchak.
Pasar tersebut memang dirancang khusus untuk mewadahi para PKL dalam memperoleh sarana untuk menjual barang dagangannya. Di sana dijual beragam komoditas seperti ikan segar, ikan kering hingga barang pecah belah dan elektronik. Tapi yang paling banyak adalah barang fesyen (pakaian, sepatu, aksesoris) dan makanan.
Spoiler for chatuchak:
Sebagai pasar akhir pekan, pada hari kerja lokasinya berubah menjadi lahan kosong yang dimanfaatkan untuk area parkir. Jadi memang benar-benar pasar untuk menampung PKL pada Sabtu pagi hingga Minggu malam dengan tendanya yang siap dibongkar pasang alias tidak permanen dan diangkut pulang (tidak boleh dititipkan di suatu tempat di kawasan pasar). PKL-nya sangat tertib dan sadar lingkungan.
Saya membayangkan seandainya pasar akhir pekan di kawasan Simpanglima Semarang ditata ulang dengan mencontoh konsepsi Chatuchak. Dalam hal ini, peran dan komitmen pemerintah dan para stakeholder sangat dinantikan para PKL dan masyarakat.
Kembali ke Thailand, komitmen pemerintah (baca: kerajaan) di sana terhadap kelangsungan hidup rakyatnya seperti petani, nelayan, perajin dan PKL sangat tinggi. Walhasil, semangat untuk mempromosikan produk lokal sangat aktif.
Spoiler for chatuchak:
Kabarnya, dominasi produk lokal di pasar Thailand rata-rata mencapai 90% berasal dari dagangan PKL. Apalagi pemerintah Thailand mencanangkan konsepsi ”one village one product” (satu desa mempunyai satu produk unggulan) sejak 2004 yang gencar dipromosikan di media masa termasuk ke CNN.
Kebijakan tersebut mendorong kemunculan keanekaragaman produk pertanian dan perikanan unggulan serta pengayaan produk kerajinan yang inovatif. Dengan demikian terjadilah gerakan peningkatan produktivitas secara bersama-sama pada hampir semua desa dan ini membawa dampak pada peningkatan pendapatan perseorangan masyarakat dan pendapatan daerah. Kebijakan seperti itu sudah ditiru di beberapa tempat di Indonesia dan perlu ditangani secara serius supaya kita dapat mengejar ketinggalan Thailand sebagai ”teman sepermainan” Indonesia pada era 1980-an.
Tak termungkiri, Thailand memiliki banyak sekali makanan tradisional yang khas dan eksotis. Banyak makanan yang diracik dengan dekorasi menarik. Bila kita menyusuri trotoar di sepanjang jalan di Thailand, maka di kiri kanan kita pastilah banyak gerai penjaja makanan, minuman, dan buah-buahan segar.
Kebanyakan bebuahannya segar, dikupas, dan dikemas dengan bentuk yang menarik. PKL makanan memasak menu dengan rempah khas yang maknyus seperti som tam, tom yam, dan banyak lagi lainnya. Itu semua dilengkapi dengan lalapan aneka daun yang segar. Wah, tak terasa kita harus mendegut air liur karena ingin cepat-cepat mencicipinya. Belum lagi jajanan pasarnya yang mungil-mungil dan cantik dengan warna-warna menarik. Betul-betul surga makanan.
Spoiler for chatuchak:
Selain itu, pakaian dan aksesoris yang dijual di tepi jalan juga sangat fashionable alias bergaya butik, terutama untuk pakaian wanita. Bagaimana dengan busana untuk laki-laki? Sepertinya produk-produk yang banyak diperjualbelikan para PKL di sepanjang jalan, juga di mal di kota-kota besar di Thailand lebih banyak memanjakan kaum wanita.
Bagaimana dengan penampilan para PKL di sana? Banyak dari mereka adalah anak-anak muda dengan penampilan yang trendi, baik busana maupun gaya rambutnya. Bagi mereka, tak ada gengsi-gengsian. Apalagi menjadi PKL tampaknya memiliki gengsi tersendiri sehingga mereka tampil percaya diri. Mereka membentuk komunitas yang rapat dan kompak sehingga mampu untuk maju bersama.
Para penjaja makanan di sepanjang trotoar di Thailand biasanya akan menutup lapaknya pada sekitar pukul 23.00. Dan kalau dihubungkan dengan bagaimana mereka berpenampilan, ada sesuatu yang dahsyat kalau kita mencermati mereka. Bayangkan, seusai berjualan, para PKL, khususnya yang perempuan masih menyempatkan diri untuk membersihkan kuku, tangan dan kakinya (menicure dan pedicure). Hmm..
Spoiler for chatuchak:
Tentu saja bukan cuma soal makanan saja yang menarik di Bangkok. Beberapa tempat yang sering direkomendasikan, baik oleh orang-orang yang pernah ke sana maupun agen wisata, antara lain Grand Palace (salah satu istana raja dengan bangunan khasnya yang dilapisi dengan emas dan potongan kaca), patung Sleeping Buddha Wat Poo yang berukuran besar, Kuil Wat Arun (dan beberapa kuil lain), pasar-pasar terapung, dan peternakan buaya di pinggiran kota (Samut Prakan). Semua itu menjadi ikon wisata Bangkok.
Selain tempat-tempat itu, ada satu lokasi yang seolah-olah ”wajib” didatangi. Yakni, Patpong, suatu lokasi wisata malam yang menjadi lokomotif penggerak utama industri pariwisata Thailand sejak lama.
Kehadiran sungai Chao Phraya yang terkenal sebagai River of Kings (Sungai Para Raja) yang membelah kota Bangkok mempunyai makna tersendiri bagi perekonomian dan mata rantai ekosistem yang sangat beragam. Sungai tersebut mengalir dari utara ke selatan dan bermuara di Teluk Thailand. Untuk perbandingan saja, lebar sungai tersebut mungkin sekitar 8 hingga 10 kali lebar sungai Banjir Kanal Barat, Semarang. Ini estimasi kasar karena sungai Banjir Kanal dari hari ke hari terus menyempit.
Betapa pentingnya sungai tersebut bagi kota Bangkok. Tak hanya untuk transportasi air, sungai tersebut juga memiliki arti yang sangat penting untuk perekonomian. Lihat saja, dari pagi hingga malam dan kembali ke pagi lagi tanpa pernah terputus, aktivitas ekonomi dan lingkungan senantiasa mengalir bersamaan dengan arus air ke laut.
Kapal tongkang yang menyemut berarak-arak mengangkut beras dari lumbung-lumbung padi, buah-buahan serta hasil bumi Thailand lainnya untuk dikapalkan. Ada juga arak-arakan tongkang yang mengangkut pasir dan tanah kerukan delta dari muara melawan arus aliran sungai, dan juga ratusan tongkang minyak. Itu masih ditambah lalu lalang kapal penumpang yang beragam jenisnya, dari feri sampai jukung kecil. Yang pasti, ada banyak hal yang bisa kita nikmati di Bangkok.
Spoiler for chatuchak:
Perjamuan di Atas Sungai
Wisatawan yang memanfaatkan Sungai Chao Phraya sebagai objek wisata sangat bervariasi, bahkan boleh dikatakan segmentasinya beragam. Yang jelas dari seluruh lapisan masyarakat, mulai dari golongan bawah hingga yang jetset.
Dari mata hari terbit hingga terbenam sungai tersebut banyak diseberangi untuk wisata ke objek-objek yang berada di kanan dan kiri sungai seperti Wat Arun, Wat Poo dan Grand Palace.
Keistimewaan wisata sungai yang dikembangkan di situ terutama bisa dijumpai dengan adanya kapal pesiar yang mengarungi sungai pada siang hari.
Suasana akan semakin semarak di malam hari, khususnya di kapal pesiar. Banyak penyedia jasa wisata yang membuka layanan makan malam (gala dinner) di atas kapal pesiar sekaligus melakukan penjelajahan sungai dengan kapal tersebut. Perjalanan malamdi atas perairan di tengah-tengah kota Bangkok sembari menikmati angin Siam pasti memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi yang mengalaminya.
Kebetulan saya mendapat undangan gala dinner bersama sekitar 20 orang di kapal pesiar Bangkok Riverside. Kapal itu lumayan mewah. Bentuknya seperti Titanic dengan tiga dek dan geladak. Tak hanya berfungsi sebagai kapal, ini juga merupakan restoran terapung yang bisa memuat sekitar 500 orang. Malam itu, perjalanan menjelajahi Chao Phraya dimulai pada pukul 19.00 dan akan berakhir pada 21.00 waktu setempat. Begitu banyak kapal pesiar yang berfungsi sebagai restoran apung di perairan tersebut.
Spoiler for chatuchak:
Selama berjalan itu, setidaknya ada 10 kapal pesiar yang berpapasan dengan kapal yang kami tumpangi. Itu belum menghitung restoran apung yang lebih kecil. Kalau setiap hotel di tepi Chao Phraya mempunyai 1 atau 2 kapal pesiar untuk mengangkut tamu-tamunya, hitung saja berapa. Padahal jumlah hotel di situ puluhan.
Jadi, begitu padatnya arus lalu lintas sungai Chao Phraya. Berapa kira-kira uang yang masuk dari tempat itu? Mungkin dalam sehari bisa mencapai miliaran baht. Itu kemungkinan yang masuk akal.
Sebab, saya melihat setiap kapal yang berpapasan dengan kapal kami selalu penuh orang. Jadi, memang begitu hebatnya jaringan kerja para pebisnis wisata di Bangkok dalam menggaet tamu-tamunya. Bagaimana dengan Indonesia yang jelas-jelas memiliki ratusan sungai besar dan kecil dan tak kalah menariknya dengan Chao Phraya? Ini tantangan bagi kita, khusus dalam pengembangan wisata air.
Spoiler for chatuchak:



0
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]
[/IMG]