TS
lumba2terbang
Kumpulan Kisah Sahabat Nabi dan Awliya serta orang soleh
alow kaskuser,,,, newbie mau bagi2 kisah para wali nih, ntar diupdate terus 
Index

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Habib Soleh Tanggul


Index
Quote:
Habib Soleh Tanggul
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Spoiler for isi:
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
Habib Soleh Tanggul

Spoiler for isi:
Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan dawahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
tata604 memberi reputasi
1
61.8K
Kutip
190
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
lumba2terbang
#28
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
Spoiler for isi:
Nama dan Nasabnya :
Wali Qutb kita ini adalah al-Imam Syihabuddin Abu al-Abbas, Ahmad bin Umar al-Anshory, al-Mursi radiallahu 'anhu. sebagian ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa nasab beliau sampai pada sahabat Sa'ad bin Ubadah radiallahu 'anhu pemimpin suku Khazraj. Al-Mursi dilahirkan tahun 616 H (1219 M) di kota Marsiyyah, salah satu kota di Andalus Spanyol.
Masa kanak-kanak al-Mursi
Al-Mursi melewatkan masa kecilnya yang penuh berkah di tanah kelahirannya itu. Lazimnya seorang alim dan pendidik, ayahnya mengirim al-Mursi kecil kepada salah satu waliyullah untuk membimbing menghapal Alquran dan mengajarinya ilmu-ilmu agama. Secepat kilat ia terlihat kehebatan dan kecerdasannya. Lebih dari itu ia yang masih sekecil itu telah memperoleh anugrah Allah berupa cahaya ilahi yang merasuk dalam kalbunya. Suatu ketika al-Mursi bercerita : "Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru. Aku menorehkan coretan pada papan. Lalu guru tadi mengatakan :" seorang sufi tidak pantas menghitamkan yang putih". Seketika aku menjawab : "permasalahannya bukan seperti yang Tuan sangka. Tapi yang benar adalah seorang sufi tidak pantas menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa”.
Al-Mursi kecil juga mengatakan: "ketika aku masih kanak-kanak, di sebelah rumahku ada tukang penguak rahasia (peramal) lalu aku mendekatinya. Besoknya aku datang ke guruku yang termasuk waliyullah. Maka guruku itu mengatakan padaku satu syair: “Wahai orang yang melihat peramal sembari terkesima. Dia sendiri sebetulnya peramal, kalau dia merasa.
Masa muda
Al-Mursi meneruskan hidupnya pada jalan cahaya ilahi sampai menginjak dewasa. Semakin hari semakin tambah ketakwaan dan keimanannya. Ayahnya melihatnya sebagai kebanggaan tersendiri. Maka dia dipercaya oleh ayahnya untuk mengelola perdagangannya bersama saudaranya Muhammad Jalaluddin. Dengan begitu, ia telah mengikuti jejak orang-orang saleh dalam hal menggabungkan antara ibadah dan mencari rizqi. Demi menjaga amanat ini ia rela berpindah-pindah tempat dari kota Marsiyah ke kota lainnya untuk berniaga, sambil hatinya berdetak mengingat Allah SWT.
Pada tahun 640 H kedua orang tuanya bersama seluruh keluarga berkeinginan menunaikan ibadah haji. Tapi sayang, takdir berbicara lain. Sesampainya di pesisir Barnih, kapal mereka terkena gelombang. Banyak penumpang kapal yang meningal termasuk kedua orang tuanya. Singkat cerita al-Mursi muda dan saudaranya melanjutkan perjalannya ke Tunis untuk berdagang, meneruskan usaha ayahya.
Pertemuan dengan al-Syadziliy
Al-Mursi menceritakan perjumpaannya dengan Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzily sebagai berikut: "Ketika aku tiba di Tunis, waktu itu aku masih muda, aku mendengar akan kebesaran Syaikh Abu al-Hasan. Lalu ada seseorang yang mengajakku menghadap beliau. Maka aku jawab : "aku mau beristikharah dulu"! Setelah itu aku tertidur dan bermimpi melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah (Burnus) hijau sambil duduk bersila. Di samping kanannya ada seorang laki-laki begitu juga di samping kirinya. Aku memandangi lelaki nan berwibawa itu. sejurus kemudian lelaki itu berkata : "aku telah menemukan penggantiku sekarang"! Di saat itulah aku terbangun.
Selesai menunaikan sholat subuh, seseorang yang mengajakku mengunjungi Syaikh Abu al-Hasan datang lagi. Maka kami berdua pergi ke kediaman Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzili. Aku heran begitu melihatnya. Syekh yang ada di hadapanku inilah yang aku lihat dalam mimpi. Dan keherananku semakin menjadi ketika Syekh Abul Hasan berkata padaku: "Telah aku temukan penggantiku sekarang". Persis seperti dalam mimpiku. Selanjutnya beliau bilang : "siapa namamu ?" Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : "Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!".
Semenjak kejadian itu al-Mursi terus mendapatkan wejangan-wejangan dari gurunya Syaikh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana as-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan profesinya. Ada dari kalangan ulama', pedagang juga orang awam.
Syaikh al-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunis. Ia pergi ke Iskandariyah kemudian ke Mekkah. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini dia menjawab : "Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul 'Abbas al-Mursi)". Setelah itu Al-Syadzily kembali lagi ke Iskandariah, karena ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya.
Ada cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : "Ketika aku menemani Syaikh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syaikh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: "Hai Ahmad…!", aku menjawab: "Iya tuanku", Beliau berkata: "Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam surga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah… Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya. Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".. (QS. 2:30). Allah tidak mengatakan di langit atau di surga. Maka turunnya Adam ke bumi adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di surga dengan di beri tahu (Ta'rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka pantaslah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di surga pemberitahuan (Ta'rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)".
Begitulah Syaikh Al-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana Al-Syadzili sendiri pernah mengatakan : "Wahai Abu al-Abbas… demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya".
Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho'illah al-Askandari: "Suatu ketika Syaikh al-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: "Kemana Abu al-Abbas?" Ketika Syaikh al-Mursi datang, beliau berkata: "Wahai anakku… bicaralah! Semoga Allah memberkahimu… bicaralah ! jangan diam", maka Syaikh Abu al-Abbas mengatakan: "Lalu aku di beri lidah Syaikh mulai saat itu".
Pada banyak kesempatan Syaikh al-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syaikh al-Mursi, beliau mengatakan: "Inilah Abu al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma'rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.
Ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Syaikh Zakiyyuddin al-Aswani, Syaikh al-Syadzili bekata: "Wahai Zaki… berpeganglah pada Abu al-Abbas, karena demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu al-Abbas ini. Hai Zaki… Abu al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna".
Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syaikh al-Syadzily mengatakan: "Wahai Nadli… tetaplah bersopan santun pada Abu al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah"! As-Syadzili juga mengatakan: "Kalau aku mati, maka ambillah al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah".
Ilmu al-Mursi
Imam Sya'roni menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang mengingkari keilmuan Syaikh al-Mursi. Orang tersebut mengatakan: "berbicara tentang ilmu yang ada itu hanya ilmu lahir, tetapi mereka, orang-orang sufi itu mengaku mengetahui hal-hal yang diingkari oleh syara'". Di kesempatan yang lain orang ini menghadiri majlis Syaikh al-Mursi. Tiba-tiba dia jadi bingung hilang kepintarannya. Seketika itu juga ia tidak mengingkari adanya ilmu batin. Dengan sadar dan penuh sesal ia berkata : "Laki-laki ini sungguh telah mengambil lautan ilmu Tuhan dan tangan Tuhan". Akhirnya dia menjadi salah satu murid dekat al-Mursi. Abu al-Abbas mengatakan : "Kami orang-orang sufi mengkaji dan mendalami bersama ulama' fiqih bidang spesialisai mereka, tapi mereka tidak pernah masuk dalam bidang spesialis kami".
Rupanya kealiman al-Mursi tidak terbatas pada ilmu fiqh dan tasawuf. Ibnu Atho'illah menceritakan dari Syaikh Najmuddin al-Asfahani : “Syaikh Abu al-Abbas berkata padaku: "Apa namanya ini dan itu dalam bahasa asing?" Tersirat dalam hatiku bahwa Syaikh ingin mengetahui bahasa ajam maka aku ambilkan kamus terjemah. Beliau bertanya: " Kitab apa ini?", Aku jawab : "Ini kitab kamusnya". Lalu Syaikh tersenyum dan berkata: " Tanyakan padaku apa saja, terseserah kamu, nanti aku jawab dengan bahasa arab, atau sebaliknya". Lalu aku bertanya dengan bahasa asing dan beliau menjawab dengan memakai bahasa Arab. Kemudian aku bertanya dengan bahasa Arab, beliau menjawab dengan bahasa asing. Beliau berkata: " Wahai Abdullah… ketika aku bertanya seperti itu tidak lain adalah sekedar basa-basi bukan bertanya sesungguhnya. Bagi wali tidak ada yang sulit, bahasa apapun itu.
Dalam penafsiran ayat "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan. "(QS. 1:5), al-Mursi menafsiri sebagai berikut, "Hanya Engkaulah yang kami sembah maksudnya adalah Syariah, dan hanya kepada-Mulah kami memohon adalah Haqiqoh. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Islam, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ihsan. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Ibadah, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ubudiyyah. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Farq, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Jam'.
Karomah Kedekatannya dengan Yang Maha Kuasa menyebabkan ia banyak mempunyai karomah, di antaranya:
* Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syaikh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. Suatu ketika ia meminta murid-muridnya agar membuat A'sidah (sejenis makanan). Iskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : "Bukankah A'sidah itu untuk musim dingin ?". Dengan tenang al-Mursi menjawab : " A'sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah. Dia akan datang kesini ".
* Ada seseorang yang datang menghadap al-Mursi dengan membawa makanan syubhah (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya. Begitu melihat makanan itu al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: "Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhah otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar" .
* Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syaikh al-Mursi mengatakan: " Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk". Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-al Abbas al-Mursi meninggal dunia.
Wali Qutb kita ini adalah al-Imam Syihabuddin Abu al-Abbas, Ahmad bin Umar al-Anshory, al-Mursi radiallahu 'anhu. sebagian ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa nasab beliau sampai pada sahabat Sa'ad bin Ubadah radiallahu 'anhu pemimpin suku Khazraj. Al-Mursi dilahirkan tahun 616 H (1219 M) di kota Marsiyyah, salah satu kota di Andalus Spanyol.
Masa kanak-kanak al-Mursi
Al-Mursi melewatkan masa kecilnya yang penuh berkah di tanah kelahirannya itu. Lazimnya seorang alim dan pendidik, ayahnya mengirim al-Mursi kecil kepada salah satu waliyullah untuk membimbing menghapal Alquran dan mengajarinya ilmu-ilmu agama. Secepat kilat ia terlihat kehebatan dan kecerdasannya. Lebih dari itu ia yang masih sekecil itu telah memperoleh anugrah Allah berupa cahaya ilahi yang merasuk dalam kalbunya. Suatu ketika al-Mursi bercerita : "Ketika aku masih usia kanak-kanak aku mengaji pada seorang guru. Aku menorehkan coretan pada papan. Lalu guru tadi mengatakan :" seorang sufi tidak pantas menghitamkan yang putih". Seketika aku menjawab : "permasalahannya bukan seperti yang Tuan sangka. Tapi yang benar adalah seorang sufi tidak pantas menghitamkan putihnya lembaran hidup dengan noda dan dosa”.
Al-Mursi kecil juga mengatakan: "ketika aku masih kanak-kanak, di sebelah rumahku ada tukang penguak rahasia (peramal) lalu aku mendekatinya. Besoknya aku datang ke guruku yang termasuk waliyullah. Maka guruku itu mengatakan padaku satu syair: “Wahai orang yang melihat peramal sembari terkesima. Dia sendiri sebetulnya peramal, kalau dia merasa.
Masa muda
Al-Mursi meneruskan hidupnya pada jalan cahaya ilahi sampai menginjak dewasa. Semakin hari semakin tambah ketakwaan dan keimanannya. Ayahnya melihatnya sebagai kebanggaan tersendiri. Maka dia dipercaya oleh ayahnya untuk mengelola perdagangannya bersama saudaranya Muhammad Jalaluddin. Dengan begitu, ia telah mengikuti jejak orang-orang saleh dalam hal menggabungkan antara ibadah dan mencari rizqi. Demi menjaga amanat ini ia rela berpindah-pindah tempat dari kota Marsiyah ke kota lainnya untuk berniaga, sambil hatinya berdetak mengingat Allah SWT.
Pada tahun 640 H kedua orang tuanya bersama seluruh keluarga berkeinginan menunaikan ibadah haji. Tapi sayang, takdir berbicara lain. Sesampainya di pesisir Barnih, kapal mereka terkena gelombang. Banyak penumpang kapal yang meningal termasuk kedua orang tuanya. Singkat cerita al-Mursi muda dan saudaranya melanjutkan perjalannya ke Tunis untuk berdagang, meneruskan usaha ayahya.
Pertemuan dengan al-Syadziliy
Al-Mursi menceritakan perjumpaannya dengan Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzily sebagai berikut: "Ketika aku tiba di Tunis, waktu itu aku masih muda, aku mendengar akan kebesaran Syaikh Abu al-Hasan. Lalu ada seseorang yang mengajakku menghadap beliau. Maka aku jawab : "aku mau beristikharah dulu"! Setelah itu aku tertidur dan bermimpi melihat seorang lelaki yang mengenakan jubah (Burnus) hijau sambil duduk bersila. Di samping kanannya ada seorang laki-laki begitu juga di samping kirinya. Aku memandangi lelaki nan berwibawa itu. sejurus kemudian lelaki itu berkata : "aku telah menemukan penggantiku sekarang"! Di saat itulah aku terbangun.
Selesai menunaikan sholat subuh, seseorang yang mengajakku mengunjungi Syaikh Abu al-Hasan datang lagi. Maka kami berdua pergi ke kediaman Syaikh Abu al-Hasan as-Syadzili. Aku heran begitu melihatnya. Syekh yang ada di hadapanku inilah yang aku lihat dalam mimpi. Dan keherananku semakin menjadi ketika Syekh Abul Hasan berkata padaku: "Telah aku temukan penggantiku sekarang". Persis seperti dalam mimpiku. Selanjutnya beliau bilang : "siapa namamu ?" Lalu aku sebutkan namaku. Dengan tenang dan penuh kewibawaan beliau berujar : "Engkau telah ditunjukkan padaku semenjak 20 tahun yang lalu!".
Semenjak kejadian itu al-Mursi terus mendapatkan wejangan-wejangan dari gurunya Syaikh Abu al-Hasan ini. Mereka berdua membangun pondok (Zawiyyah) Zaghwan di daerah Tunis, di mana as-Syadzili menyebarkan ilmu kepada murid-murid-muridnya yang beraneka ragam latar belakang dan profesinya. Ada dari kalangan ulama', pedagang juga orang awam.
Syaikh al-Syadzili sebetulnya sudah lama meninggalkan Tunis. Ia pergi ke Iskandariyah kemudian ke Mekkah. Kembalinya ke Tunis lagi ini membuat orang bertanya-tanya. Dalam hal ini dia menjawab : "Yang membuatku kembali lagi ke Tunis tidak lain adalah laki-laki muda ini (maksudnya Abul 'Abbas al-Mursi)". Setelah itu Al-Syadzily kembali lagi ke Iskandariah, karena ada perintah dari Nabi Muhammad SAW dalam mimpinya.
Ada cerita dari al-Mursi tentang perjalanan ke Iskandariah ini : "Ketika aku menemani Syaikh dalam perjalanan menuju ke Iskandariah, aku merasa sangat susah sehingga aku tidak mampu menanggungnya. Lalu aku menghadap Syaikh. Ketika beliau melihat penderitaanku ini, beliau berkata: "Hai Ahmad…!", aku menjawab: "Iya tuanku", Beliau berkata: "Allah telah menciptakan Adam alaihis salam dengan tangan-Nya, dan memerintahkan malaikat-Nya untuk bersujud padanya. Allah kemudian menempatkannya di dalam surga, lalu menurunkannya ke bumi,. Demi Allah… Allah tidak menurunkannya ke bumi untuk mengurangi derajatnya, tapi justru untuk menyempurnakannya. Allah telah menggariskan penurunannya ke bumi sebelum Dia menciptakannya, sebagaimana firmannya "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".. (QS. 2:30). Allah tidak mengatakan di langit atau di surga. Maka turunnya Adam ke bumi adalah untuk memuliakannya bukan untuk merendahkannya, karena Adam menyembah Allah di surga dengan di beri tahu (Ta'rif) lalu diturunkan ke bumi supaya beribadah pada Allah dengan kewajiban (Taklif), ketika dia telah mendapatkan kedua ibadah tadi, maka pantaslah dia menyandang gelar pengganti (Khalifah). Engkau ini juga punya kemiripan dengan Adam. Mula-mula kamu ada di langit ruh, di surga pemberitahuan (Ta'rif) lalu engkau diturunkan ke bumi nafsu supaya engkau menyembah dengan kewajiban (Taklif). Ketika engkau telah sempurna dalam kedua ibadah itu pantaslah engkau menyandang gelar pengganti (Khalifah)".
Begitulah Syaikh Al-Syadzili mengantarkan Al-Mursi menuju ke jalan Allah demi memenuhi hatinya dengan rahasia-rahasia ilahiyah supaya kelak bisa menggantikannya, bahkan bisa dikatakan supaya dia jadi Abu al-Hasan itu sendiri. Sebagaimana Al-Syadzili sendiri pernah mengatakan : "Wahai Abu al-Abbas… demi Allah., aku tidak mengangkatmu sebagai teman kecuali supaya kamu itu adalah saya, dan saya adalah kamu. Wahai Abu al-Abbas.. demi Allah, apa yang ada dalam diri para wali itu ada dalam dirimu, tapi yang ada pada dirimu itu tidak ada dalam diri para wali lainnya".
Persatuan antara keduanya ini di jelaskan oleh Ibn Atho'illah al-Askandari: "Suatu ketika Syaikh al-Syadzili ada di rumah Zaki al-Sarroj, sedang mengajar kitab al-Mawaqif karangan al-Nafari, lalu beliau bertanya: "Kemana Abu al-Abbas?" Ketika Syaikh al-Mursi datang, beliau berkata: "Wahai anakku… bicaralah! Semoga Allah memberkahimu… bicaralah ! jangan diam", maka Syaikh Abu al-Abbas mengatakan: "Lalu aku di beri lidah Syaikh mulai saat itu".
Pada banyak kesempatan Syaikh al-Syadzili memuji ketinggian kedudukan Syaikh al-Mursi, beliau mengatakan: "Inilah Abu al-Abbas, semenjak dia sampai pada ma'rifatullah tidak ada halangan antara dirinya dan Allah SWT. Kalau saja dia meminta untuk ditutupi, pasti permintaan itu tidak akan dikabulkan.
Ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Syaikh Zakiyyuddin al-Aswani, Syaikh al-Syadzili bekata: "Wahai Zaki… berpeganglah pada Abu al-Abbas, karena demi Allah, semua wali telah ditunjukkan oleh Allah akan diri Abu al-Abbas ini. Hai Zaki… Abu al-Abbas itu seorang laki-laki yang sempurna".
Hal yang sama juga terjadi ketika ada perselisihan antara Syaikh al-Mursi dengan Nadli bin Sulton. Syaikh al-Syadzily mengatakan: "Wahai Nadli… tetaplah bersopan santun pada Abu al-Abbas! Demi Allah, dia itu lebih tahu lorong-lorong langit, dibanding pengetahuanmu akan lorong-lorong kota Iskandariah"! As-Syadzili juga mengatakan: "Kalau aku mati, maka ambillah al-Mursi, karena dia adalah penggantiku, dia akan mempunyai kedudukan tinggi di hadapan kalian, dan dia adalah salah satu pintu Allah".
Ilmu al-Mursi
Imam Sya'roni menceritakan bahwa suatu ketika ada seseorang yang mengingkari keilmuan Syaikh al-Mursi. Orang tersebut mengatakan: "berbicara tentang ilmu yang ada itu hanya ilmu lahir, tetapi mereka, orang-orang sufi itu mengaku mengetahui hal-hal yang diingkari oleh syara'". Di kesempatan yang lain orang ini menghadiri majlis Syaikh al-Mursi. Tiba-tiba dia jadi bingung hilang kepintarannya. Seketika itu juga ia tidak mengingkari adanya ilmu batin. Dengan sadar dan penuh sesal ia berkata : "Laki-laki ini sungguh telah mengambil lautan ilmu Tuhan dan tangan Tuhan". Akhirnya dia menjadi salah satu murid dekat al-Mursi. Abu al-Abbas mengatakan : "Kami orang-orang sufi mengkaji dan mendalami bersama ulama' fiqih bidang spesialisai mereka, tapi mereka tidak pernah masuk dalam bidang spesialis kami".
Rupanya kealiman al-Mursi tidak terbatas pada ilmu fiqh dan tasawuf. Ibnu Atho'illah menceritakan dari Syaikh Najmuddin al-Asfahani : “Syaikh Abu al-Abbas berkata padaku: "Apa namanya ini dan itu dalam bahasa asing?" Tersirat dalam hatiku bahwa Syaikh ingin mengetahui bahasa ajam maka aku ambilkan kamus terjemah. Beliau bertanya: " Kitab apa ini?", Aku jawab : "Ini kitab kamusnya". Lalu Syaikh tersenyum dan berkata: " Tanyakan padaku apa saja, terseserah kamu, nanti aku jawab dengan bahasa arab, atau sebaliknya". Lalu aku bertanya dengan bahasa asing dan beliau menjawab dengan memakai bahasa Arab. Kemudian aku bertanya dengan bahasa Arab, beliau menjawab dengan bahasa asing. Beliau berkata: " Wahai Abdullah… ketika aku bertanya seperti itu tidak lain adalah sekedar basa-basi bukan bertanya sesungguhnya. Bagi wali tidak ada yang sulit, bahasa apapun itu.
Dalam penafsiran ayat "Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan. "(QS. 1:5), al-Mursi menafsiri sebagai berikut, "Hanya Engkaulah yang kami sembah maksudnya adalah Syariah, dan hanya kepada-Mulah kami memohon adalah Haqiqoh. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Islam, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ihsan. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Ibadah, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Ubudiyyah. Hanya Engkaulah yang kami sembah adalah Farq, dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan adalah Jam'.
Karomah Kedekatannya dengan Yang Maha Kuasa menyebabkan ia banyak mempunyai karomah, di antaranya:
* Al-Mursi telah mengabarkan siapa penggantinya setelah ia meninggal. Orang itu adalah Syaikh Yaqut al-Arsyi yang lahir di negeri Habasyah. Suatu ketika ia meminta murid-muridnya agar membuat A'sidah (sejenis makanan). Iskandariah pada saat itu tengah musim panas. Karena heran ada seseorang yang bertanya : "Bukankah A'sidah itu untuk musim dingin ?". Dengan tenang al-Mursi menjawab : " A'sidah ini untuk saudara kalian Yaqut orang Habasyah. Dia akan datang kesini ".
* Ada seseorang yang datang menghadap al-Mursi dengan membawa makanan syubhah (tidak jelas halal-haramnya) untuk mengujinya. Begitu melihat makanan itu al-Mursi langsung mengembalikannya pada orang tersebut sambil berkata: "Kalau al-Muhasibi hendak mengambil makanan syubhah otot tangannya bergetar, maka 60 otot tanganku akan bergetar" .
* Pada suatu masa perang, penduduk Iskandariah semua mengangkat senjata untuk berjaga-jaga menghadapi serangan musuh. Demi melihat hal ini, Syaikh al-Mursi mengatakan: " Selama aku ada ditengah-tengah kalian, maka musuh tidak akan masuk". Dan memang musuh tidak masuk ke Iskandariah sampai Abu-al Abbas al-Mursi meninggal dunia.
0
Kutip
Balas