TS
lumba2terbang
Kumpulan Kisah Sahabat Nabi dan Awliya serta orang soleh
alow kaskuser,,,, newbie mau bagi2 kisah para wali nih, ntar diupdate terus 
Index

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Habib Soleh Tanggul


Index
Quote:
Habib Soleh Tanggul
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Spoiler for isi:
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
Habib Soleh Tanggul

Spoiler for isi:
Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan dawahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
tata604 memberi reputasi
1
61.8K
Kutip
190
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
lumba2terbang
#34
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
Sang wara' semenjak kecil
Nama aslinya Muhammad bin Ali bin Wahab Taqiyuddin bin Daqiq al-Id al-Qusyairi, dilahirkan di daerah Laut Merah ketika ayahnya hendak melaksanakan ibadah haji, hari Sabtu 15 Sya'ban 625 H. Ketika ayahnya memasuki Ka'bah, ia menggendong putranya itu kemudian melakukan thawaf sambil berdoa, memohon semoga Allah menjadikan putranya ini seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya. Daqiq al-Id adalah nama kakeknya, dan oleh karena itu ia juga disebut Ibn Daqiq al-Id yang artinya cucu Daqiq al-Id. Al-Adfuwi menisahkan sebab penamaan kakeknya dengan Daqiq al-Id. Pada suatu ketika di hari raya beliau memakai Tailasan (sejenis selendang panjang) yang sangat putih. Lalu ada sebagian orang berkata : "Ini seperti tepung hari raya”, maka beliau dipanggil dengan nama itu.
Masa kecil Taqiyuddin
Taqiyuddin menghabiskan masa kecilnya di Qaus (selatan Mesir) di mana ayahnya mengajar di madrasah yang dibangun oleh al-Najib bin Hibatullah tahun 607 H. Si cerdas yang kelak lebih terkenal dengan nama Ibn Daqiq al-Id ini berguru pada ayahnya sendiri yang mengajar fiqh madzhab Maliki dan Syafi'i. Ibunya juga dari Qaus, putri seorang yang terkenal yaitu Imam Taqiyuddin al-Mudhoffar bin Abdullah bin Ali bin Husein. Dengan demikian ia bernasab mulia baik dari pihak ayah maupun ibunya.
Ibnu Hajar dalam kitabnya “al-Durar al-Kaminah” mengatakan, bahwa Taqiyuddin tumbuh di Qaus dalam satu aktifitas saja yaitu diam, hati-hati dalam berucap dan berbuat, sibuk dengan ilmu, konsisiten dengan agama dan sangat menjauhi najis. Tentang hal terakhir ini ibu tirinya pernah bercerita : “Ayahnya menikahi saya ketika dia berumur 10 tahun, suatu ketika saya melihat dia sibuk mecuci lumpang (sejenis tempat air berukuran kecil) lama sekali. Karena ingin tahu saya bilang pada ayahnya: "Apa yang dilakukan si kecil itu", kemudian ayahnya bertanya pada sikecil "Muhammad, apa yang kamu lakukan?”, Dia menjawab : "Aku ingin mengisinya dengan tinta, maka dari itu aku mencucinya supaya suci dan bersih".
Taqiyuddin, kendatipun konsisten, wara', dan takwa ia juga suka bercanda, meskipun tetap menjaga ibadah dan ke-wara’-annya. al-Adfuwi dalam hal ini mencatat : "Orang-orang di Qaus bercerita padaku bahwa beliau pernah bermain catur –pada masa kecilnya- dengan saudara iparnya. Ketika datang waktu shalat Isya keduanya beranjak untuk shalat. Kemudian beliau berkata: "Kita main lagi" dan iparnya berkata: "Boleh, kalau jarum jam bisa berputar mundur". Maka beliaupun tidak bermain lagi.
Mula-mula Taqiyuddin belajar membaca Alquran sampai mantap, kemudian pergi menuntut ilmu-ilmu syariat dan hadits ke Damaskus dan Iskandariah setelah ia belajar fiqh dan hadits dari ayahnya, juga ulama dan fuqoha' lain di Qaus yang marak di Shaid Mesir (daerah selatan mesir) pada waktu itu. Ia belajar bahasa Arab pada Syarafuddin Muhammad bin Abil Fadl al-Mursi dan juga yang lain, dan belajar ushul fiqh pada ayahnya dan mengikuti pengajian Qodhi Syamsuddin ketika menjadi hakim di Qaus
Taqiyuddin sang kutu buku
Taqiyuddin –rahimahullah- adalah orang yang banyak membaca, hingga ada yang mengatakan tidak ada satu kitab pun di perpustakan madrasah di mana dia mengajar dan belajar, baik di Kairo maupun di Qaus kecuali ada catatan tangannya. Mengenai karyanya, Haji Khalifah mengatakan : "Seandainya kumpulan karyanya hanya apa yang dia tuangkan dalam kitab al-'Umdah, maka ini sudah menjadi bukti keutamaan dan kemantapan serta keluhuran tingkatannya dalam ilmu dan kemuliaan. Bagaimana tidak?, beliau telah men-syarah al-Ilmam yang mencakup hukum-hukum juga kaidah periwayatan dan kaidah penggunaan akal, bermacam-macam sastra, poin-poin masalah yang menjadi perbedaan di kalangan ulama', pembahasan mantiq, nuansa bayan, materi kebahasaan, kajian nahwu, epos sejarah dan isyarat-isyarat sufistik. Ibn Daqiq juga mempunyai kitab “Iqtinashus sawanih” yang mencakup hal-hal aneh dan pembahasan sesuatu yang langka. Ia juga mempunyai catatan pada mukadimah kitab Abdul Haq, juga kitab ulumul hadits yang kita kenal dengan “al-Iqtirah fi Ma'rifatil Ishtilah”. Bukan itu saja ia juga mempunyai kumpulan khutbah dan komentar-komentar.
Taqiyuddin maha guru dan hakim agung
Ketika tiba di Kairo, ia mengajar di berbagai madrasah. Pada mulanya adalah al-Madrasah al-Fadilah yang dirintis oleh al-Qodhi al-Fadhil Abdur Rahim al-Bisani, di samping makam Imam Husain r.a. Madrasah ini kemudian menjadi bagian masjid Husain setelah terjadi perluasan. Setelah itu ia mengajar di Madrasah Shalahiyah yang dibangun oleh Shalahuddin al-Ayyubi di samping makam Imam Syafi'i dan Madrasah al-Kamilah di Nahhasin. Dan di samping madrasah inilah guru besar yang wara' ini beliau tinggal. Madrasah terakhir tempat ia mengajar adalah Madrasah Shalihiyah yang dibangun oleh Shalih Najmuddin Ayyub, Sultan terakhir Daulah Ayyubiyah. Demikian padatnya kegiatan mengajar sang wali ini tidak membuatnya jenuh atau kesulitan sebab sebelum tiba di Kairo, ia sudah terbiasa mengajar di Darul Hadits di rumah peninggalan ayahnya.
Aktivitas mengajar rupanya bukan profesi satu-satunya. Pada masa Sultan Lajin ia menjadi qadhi setelah sebelumnya menolaknya sebagaimana disebutkan oleh al-Asnawi dalam “al-Tabaqat”, sampai orang-orang mengatakan : "Kalau kamu tidak mau menjadi qadhi, maka yang jadi qadhi adalah si fulan, si fulan, dua orang yang tidak pantas menjadi qadhi. Di sinilah akhirnya ia luluh dan melihat bahwa menerima jabatan qadhi pada saat ini adalah wajib. Setiap selesai masa jabatannya ia berusaha untuk mengasingkan diri tapi kemudian diminta kembali lagi. Imam Suyuthi mencatat beberapa hal tentang sang qadhi agung ini ketika masih memangku jabatannya : "Para qadhi diberi baju dari sutera namun Syekh Taqiyuddin enggan memakai baju pemberian itu dan meminta menggantinya dengan baju dari bulu. Hal itu berlangsung sampai sekarang (masa Imam Suyuthi abad 9 H). Lebih lanjut Imam Suyuthi mengatakan : "suatu ketika wali kenamaan ini datang menghadap Sultan Lajin, Sultan berdiri dan mencium tangan Syekh dan Syekh hanya mengatakan: "Aku berharap itu menjadi bagian amal baikmu di hadapan Allah SWT ”.
Sungguh unik dan mulia pribadi Syekh Taqiyuddin ini. Di saat orang berebut jabatan qadhi ia justru menghindar dan bahkan jabatan itu sendiri yang datang memaksa di pangkuannya. Ketika orang merasa bangga mana kala dekat dengan pembesar ia justru tidak mau bergaul dengan umara' dan orang-orang elit. Ia memang orang besar yang berjiwa besar. Dalam hal ini, al-Adfuwi dalam kitabnya “al-Tholi' al-Said” mengatakan: "Suatu ketika Syekh Taqiyuddin melihat Amir Jokandar mendatanginya, beliau bereaksi sebentar kemudian diam dalam waktu yang lama. Setelah itu ia beranjak menghampiri Amir dan berkata: "Barangkali Amir ada perlu sesuatu"?. Sungguh aneh, padahal biasanya orang-orang justru meminta, mengemis, menghamba setiap ada kesempatan bertemu penguasa.
Ketika ia mengasingkan diri kemudian diminta lagi untuk menjadi Qadhi, Sultan al-Manshur Lajin menyambutnya dengan berdiri demi menghormatinya. Tapi tetap saja sang wara' ini berjalan santai tidak buru-buru menghambur membalas penghormatan sultan. Sampai-sampai orang-orang yang ada di balairung itu berkata: "Sultan berdiri", dan semuanyapun berdiri. Kemudian Syekh Taqiyuddin berkata: "Beri aku jalan". Ketika sudah tepat di hadapan sultan ia duduk di atas bantal wool supaya tidak duduk di bawah Sultan. Setelah selesai semua urusan ia turun dan mencuci bantal itu dan mandi. Satu simbol betapa jijik dan gerahnya ketika ia berada di tengah-tengah pembesar dunia.
Sang dermawan yang miskin
Dalam masalah pembelanjaan harta, waliyullah ini juga unik. Seperti cerita berikut ini. Syekh Najmuddin Aqil al-Balis bercerita, dia datang ke sebuah kapal kemudian mendatangi Syekh taqiyuddin dan bercakap-cakap. Beberapa waktu kemudian beliau mengirimkan dua ratus dirham dan memberikan jabatan pada Syekh Najm. Meskipun beliau baik dan dermawan, tapi seringkali beliau berada dalam kemiskinan dan harus menghutang. al-Adfuwi menambahi, Syekh Abu Abdillah bin Jama'ah, Qadhi Qudhat bercerita padaku, suatu ketika bendahara pemerintahan di Kairo datang pada Syekh Abu Abdillah, dia sangat suka mengumpulkan harta anak yatim, pada waktu yang lain Ibnu Daqiq al-Id datang padaku, dan mengaku mempunyai hutang pada harta anak yatim itu, aku menengahi dan berkata padanya; “Aku pelit padamu karena hutangmu itu. Ibnu Daqiq menjawab; “Tidak ada yang menyebabkan aku terlilit hutang, kecuali karena kecintaan saya pada buku”.
Karomah Ibn Daqiq al-Id
Imam Suyuthi dalam kitabnya “Khusnul muhadhoroh” mengatakan, Ibnu Daqiq mempunyai sesuatu yang bisa disebut sebagai karomah dan mukasyafah yang memang hanya dimiliki para auliya' shalihin. Syihabuddin al-Zubairi ahli hadits bercerita: "Suatu ketika aku bersama Zainuddin dan gubernur Mesir juga ada di situ. Tiba-tiba datang tukang pos, lalu menyerahkan surat pada penguasa Mesir itu. Setelah membaca sebentar ia berkata: "Cari punggawa!" Kemudian Zainuddin berkata: "Ada apa ini ?" Ada perintah supaya membaca Kitab Bukhori karena serbuan pasukan Tartar. Zainuddin berkata: "Punggawa itu tidak bisa melaksanakan ini. Biarkan aku yang melakukannya serahkan urusan ini padaku. Lalu dia mengeluarkan Kitab Bukhori sebanyaak 12 jilid. Dia menyebut beberapa orang yang masuk dalam jamaah ini, kami menentukan waktu berkumpul dan membaca Kitab Bukhori sampai khatam pada hari Jum'at. Ketika tiba hari Jum'at kami melihat Ibn Daqiq al-Id ada di masjid, lalu kami menyalaminya dan beliau berkata: "Apa yang kalian lakukan dengan Sahih Bukhori ?Keadaan sudah berubah kemarin sore dan kaum muslim telah menang". Kami bertanya: "Kami boleh mengabarkan berita ini ini dari kamu?" Beliau menjawab: "Ya, silahkan. Setelah beberapa hari, datang kabar seperti demikian halnya”.
Ibn Daqiq al-Id wafat
Ibnu Daqiq al-Id meninggal pada hari Jum'at 11 Safar 702 H di makamkam di bukit Muqattam, hari itu adalah hari yang tak terlupakan. Orang-orang bergegas ke tempat itu, tentara antri menyalatinya dan sekelompok pembesar, sastrawan di Kairo dan Qaus meratapinya.
Spoiler for isi:
Sang wara' semenjak kecil
Nama aslinya Muhammad bin Ali bin Wahab Taqiyuddin bin Daqiq al-Id al-Qusyairi, dilahirkan di daerah Laut Merah ketika ayahnya hendak melaksanakan ibadah haji, hari Sabtu 15 Sya'ban 625 H. Ketika ayahnya memasuki Ka'bah, ia menggendong putranya itu kemudian melakukan thawaf sambil berdoa, memohon semoga Allah menjadikan putranya ini seorang yang alim dan mengamalkan ilmunya. Daqiq al-Id adalah nama kakeknya, dan oleh karena itu ia juga disebut Ibn Daqiq al-Id yang artinya cucu Daqiq al-Id. Al-Adfuwi menisahkan sebab penamaan kakeknya dengan Daqiq al-Id. Pada suatu ketika di hari raya beliau memakai Tailasan (sejenis selendang panjang) yang sangat putih. Lalu ada sebagian orang berkata : "Ini seperti tepung hari raya”, maka beliau dipanggil dengan nama itu.
Masa kecil Taqiyuddin
Taqiyuddin menghabiskan masa kecilnya di Qaus (selatan Mesir) di mana ayahnya mengajar di madrasah yang dibangun oleh al-Najib bin Hibatullah tahun 607 H. Si cerdas yang kelak lebih terkenal dengan nama Ibn Daqiq al-Id ini berguru pada ayahnya sendiri yang mengajar fiqh madzhab Maliki dan Syafi'i. Ibunya juga dari Qaus, putri seorang yang terkenal yaitu Imam Taqiyuddin al-Mudhoffar bin Abdullah bin Ali bin Husein. Dengan demikian ia bernasab mulia baik dari pihak ayah maupun ibunya.
Ibnu Hajar dalam kitabnya “al-Durar al-Kaminah” mengatakan, bahwa Taqiyuddin tumbuh di Qaus dalam satu aktifitas saja yaitu diam, hati-hati dalam berucap dan berbuat, sibuk dengan ilmu, konsisiten dengan agama dan sangat menjauhi najis. Tentang hal terakhir ini ibu tirinya pernah bercerita : “Ayahnya menikahi saya ketika dia berumur 10 tahun, suatu ketika saya melihat dia sibuk mecuci lumpang (sejenis tempat air berukuran kecil) lama sekali. Karena ingin tahu saya bilang pada ayahnya: "Apa yang dilakukan si kecil itu", kemudian ayahnya bertanya pada sikecil "Muhammad, apa yang kamu lakukan?”, Dia menjawab : "Aku ingin mengisinya dengan tinta, maka dari itu aku mencucinya supaya suci dan bersih".
Taqiyuddin, kendatipun konsisten, wara', dan takwa ia juga suka bercanda, meskipun tetap menjaga ibadah dan ke-wara’-annya. al-Adfuwi dalam hal ini mencatat : "Orang-orang di Qaus bercerita padaku bahwa beliau pernah bermain catur –pada masa kecilnya- dengan saudara iparnya. Ketika datang waktu shalat Isya keduanya beranjak untuk shalat. Kemudian beliau berkata: "Kita main lagi" dan iparnya berkata: "Boleh, kalau jarum jam bisa berputar mundur". Maka beliaupun tidak bermain lagi.
Mula-mula Taqiyuddin belajar membaca Alquran sampai mantap, kemudian pergi menuntut ilmu-ilmu syariat dan hadits ke Damaskus dan Iskandariah setelah ia belajar fiqh dan hadits dari ayahnya, juga ulama dan fuqoha' lain di Qaus yang marak di Shaid Mesir (daerah selatan mesir) pada waktu itu. Ia belajar bahasa Arab pada Syarafuddin Muhammad bin Abil Fadl al-Mursi dan juga yang lain, dan belajar ushul fiqh pada ayahnya dan mengikuti pengajian Qodhi Syamsuddin ketika menjadi hakim di Qaus
Taqiyuddin sang kutu buku
Taqiyuddin –rahimahullah- adalah orang yang banyak membaca, hingga ada yang mengatakan tidak ada satu kitab pun di perpustakan madrasah di mana dia mengajar dan belajar, baik di Kairo maupun di Qaus kecuali ada catatan tangannya. Mengenai karyanya, Haji Khalifah mengatakan : "Seandainya kumpulan karyanya hanya apa yang dia tuangkan dalam kitab al-'Umdah, maka ini sudah menjadi bukti keutamaan dan kemantapan serta keluhuran tingkatannya dalam ilmu dan kemuliaan. Bagaimana tidak?, beliau telah men-syarah al-Ilmam yang mencakup hukum-hukum juga kaidah periwayatan dan kaidah penggunaan akal, bermacam-macam sastra, poin-poin masalah yang menjadi perbedaan di kalangan ulama', pembahasan mantiq, nuansa bayan, materi kebahasaan, kajian nahwu, epos sejarah dan isyarat-isyarat sufistik. Ibn Daqiq juga mempunyai kitab “Iqtinashus sawanih” yang mencakup hal-hal aneh dan pembahasan sesuatu yang langka. Ia juga mempunyai catatan pada mukadimah kitab Abdul Haq, juga kitab ulumul hadits yang kita kenal dengan “al-Iqtirah fi Ma'rifatil Ishtilah”. Bukan itu saja ia juga mempunyai kumpulan khutbah dan komentar-komentar.
Taqiyuddin maha guru dan hakim agung
Ketika tiba di Kairo, ia mengajar di berbagai madrasah. Pada mulanya adalah al-Madrasah al-Fadilah yang dirintis oleh al-Qodhi al-Fadhil Abdur Rahim al-Bisani, di samping makam Imam Husain r.a. Madrasah ini kemudian menjadi bagian masjid Husain setelah terjadi perluasan. Setelah itu ia mengajar di Madrasah Shalahiyah yang dibangun oleh Shalahuddin al-Ayyubi di samping makam Imam Syafi'i dan Madrasah al-Kamilah di Nahhasin. Dan di samping madrasah inilah guru besar yang wara' ini beliau tinggal. Madrasah terakhir tempat ia mengajar adalah Madrasah Shalihiyah yang dibangun oleh Shalih Najmuddin Ayyub, Sultan terakhir Daulah Ayyubiyah. Demikian padatnya kegiatan mengajar sang wali ini tidak membuatnya jenuh atau kesulitan sebab sebelum tiba di Kairo, ia sudah terbiasa mengajar di Darul Hadits di rumah peninggalan ayahnya.
Aktivitas mengajar rupanya bukan profesi satu-satunya. Pada masa Sultan Lajin ia menjadi qadhi setelah sebelumnya menolaknya sebagaimana disebutkan oleh al-Asnawi dalam “al-Tabaqat”, sampai orang-orang mengatakan : "Kalau kamu tidak mau menjadi qadhi, maka yang jadi qadhi adalah si fulan, si fulan, dua orang yang tidak pantas menjadi qadhi. Di sinilah akhirnya ia luluh dan melihat bahwa menerima jabatan qadhi pada saat ini adalah wajib. Setiap selesai masa jabatannya ia berusaha untuk mengasingkan diri tapi kemudian diminta kembali lagi. Imam Suyuthi mencatat beberapa hal tentang sang qadhi agung ini ketika masih memangku jabatannya : "Para qadhi diberi baju dari sutera namun Syekh Taqiyuddin enggan memakai baju pemberian itu dan meminta menggantinya dengan baju dari bulu. Hal itu berlangsung sampai sekarang (masa Imam Suyuthi abad 9 H). Lebih lanjut Imam Suyuthi mengatakan : "suatu ketika wali kenamaan ini datang menghadap Sultan Lajin, Sultan berdiri dan mencium tangan Syekh dan Syekh hanya mengatakan: "Aku berharap itu menjadi bagian amal baikmu di hadapan Allah SWT ”.
Sungguh unik dan mulia pribadi Syekh Taqiyuddin ini. Di saat orang berebut jabatan qadhi ia justru menghindar dan bahkan jabatan itu sendiri yang datang memaksa di pangkuannya. Ketika orang merasa bangga mana kala dekat dengan pembesar ia justru tidak mau bergaul dengan umara' dan orang-orang elit. Ia memang orang besar yang berjiwa besar. Dalam hal ini, al-Adfuwi dalam kitabnya “al-Tholi' al-Said” mengatakan: "Suatu ketika Syekh Taqiyuddin melihat Amir Jokandar mendatanginya, beliau bereaksi sebentar kemudian diam dalam waktu yang lama. Setelah itu ia beranjak menghampiri Amir dan berkata: "Barangkali Amir ada perlu sesuatu"?. Sungguh aneh, padahal biasanya orang-orang justru meminta, mengemis, menghamba setiap ada kesempatan bertemu penguasa.
Ketika ia mengasingkan diri kemudian diminta lagi untuk menjadi Qadhi, Sultan al-Manshur Lajin menyambutnya dengan berdiri demi menghormatinya. Tapi tetap saja sang wara' ini berjalan santai tidak buru-buru menghambur membalas penghormatan sultan. Sampai-sampai orang-orang yang ada di balairung itu berkata: "Sultan berdiri", dan semuanyapun berdiri. Kemudian Syekh Taqiyuddin berkata: "Beri aku jalan". Ketika sudah tepat di hadapan sultan ia duduk di atas bantal wool supaya tidak duduk di bawah Sultan. Setelah selesai semua urusan ia turun dan mencuci bantal itu dan mandi. Satu simbol betapa jijik dan gerahnya ketika ia berada di tengah-tengah pembesar dunia.
Sang dermawan yang miskin
Dalam masalah pembelanjaan harta, waliyullah ini juga unik. Seperti cerita berikut ini. Syekh Najmuddin Aqil al-Balis bercerita, dia datang ke sebuah kapal kemudian mendatangi Syekh taqiyuddin dan bercakap-cakap. Beberapa waktu kemudian beliau mengirimkan dua ratus dirham dan memberikan jabatan pada Syekh Najm. Meskipun beliau baik dan dermawan, tapi seringkali beliau berada dalam kemiskinan dan harus menghutang. al-Adfuwi menambahi, Syekh Abu Abdillah bin Jama'ah, Qadhi Qudhat bercerita padaku, suatu ketika bendahara pemerintahan di Kairo datang pada Syekh Abu Abdillah, dia sangat suka mengumpulkan harta anak yatim, pada waktu yang lain Ibnu Daqiq al-Id datang padaku, dan mengaku mempunyai hutang pada harta anak yatim itu, aku menengahi dan berkata padanya; “Aku pelit padamu karena hutangmu itu. Ibnu Daqiq menjawab; “Tidak ada yang menyebabkan aku terlilit hutang, kecuali karena kecintaan saya pada buku”.
Karomah Ibn Daqiq al-Id
Imam Suyuthi dalam kitabnya “Khusnul muhadhoroh” mengatakan, Ibnu Daqiq mempunyai sesuatu yang bisa disebut sebagai karomah dan mukasyafah yang memang hanya dimiliki para auliya' shalihin. Syihabuddin al-Zubairi ahli hadits bercerita: "Suatu ketika aku bersama Zainuddin dan gubernur Mesir juga ada di situ. Tiba-tiba datang tukang pos, lalu menyerahkan surat pada penguasa Mesir itu. Setelah membaca sebentar ia berkata: "Cari punggawa!" Kemudian Zainuddin berkata: "Ada apa ini ?" Ada perintah supaya membaca Kitab Bukhori karena serbuan pasukan Tartar. Zainuddin berkata: "Punggawa itu tidak bisa melaksanakan ini. Biarkan aku yang melakukannya serahkan urusan ini padaku. Lalu dia mengeluarkan Kitab Bukhori sebanyaak 12 jilid. Dia menyebut beberapa orang yang masuk dalam jamaah ini, kami menentukan waktu berkumpul dan membaca Kitab Bukhori sampai khatam pada hari Jum'at. Ketika tiba hari Jum'at kami melihat Ibn Daqiq al-Id ada di masjid, lalu kami menyalaminya dan beliau berkata: "Apa yang kalian lakukan dengan Sahih Bukhori ?Keadaan sudah berubah kemarin sore dan kaum muslim telah menang". Kami bertanya: "Kami boleh mengabarkan berita ini ini dari kamu?" Beliau menjawab: "Ya, silahkan. Setelah beberapa hari, datang kabar seperti demikian halnya”.
Ibn Daqiq al-Id wafat
Ibnu Daqiq al-Id meninggal pada hari Jum'at 11 Safar 702 H di makamkam di bukit Muqattam, hari itu adalah hari yang tak terlupakan. Orang-orang bergegas ke tempat itu, tentara antri menyalatinya dan sekelompok pembesar, sastrawan di Kairo dan Qaus meratapinya.
0
Kutip
Balas