TS
lumba2terbang
Kumpulan Kisah Sahabat Nabi dan Awliya serta orang soleh
alow kaskuser,,,, newbie mau bagi2 kisah para wali nih, ntar diupdate terus 
Index

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Habib Soleh Tanggul


Index
Quote:
Habib Soleh Tanggul
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Spoiler for isi:
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
Habib Soleh Tanggul

Spoiler for isi:
Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan dawahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
tata604 memberi reputasi
1
61.8K
Kutip
190
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
lumba2terbang
#25
Syekh Ahmad al-Tijani
Spoiler for isi:
DR. KH. Ikyan Badruzzaman
Sekilas tentang Syekh Ahmad al-Tijani
Syekh Ahmad al-Tijani, dilahirkan pada tahun 1150 H. (1737 M.) di `Ain Madi, sebuah desa di Al-Jazair.
Secara geneologis Syekh Ahmad al-Tijani memiliki nasab sampai kepada Rasulullah saw. lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad Ibn Muhammad Ibn Mukhtar Ibn Ahmab Ibn Muhammad Ibn Salam Ibn Abi al-Id Ibn Salim Ibn Ahmad al-`Alawi Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas Ibn Abd Jabbar Ibn Idris Ibn Ishak Ibn Zainal Abidin Ibn Ahmad Ibn Muhammad al-Nafs al-Zakiyyah Ibn Abdullah al-Kamil Ibn Hasan al-Musana Ibn Hasan al-Sibti Ibn Ali Ibn Abi Thalib, dari Sayyidah Fatimah al-Zahra putri Rasuluullah saw. Beliau wafat pada hari Kamis, tanggal 17 Syawal tahun 1230 H., dan dimakamkan di kota Fez Maroko.
Biografi Syekh Ahmad al-Tijani
Fase menuntut Ilmu
Sejak umur tujuh tahun Syekh Ahmad al-Tijani telah hafal al-Quran dan sejak kecil beliau telah mempelajari berbagai cabang ilmu seperti ilmu Usul, Fiqh, dan sastra. Dikatakan, sejak usia remaja, Syekh Ahmad al-Tijani telah menguasai dengan mahir berbagai cabang ilmu agama Islam, sehingga pada usia dibawah 20 tahun beliau telah mengajar dan memberi fatwa tentang berbagai masalah agama.
Fase Menuntut Ilmu Tasawuf
Pada usia 21 tahun, tepatnya pada tahun 1171 H. Syekh Ahmad al-Tijani pindah ke kota Fez Maroko. untuk memperdalam ilmu tasawuf. Selama di Fez beliau menekuni ilmu tasawuf melalui kitab Futuhat al-Makiyyah, di bawah bimbingan al-Tayyib Ibn Muhammad al-Yamhalidan Muhammad Ibn al-Hasan al-Wanjali. Al-Wanjali mengatakan kepada Syekh Ahmad al-Tijani : اَنَّكَ تُدْرِكَ مَقَامَ الشَّاذِلِى Engkau akan mencapai maqam kewalian sebagaimana maqam al-Syazili . Selanjutnya beliau menjumpai Syekh Abdullah Ibn Arabi al-Andusia, dan kepadanya dikatakan : الله ُ يَأخُذُ بِـيَدِكَ. (Allah yang membimbingmu); Kata-kata ini di ulang sampai tiga kali. Kemudian beliau berguru kepada Syekh Ahmad al-Tawwasi, dan mendapat bimbingan untuk persiapan masa lanjut. Ia menyarankan kepada Syekh Ahmad al-Tijani untuk berkhalwat (menyendiri) dan berzikir (zikr) sampai Allah memberi keterbukaan (futuh). Kemudian ia mengatakan : Engkau akan memperoleh kedudukan yang agung (maqam azim).
Fase Pengidentifikasian Diri
Ketika Syekh Ahmad al-Tijani memasuki usia 31 tahun, beliau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt., melalui amalan beberapa thariqat. Thariqat pertama yang beliau amalkan adalah thariqat Qadiriyah, kemudian pindah mengamalkan thariqat Nasiriyah yang diambil dari Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdillah, selanjutnya mengamalkan thariqat Ahmad al-Habib Ibn Muhammaddan kemudian mengamalkan thariqat Tawwasiyah. Setelah beliau mengamalkan beberapa thariqat tadi, kemudian beliau pindah ke Zawiyah (pesantren sufi) Syekh Abd al-Qadir Ibn Muhammad al-Abyadh.
Pada tahun 1186 H. Beliau berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika beliau tiba di Aljazair, beliau menjumpai Sayyid Ahmad Ibn Abd al-Rahman al-Azhari seorang tokoh thariqat Khalwatiah, dan beliau mendalami ajaran thariqat ini. Kemudian beliau berangkat ke Tunise dan menjumpai seorang Wali bernama Syekh Abd al-Samad al-Rahawi. Di kota ini beliau belajar thariqat sambil mengajar tasawuf. Diantara buku yang diajarkannya adalah kitab al-Hikam. Kemudian beliau pergi ke Mesir. Di negeri ini beliau menjumpai seorang sufi yang sangat terkenal pada waktu itu yakni Syekh Mahmud al-Kurdi, ia seorang tokoh thariqat khalwatiyah. Dari tokoh ini Syekh Ahmad al-Tijani menyempurnakan ajaran thariqat Kholwatiyahnya. Dalam perjumpaan pertama dengan Syekh Mahmud al-Kurdi, kepada Syekh ahmad al-Tijani dikatakan: (أنت محبوب عندالله في الدنيا والاخرة ) Engkau kekasih Allah di dunia dan di akherat lalu ia Al-Tijani bertanya (من اين لك هدا ) Dari mana pengetahuan ini ? Jawab Al-Kurdi ( من الله ) Dari Allah.
Setelah beberapa hari Syekh Mahmud al-Kurdy bertanya kepada Syekh Ahmad : (مامطلبك ؟
Apa cita-citamu ? Jawab Syekh Ahmad Al-Tijani (مطلبي القطبانـية لعظمى
Cita-cita saya menduduki maqam al-Qutbaniyah al-Udzma. Jawab al-Kurdi (لك اكثرمنها ) Bagimu lebih dari itu Berkata Syekh Ahmad Al-Tijani (عليك
Engkau yang menanggungnya ? Jawab al-Kurdi (نعم
Ya. Pada bulan Syawwal tahun 1187 H. Sampailah beliau ke Makkah pada waktu itu di Makkah ada seorang wali bernama Syekh al-Imam Abi al-Abbas Sayyid Muhammad Ibn Abdillah al-Hindi. Sewaktu Syekh Ahmad al-Tijani berkunjung kepadanya, ia mengungkapkan kepada Syekh Ahmad al-Tijani melalui surat lewat khadamnya yang berbunyi :
أنت وارث علمي واسرارى وموا هبي وانوارى Artinya : Engkau pewaris ilmuku, rahasia-rahasiaku, karunia-karuniaku dan cahaya-cahayaku
Selesai melaksanakan ibadah haji, Syekh Ahmad al-Tijani terus berziarah ke makam Rasulullah saw., di Madinah. Di kota ini beliau menjumpai seorang wali Quthb Syekh Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Saman. Dalam salah satu pertemuannya, dikatakan bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam kewalian al-Quthb al-Jami. Pertemuan Syekh Ahmad al-Tijani dengan para wali sebagaimana disebutkan di atas, menunjukan hampir semua wali yang dikunjunginya melihat dan meyakini bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam kewalian yang tinggi lebih dari apa yang dicita-citakannya.
Pada tahun 1196 H., tepatnya ketika Syekh Ahmad al-Tijani berusia 46 tahun, beliau pergi ke pedalaman Aljazair, yaitu Abu Samghun, yang terletak di padang Sahara. Disitu beliau melakukan khalwat (kehidupan menyendiri). Di tempat inilah beliau mengalami pembukaan besar (al-Fath al-Akbar), beliau bertemu dengan Rasulullah saw., dalam keadaan jaga (yaqzhah). Selanjutnya Syekh Ahmad al-Tijani ditalqin (dibimbing) istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali, selanjutnya Rasulullah saw. bersabda kepada Syekh Ahmad Al-Tijani :
لامنة لمخلوق عليك من مشايخ الطريق فانا واسطتك وممدك على التخقيق. فاترك عنك جميع ما احذت من جميع الطريق. الزم هذه الطريقة من غير خلوة ولااعتزال عن الخلق حتى تصل مقامك الذى وعدت به وانت على حالك من غير ضيق ولاحرج ولاكثرة مجاهدة واترك عنك جميع الاولياء.
Artinya : Tak ada karunia bagi seorang makhlukpun dari guru-guru thariqat atas kamu. Maka akulah wasithah (perantaramu) dan pemberi dan atau pembimbingmu dengan sebenar-benarnya (oleh karena itu), tinggalkanlah apa yang kamu telah ambil dari semua thariqat. Tekunilah thariqat ini tanpa khalwat dan tidak menjauh dari manusia sampai kamu mencapai kedudukan yang telah dijanjikannya padamu, dan kamu tetap di atas perihalmu ini tanpa kesempitan, tanpa susah-susah dan tidak banyak berpayah-payah, dan tinggalkanlah semua para Wali.
Dua macam wirid sebagaiman telah disebutkan di atas, yaitu : Istighfar 100 kali dan Shalawat 100 kali berjalan selama 4 tahun dan pada tahun 1200 H., wirid itu disempurnakan Rasulullah saw., dengan ditambah Hailallah (la Ilaha Illa Allah) 100 kali. Pada bulan Muharram tahun 1214 H. Syekh Ahmad al-Tijani mencapai maqam kewalian yang pernah dicita-citakannya yakni maqam al-Quthbaniyyat al-Udhma. Dan pada tanggal 18 Safar pada tahun yang sama Syekh Ahmad al-Tijani mendapat karunia dari Allah swt., memperoleh maqam tertinggi kewalian ummat Nabi Muhammad yakni maqam al-Khatm wal-Katm atau al-Qutb al-Maktum dan Khatm al-Muhammadiyy al-Malum.
Dan setiap tanggal dan bulan tersebut murid-murid Syekh Ahmad al-Tijani, di Indonesia misalnya mensyukuri melalui peringatan Idul Khatmi Lil Qutbil Maktum Syekh Ahmad al-Tijani Ra. Seperti halnya kita berkumpul disini.
Fase Pengembangan Dakwah
Di Maroko, Syekh Ahmad al-Tijani dan Maulay Sulaiman (penguasa Maroko) bekerjasama dalam memerangi khurafat yang menimbulkan kebodohan, kejumudan, dan kemalasan, sampai beliau dilantik sebagai anggota Dewan Ulama.
Dalam keadaan masyarakat yang demikian rusak baik secara moral maupun akidah Syekh Ahmad al-Tijani menyatakan bahwa : Pada umumnya masyarakat pada waktu itu melakukan ziarah kepada wali-wali Allah hanyalah untuk tujuan yang rusak (agrad fasidat) yakni hanya untuk mengharapkan kesenangan dan syahwat duniawi. Dalam posisi inilah Syekh Ahmad al-Tijani menetapkan batasan yang sangat ketat kepada murid-muridnya dalam melakukan ziarah kepada wali-wali Allah swt., hal ini dimaksudkan untuk memelihara kemurnian akidah dan kelurusan ibadah.
Upaya Syekh Ahmad al-Tijani dalam melakukan dakwah-dakwah Islam, selain melaksanakan kerjasama dengan Maulay Sulaiman, beliau juga aktif memimpin Zawiyah di kota Fez Maroko, sampai wafatnya pada Hari Kamis tanggal 17 bulan Syawwal tahun 1230 H. Di Kota ini beliau sering dikunjungi orang-orang dari seluruh Maroko ataupun negara-negara tetangganya, dan membina orang yang berminat mendalami ajarannya, sampai melantiknya sebagai pemuka Thariqat Tijaniyah (muqaddam) di daerah masing-masing. Sampai saat menjelang wafatnya Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugas dakwahnya, beliau selalu aktif memberi petunjuk dan bimbingan kepada ummat Islam, terutama dalam membina dan mengarahkan murid beliau melalui Zawiyah yang beliau dirikan maupun melalui surat-surat yang beliau kirim keberbagai lapisan masyarakat (fukoro, masakin, agniya, pedagang, fuqaha dan umaro).
Berikut sebagian kutipan surat dakwah syekh Ahmad al-Tijani:
Saya berwasiat pada sendiri dan kalian semua dengan perkara yang telah diwasiatkan dan diperintahkan oleh Allah swt. Yaitu menjaga batas-batas agama, melaksanakan perintah ilahiyah dengan segenap kemampuan dan kekuatan.
Sesungguhnya pada jaman sekarang, sendi-sendi pokok agama ilahi telah rapuh dan ambruk. Baik secara langsung dan global ataupun secara perlahan-lahan dan rinci. Manusia lebih banyak tenggelam dalam urusan yang mengkhawatirkan, secara ukhrawi dan duniawinya. Mereka tersesat tidak kembali dan tertidur pulas tidak terjaga. Hal ini dikarenakan berbagai persoalan yang telah memalingkan hati dari Allah swt., dan aturan-aturan (perintah dan larangannya). Pada masa dan waktu kini sudah tidak ada seorangpun yang peduli untuk mejalankan dan memenuhi perintah-perintah Allah dan persoalan-persoalan agama yang lainnya. Kecuali orang yang benar-benar marifat kepada-Nya paling tidak orang yang mendekati sifat tersebut.
Wasiat ini dilatarbelakangi atas keprihatinan terhadap kemunduran ummat Islam, baik secara akidah maupun ibadah. Sikap ini menunjukan kepedulian Syekh Ahmad al-Tijani sebagai shahibut thariqah terhadap problematika ummat Islam.
Pada bagian lain dikatakan : Hendaklah kamu sekalian berusaha membiasakan bersedekah setiap hari jika mampu. Meskipun sekedar uang recehan ataupun sesuap makanan, disamping tetap menjaga pelaksaan perkara-perkara fardu yang di wajibkan dalam harta benda, seperti zakat. Sesungguhnya pertolongan Allah swt., lebih dekat kepada mereka yang selalu mengerjakan dan menjaga kewajiban-kewajiban yang bersifat umum/kemasyarakatan.
Pada bagian lain Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan :
Hendaknya kamu sekalian selalu menjaga silaturahim/menyambung tali persaudaraan dengan norma-norma yang dapat membuat hati menjadi lapang dan menimbulkan rasa kasih sayang. Meskipun hanya menyediakan waktu luang dan memberikan salam. Jauhilah sebab-sebab yang menjadikan kebencian dan permusuhan di antara sanak saudara, atau perpecahan orang tua dan segala hal yang menyulut api dendam dalam relung hati sanak saudara.
Hendaklah menjauhi segala pembicaraan yang mengorek aib dan kekurangan sesama muslim. Mereka yang gemar melakukan itu, Allah swt., akan membuka aib/cacat kekurangannya dan mengoyak kekurangan-kekurangan generasi setelahnya. Wasiat ini menegaskan pentingnya membangun kepedulian sosial dan membangun keutuhan masyarakat, bangsa dan negara. Pada dasarnya, Syekh Ahmad al-Tijani tidak menginginkan seorang sufi yang hanya memusatkan perhatiannya pada kontemplasi dan zikir, dan mengabaikan masalah kemasyarakatan. Sufi, sebagaimana ditegaskan dalam pengamalan thariqat tijaniyah, harus senantiasa aktif berjuang bersama masyarakat.
Demikianlah sekilas peran dakwah Syekh Ahmad al-Tijani. Lewat ajarannya, dapat dilihat bagaimana beliau memandang penting arti tampilnya seorang sufi/wali di tengah masyarakat, hal ini merupakan bentuk lain dari ketaatannya pada Allah dan Rasul-Nya. Pada masa modern ini, murid tarikat tijaniyah terus aktif melakukan dakwah Islam, di berbagai kawasan Afrika dan mereka mendirikan Zawiyah (Pesantren Sufi). Sampai sekarang mereka aktif mengembangkan dakwah Islam di Amerika, Perancis, dan Cina.
Pada tahun 1987 , Syekh Idris al-Iraqi, (muqaddam zawiyah thariqat tijaniyah Fez, Maroko) berkunjung ke Indonesia, menurut pengakuannya sampai saat ini di Perancis, terdapat puluhan zawiyah (pesantren sufi) thariqat tijaniyah.
Pada tahun 1985/1406 H., di Kota Fez, Maroko diselenggarakan muktamar thariqat tijaniyah dan dihadiri utusan dari 18 negara, seperti : Kerajaan Maroko, Pakistan, Tunisia, Mali, Mesir, Mauritania, Nigeria, Gana, Gambia, Gina, Pantai Gading, Sudan Senegal, Cina, Amerika Serikat, Perancis dan Indonesia. Utusan dari Indonesia adalah KH. Umar Baidhowi dan KH. Badri Masduqi. Pada pembukaan muktamar tersebut, Raja Hasan II (Raja Maroko) berkenan memberikan sambutan.
Gambaran di atas menunjukan efektifitas metoda tarikat dalam pengembangan dakwah Islam.
Demikianlah sekilas riwayat hidup Syekh Ahmad al-Tijani, semoga bermanfaat.
Sekilas tentang Syekh Ahmad al-Tijani
Syekh Ahmad al-Tijani, dilahirkan pada tahun 1150 H. (1737 M.) di `Ain Madi, sebuah desa di Al-Jazair.
Secara geneologis Syekh Ahmad al-Tijani memiliki nasab sampai kepada Rasulullah saw. lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad Ibn Muhammad Ibn Mukhtar Ibn Ahmab Ibn Muhammad Ibn Salam Ibn Abi al-Id Ibn Salim Ibn Ahmad al-`Alawi Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Abbas Ibn Abd Jabbar Ibn Idris Ibn Ishak Ibn Zainal Abidin Ibn Ahmad Ibn Muhammad al-Nafs al-Zakiyyah Ibn Abdullah al-Kamil Ibn Hasan al-Musana Ibn Hasan al-Sibti Ibn Ali Ibn Abi Thalib, dari Sayyidah Fatimah al-Zahra putri Rasuluullah saw. Beliau wafat pada hari Kamis, tanggal 17 Syawal tahun 1230 H., dan dimakamkan di kota Fez Maroko.
Biografi Syekh Ahmad al-Tijani
Fase menuntut Ilmu
Sejak umur tujuh tahun Syekh Ahmad al-Tijani telah hafal al-Quran dan sejak kecil beliau telah mempelajari berbagai cabang ilmu seperti ilmu Usul, Fiqh, dan sastra. Dikatakan, sejak usia remaja, Syekh Ahmad al-Tijani telah menguasai dengan mahir berbagai cabang ilmu agama Islam, sehingga pada usia dibawah 20 tahun beliau telah mengajar dan memberi fatwa tentang berbagai masalah agama.
Fase Menuntut Ilmu Tasawuf
Pada usia 21 tahun, tepatnya pada tahun 1171 H. Syekh Ahmad al-Tijani pindah ke kota Fez Maroko. untuk memperdalam ilmu tasawuf. Selama di Fez beliau menekuni ilmu tasawuf melalui kitab Futuhat al-Makiyyah, di bawah bimbingan al-Tayyib Ibn Muhammad al-Yamhalidan Muhammad Ibn al-Hasan al-Wanjali. Al-Wanjali mengatakan kepada Syekh Ahmad al-Tijani : اَنَّكَ تُدْرِكَ مَقَامَ الشَّاذِلِى Engkau akan mencapai maqam kewalian sebagaimana maqam al-Syazili . Selanjutnya beliau menjumpai Syekh Abdullah Ibn Arabi al-Andusia, dan kepadanya dikatakan : الله ُ يَأخُذُ بِـيَدِكَ. (Allah yang membimbingmu); Kata-kata ini di ulang sampai tiga kali. Kemudian beliau berguru kepada Syekh Ahmad al-Tawwasi, dan mendapat bimbingan untuk persiapan masa lanjut. Ia menyarankan kepada Syekh Ahmad al-Tijani untuk berkhalwat (menyendiri) dan berzikir (zikr) sampai Allah memberi keterbukaan (futuh). Kemudian ia mengatakan : Engkau akan memperoleh kedudukan yang agung (maqam azim).
Fase Pengidentifikasian Diri
Ketika Syekh Ahmad al-Tijani memasuki usia 31 tahun, beliau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt., melalui amalan beberapa thariqat. Thariqat pertama yang beliau amalkan adalah thariqat Qadiriyah, kemudian pindah mengamalkan thariqat Nasiriyah yang diambil dari Abi Abdillah Muhammad Ibn Abdillah, selanjutnya mengamalkan thariqat Ahmad al-Habib Ibn Muhammaddan kemudian mengamalkan thariqat Tawwasiyah. Setelah beliau mengamalkan beberapa thariqat tadi, kemudian beliau pindah ke Zawiyah (pesantren sufi) Syekh Abd al-Qadir Ibn Muhammad al-Abyadh.
Pada tahun 1186 H. Beliau berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Ketika beliau tiba di Aljazair, beliau menjumpai Sayyid Ahmad Ibn Abd al-Rahman al-Azhari seorang tokoh thariqat Khalwatiah, dan beliau mendalami ajaran thariqat ini. Kemudian beliau berangkat ke Tunise dan menjumpai seorang Wali bernama Syekh Abd al-Samad al-Rahawi. Di kota ini beliau belajar thariqat sambil mengajar tasawuf. Diantara buku yang diajarkannya adalah kitab al-Hikam. Kemudian beliau pergi ke Mesir. Di negeri ini beliau menjumpai seorang sufi yang sangat terkenal pada waktu itu yakni Syekh Mahmud al-Kurdi, ia seorang tokoh thariqat khalwatiyah. Dari tokoh ini Syekh Ahmad al-Tijani menyempurnakan ajaran thariqat Kholwatiyahnya. Dalam perjumpaan pertama dengan Syekh Mahmud al-Kurdi, kepada Syekh ahmad al-Tijani dikatakan: (أنت محبوب عندالله في الدنيا والاخرة ) Engkau kekasih Allah di dunia dan di akherat lalu ia Al-Tijani bertanya (من اين لك هدا ) Dari mana pengetahuan ini ? Jawab Al-Kurdi ( من الله ) Dari Allah.
Setelah beberapa hari Syekh Mahmud al-Kurdy bertanya kepada Syekh Ahmad : (مامطلبك ؟
Apa cita-citamu ? Jawab Syekh Ahmad Al-Tijani (مطلبي القطبانـية لعظمى
Cita-cita saya menduduki maqam al-Qutbaniyah al-Udzma. Jawab al-Kurdi (لك اكثرمنها ) Bagimu lebih dari itu Berkata Syekh Ahmad Al-Tijani (عليك
Engkau yang menanggungnya ? Jawab al-Kurdi (نعم
Ya. Pada bulan Syawwal tahun 1187 H. Sampailah beliau ke Makkah pada waktu itu di Makkah ada seorang wali bernama Syekh al-Imam Abi al-Abbas Sayyid Muhammad Ibn Abdillah al-Hindi. Sewaktu Syekh Ahmad al-Tijani berkunjung kepadanya, ia mengungkapkan kepada Syekh Ahmad al-Tijani melalui surat lewat khadamnya yang berbunyi :أنت وارث علمي واسرارى وموا هبي وانوارى Artinya : Engkau pewaris ilmuku, rahasia-rahasiaku, karunia-karuniaku dan cahaya-cahayaku
Selesai melaksanakan ibadah haji, Syekh Ahmad al-Tijani terus berziarah ke makam Rasulullah saw., di Madinah. Di kota ini beliau menjumpai seorang wali Quthb Syekh Muhammad Ibn Abd al-Karim al-Saman. Dalam salah satu pertemuannya, dikatakan bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam kewalian al-Quthb al-Jami. Pertemuan Syekh Ahmad al-Tijani dengan para wali sebagaimana disebutkan di atas, menunjukan hampir semua wali yang dikunjunginya melihat dan meyakini bahwa Syekh Ahmad al-Tijani akan mencapai maqam kewalian yang tinggi lebih dari apa yang dicita-citakannya.
Pada tahun 1196 H., tepatnya ketika Syekh Ahmad al-Tijani berusia 46 tahun, beliau pergi ke pedalaman Aljazair, yaitu Abu Samghun, yang terletak di padang Sahara. Disitu beliau melakukan khalwat (kehidupan menyendiri). Di tempat inilah beliau mengalami pembukaan besar (al-Fath al-Akbar), beliau bertemu dengan Rasulullah saw., dalam keadaan jaga (yaqzhah). Selanjutnya Syekh Ahmad al-Tijani ditalqin (dibimbing) istighfar 100 kali dan shalawat 100 kali, selanjutnya Rasulullah saw. bersabda kepada Syekh Ahmad Al-Tijani :
لامنة لمخلوق عليك من مشايخ الطريق فانا واسطتك وممدك على التخقيق. فاترك عنك جميع ما احذت من جميع الطريق. الزم هذه الطريقة من غير خلوة ولااعتزال عن الخلق حتى تصل مقامك الذى وعدت به وانت على حالك من غير ضيق ولاحرج ولاكثرة مجاهدة واترك عنك جميع الاولياء.
Artinya : Tak ada karunia bagi seorang makhlukpun dari guru-guru thariqat atas kamu. Maka akulah wasithah (perantaramu) dan pemberi dan atau pembimbingmu dengan sebenar-benarnya (oleh karena itu), tinggalkanlah apa yang kamu telah ambil dari semua thariqat. Tekunilah thariqat ini tanpa khalwat dan tidak menjauh dari manusia sampai kamu mencapai kedudukan yang telah dijanjikannya padamu, dan kamu tetap di atas perihalmu ini tanpa kesempitan, tanpa susah-susah dan tidak banyak berpayah-payah, dan tinggalkanlah semua para Wali.
Dua macam wirid sebagaiman telah disebutkan di atas, yaitu : Istighfar 100 kali dan Shalawat 100 kali berjalan selama 4 tahun dan pada tahun 1200 H., wirid itu disempurnakan Rasulullah saw., dengan ditambah Hailallah (la Ilaha Illa Allah) 100 kali. Pada bulan Muharram tahun 1214 H. Syekh Ahmad al-Tijani mencapai maqam kewalian yang pernah dicita-citakannya yakni maqam al-Quthbaniyyat al-Udhma. Dan pada tanggal 18 Safar pada tahun yang sama Syekh Ahmad al-Tijani mendapat karunia dari Allah swt., memperoleh maqam tertinggi kewalian ummat Nabi Muhammad yakni maqam al-Khatm wal-Katm atau al-Qutb al-Maktum dan Khatm al-Muhammadiyy al-Malum.
Dan setiap tanggal dan bulan tersebut murid-murid Syekh Ahmad al-Tijani, di Indonesia misalnya mensyukuri melalui peringatan Idul Khatmi Lil Qutbil Maktum Syekh Ahmad al-Tijani Ra. Seperti halnya kita berkumpul disini.
Fase Pengembangan Dakwah
Di Maroko, Syekh Ahmad al-Tijani dan Maulay Sulaiman (penguasa Maroko) bekerjasama dalam memerangi khurafat yang menimbulkan kebodohan, kejumudan, dan kemalasan, sampai beliau dilantik sebagai anggota Dewan Ulama.
Dalam keadaan masyarakat yang demikian rusak baik secara moral maupun akidah Syekh Ahmad al-Tijani menyatakan bahwa : Pada umumnya masyarakat pada waktu itu melakukan ziarah kepada wali-wali Allah hanyalah untuk tujuan yang rusak (agrad fasidat) yakni hanya untuk mengharapkan kesenangan dan syahwat duniawi. Dalam posisi inilah Syekh Ahmad al-Tijani menetapkan batasan yang sangat ketat kepada murid-muridnya dalam melakukan ziarah kepada wali-wali Allah swt., hal ini dimaksudkan untuk memelihara kemurnian akidah dan kelurusan ibadah.
Upaya Syekh Ahmad al-Tijani dalam melakukan dakwah-dakwah Islam, selain melaksanakan kerjasama dengan Maulay Sulaiman, beliau juga aktif memimpin Zawiyah di kota Fez Maroko, sampai wafatnya pada Hari Kamis tanggal 17 bulan Syawwal tahun 1230 H. Di Kota ini beliau sering dikunjungi orang-orang dari seluruh Maroko ataupun negara-negara tetangganya, dan membina orang yang berminat mendalami ajarannya, sampai melantiknya sebagai pemuka Thariqat Tijaniyah (muqaddam) di daerah masing-masing. Sampai saat menjelang wafatnya Syekh Ahmad al-Tijani tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugas dakwahnya, beliau selalu aktif memberi petunjuk dan bimbingan kepada ummat Islam, terutama dalam membina dan mengarahkan murid beliau melalui Zawiyah yang beliau dirikan maupun melalui surat-surat yang beliau kirim keberbagai lapisan masyarakat (fukoro, masakin, agniya, pedagang, fuqaha dan umaro).
Berikut sebagian kutipan surat dakwah syekh Ahmad al-Tijani:
Saya berwasiat pada sendiri dan kalian semua dengan perkara yang telah diwasiatkan dan diperintahkan oleh Allah swt. Yaitu menjaga batas-batas agama, melaksanakan perintah ilahiyah dengan segenap kemampuan dan kekuatan.
Sesungguhnya pada jaman sekarang, sendi-sendi pokok agama ilahi telah rapuh dan ambruk. Baik secara langsung dan global ataupun secara perlahan-lahan dan rinci. Manusia lebih banyak tenggelam dalam urusan yang mengkhawatirkan, secara ukhrawi dan duniawinya. Mereka tersesat tidak kembali dan tertidur pulas tidak terjaga. Hal ini dikarenakan berbagai persoalan yang telah memalingkan hati dari Allah swt., dan aturan-aturan (perintah dan larangannya). Pada masa dan waktu kini sudah tidak ada seorangpun yang peduli untuk mejalankan dan memenuhi perintah-perintah Allah dan persoalan-persoalan agama yang lainnya. Kecuali orang yang benar-benar marifat kepada-Nya paling tidak orang yang mendekati sifat tersebut.
Wasiat ini dilatarbelakangi atas keprihatinan terhadap kemunduran ummat Islam, baik secara akidah maupun ibadah. Sikap ini menunjukan kepedulian Syekh Ahmad al-Tijani sebagai shahibut thariqah terhadap problematika ummat Islam.
Pada bagian lain dikatakan : Hendaklah kamu sekalian berusaha membiasakan bersedekah setiap hari jika mampu. Meskipun sekedar uang recehan ataupun sesuap makanan, disamping tetap menjaga pelaksaan perkara-perkara fardu yang di wajibkan dalam harta benda, seperti zakat. Sesungguhnya pertolongan Allah swt., lebih dekat kepada mereka yang selalu mengerjakan dan menjaga kewajiban-kewajiban yang bersifat umum/kemasyarakatan.
Pada bagian lain Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan :
Hendaknya kamu sekalian selalu menjaga silaturahim/menyambung tali persaudaraan dengan norma-norma yang dapat membuat hati menjadi lapang dan menimbulkan rasa kasih sayang. Meskipun hanya menyediakan waktu luang dan memberikan salam. Jauhilah sebab-sebab yang menjadikan kebencian dan permusuhan di antara sanak saudara, atau perpecahan orang tua dan segala hal yang menyulut api dendam dalam relung hati sanak saudara.
Hendaklah menjauhi segala pembicaraan yang mengorek aib dan kekurangan sesama muslim. Mereka yang gemar melakukan itu, Allah swt., akan membuka aib/cacat kekurangannya dan mengoyak kekurangan-kekurangan generasi setelahnya. Wasiat ini menegaskan pentingnya membangun kepedulian sosial dan membangun keutuhan masyarakat, bangsa dan negara. Pada dasarnya, Syekh Ahmad al-Tijani tidak menginginkan seorang sufi yang hanya memusatkan perhatiannya pada kontemplasi dan zikir, dan mengabaikan masalah kemasyarakatan. Sufi, sebagaimana ditegaskan dalam pengamalan thariqat tijaniyah, harus senantiasa aktif berjuang bersama masyarakat.
Demikianlah sekilas peran dakwah Syekh Ahmad al-Tijani. Lewat ajarannya, dapat dilihat bagaimana beliau memandang penting arti tampilnya seorang sufi/wali di tengah masyarakat, hal ini merupakan bentuk lain dari ketaatannya pada Allah dan Rasul-Nya. Pada masa modern ini, murid tarikat tijaniyah terus aktif melakukan dakwah Islam, di berbagai kawasan Afrika dan mereka mendirikan Zawiyah (Pesantren Sufi). Sampai sekarang mereka aktif mengembangkan dakwah Islam di Amerika, Perancis, dan Cina.
Pada tahun 1987 , Syekh Idris al-Iraqi, (muqaddam zawiyah thariqat tijaniyah Fez, Maroko) berkunjung ke Indonesia, menurut pengakuannya sampai saat ini di Perancis, terdapat puluhan zawiyah (pesantren sufi) thariqat tijaniyah.
Pada tahun 1985/1406 H., di Kota Fez, Maroko diselenggarakan muktamar thariqat tijaniyah dan dihadiri utusan dari 18 negara, seperti : Kerajaan Maroko, Pakistan, Tunisia, Mali, Mesir, Mauritania, Nigeria, Gana, Gambia, Gina, Pantai Gading, Sudan Senegal, Cina, Amerika Serikat, Perancis dan Indonesia. Utusan dari Indonesia adalah KH. Umar Baidhowi dan KH. Badri Masduqi. Pada pembukaan muktamar tersebut, Raja Hasan II (Raja Maroko) berkenan memberikan sambutan.
Gambaran di atas menunjukan efektifitas metoda tarikat dalam pengembangan dakwah Islam.
Demikianlah sekilas riwayat hidup Syekh Ahmad al-Tijani, semoga bermanfaat.
0
Kutip
Balas