TS
lumba2terbang
Kumpulan Kisah Sahabat Nabi dan Awliya serta orang soleh
alow kaskuser,,,, newbie mau bagi2 kisah para wali nih, ntar diupdate terus
Index
PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Habib Soleh Tanggul
Index
Quote:
Habib Soleh Tanggul
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Spoiler for isi:
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
Habib Soleh Tanggul
Spoiler for isi:
Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan dawahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
tata604 memberi reputasi
1
61.6K
Kutip
190
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.2KThread•2.4KAnggota
Tampilkan semua post
TS
lumba2terbang
#22
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
Spoiler for isi:
Nasab beliau
Nasab beliau bersandar pada silsilah dzahabiyyah, bersambung dari ayah ke kakek, sampai akhirnya bertemu dengan kakek beliau yang termulia Rasulullah SAW. Adapun perinciannya, beliau adalah:
Al-Habib Al-Allamah Zain bin Abdullah bin Alwi bin Umar bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah bin Husin bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al-Aidrus bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdur Rahman As-Saggaf bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahib Ad-Dark bin Alwi bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Ali Al-'Uradhy bin Ja'far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin, putri Sayyidah Fatimah binti Rasulullah SAW.
Kelahiran dan masa kecil beliau
Beliau dilahirkan di daerah As-Suweiry (dekat kota Tarim), Hadramaut, pada tahun 1289 H. Ayah beliau Al-Habib Abdullah, berasal dari kota Tarim, dan kemudian berhijrah ke kota As-Suweiry dengan beberapa teman beliau atas perintah Al-Imam Al-Habib Thahir bin Husin Bin Thahir Ba'alawy untuk mengawasi gencatan senjata antar kabilah yang terjadi di kota tersebut.
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dalam suatu keluarga yang penuh keutamaan, ilmu dan akhlak, mencontoh keluarga datuk beliau Rasulullah SAW. Al-Habib Abdullah, ayah beliau, mencurahkan perhatian yang lebih kepada beliau diantara saudara-saudaranya, karena selain beliau adalah anak yang terakhir, juga beliau adalah anak yang berperilaku yang mulia dan berhati bersih. Dan sungguh Al-Habib Abdullah melihat dengan firasat tajamnya bahwa putra beliau yang satu ini akan menjadi seorang yang mempunyai hal (keadaan) yang tinggi di suatu masa mendatang.
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dewasa dan dicintai oleh keluarganya dan masyarakat As-Suweiry. Beliau habiskan masa kecil beliau dengan penuh kezuhudan dan ibadah. Beliau semenjak kecilnya gemar sekali menjaga kewajiban shalat dan menunaikan shalat-shalat sunnah. Suatu kegemaran yang jarang sekali dipunyai oleh anak-anak sebaya beliau.
Perjalanan hijrah beliau
Pada tahun 1301 H, beliau melakukan perjalanan hijrah ke Indonesia, disertai saudara-saudaranya Alwi, Ahmad dan Ali. Pada saat itu beliau masih berusia 12 tahun. Di Indonesia beliau bertemu dengan pamannya Al-Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Aidrus yang sudah terlebih dahulu menetap disana.
Masa belajar beliau
Sebelum beliau berhijrah ke Indonesia, beliau banyak mengambil ilmu dari keluarganya, dan juga dari para ulama di tempat asalnya Hadramaut, yang memang terkenal pada saat itu dengan negeri yang penuh dengan ulama-ulama besar. Dari daerah tersebut, beliau banyak mengambil berbagai macam ilmu-ilmu agama.
Setelah berada di Indonesia, beliau menuntut ilmu kepada pamannya Al-Habib Muhammad. Setelah dirasakan cukup, beliau Al-Habib Zain dikirim oleh pamannya untuk menuntut ilmu kepada salah seorang mufti terkenal di Indonesia saat itu, yaitu Al-Habib Al-Faqih Al-Allamah Utsman bin Abdullah Bin Yahya. Guru beliau Al-Habib Utsman Bin Yahya merupakan salah seorang tokoh agama yang cukup mumpuni di bidang fiqih dan ilmu-ilmu keislaman saat itu. Banyak diantara para murid Al-Habib Utsman yang menjadi ulama-ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdur Rahman Alhabsyi, Kwitang.
Hiduplah beliau Al-Habib Zain dibawa didikan gurunya Al-Habib Utsman Bin Yahya. Sebagaimana masa kecilnya, semangat beliau seakan tak pupus untuk belajar dengan giat dan tekun. Banyak ilmu yang diambil beliau dari gurunya, diantaranya adalah ilmu-ilmu bahasa Arab, Fiqih, Fara'idh (ilmu waris), Ushul, Falak, dan sebagainya. Beliau mengambil dari gurunya ilmu dan amal dan beliau banyak mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut.
Masa dakwah beliau
Pada tahun 1322 H, berdirilah sebuah sekolah agama di kota Jakarta yang dinamakan Jamiat Khair. Beberapa pengurus dari sekolah itu kemudian datang kepada beliau untuk memintanya mengajar disana. Akhirnya mengajarlah beliau disana dengan kesungguhan, tanpa lelah dan bosan. Pada saat itu beliau merupakan salah seorang staf pengajar kurun waktu pertama sekolah Jamiat Khair, suatu sekolah yang banyak menghasilkan tokoh-tokoh agama dan pergerakan.
Selang beberapa tahun kemudian, beliau mendirikan sebuah sekolah kecil di jalan Gajah Mada, Jakarta. Keberadaan sekolah itu disambut dengan gembira oleh masyarakat, yang sangat butuh akan ilmu-ilmu agama. Akan tetapi sayangnya, tak selang berapa lama, dengan kedatangan Jepang, sekolah tersebut ditutup oleh penjajah Jepang.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1326 H, beliau mendirikan majlis taklim di Masjid Al-Mubarak, Krukut, Jakarta. Majlis taklim tersebut diadakan siang dan malam, dan banyak dihadiri pria dan wanita. Sepeninggal pamannya Al-Habib Muhammad, beliaulah yang menjadi khalifah-nya. Termasuk juga beliau menjadi imam di Masjid tersebut, menggantikan posisi pamannya. Di masjid itu, beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, diantaranya ilmu Tafsir, Fiqih, Akidah yang lurus, dan ilmu-ilmu lainnya, dengan cara yang mudah dan sederhana. Begitulah seterusnya beliau menjalankan aktivitasnya dalam berdakwah, tanpa lelah dan bosan, selama 70 tahun.
Suluk beliau
Sebagaimana thariqah yang dipegang oleh para Datuk beliau, beliau bermadzhabkan kepada Al-Imam Asy-Sy-Syafi'i dan bersandarkan pada aqidah Asy'ariyyah, salah satu aqidah didalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Itulah yang beliau bawa sebagai pegangan hidup, meneruskan dari apa-apa yang telah digariskan oleh datuk-datuk beliau para Salaf Bani Alawy.
Sifat-sifat mulia beliau
Sedangkan mengenai sifat-sifat beliau, beliau adalah seorang memiliki khasyah (rasa takut) kepada Allah, zuhud terhadap dunia, qana'ah dalam menerima sesuatu, banyak membaca Al-Qur'an dan dzikir. Sebagaimana di masa kecilnya, beliau selalu tekun melakukan shalat di Masjid Al-Mubarak dan disana beliau selalu bertindak sebagai imam. Salah satu kebiasaan yang sering beliau lakukan adalah beliau tidak keluar dari masjid setelah menunaikan shalat Subuh, kecuali setelah datangnya waktu isyraq (terbitnya matahari). Begitu juga dengan shalat-shalat sunnah yang selalu beliau kerjakan. Hal ini berlangsung terus meskipun beliau sudah memasuki masa tuanya.
Wafat beliau
Di akhir hayatnya, majlis beliau adalah sebuah majlis ilmu yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan, majlis yang penuh akhlak dan adab, majlis yang penuh anwar dan asrar, taman ilmu dan hikmah, penuh dengan dzikir dan doa. Sampai akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk menghadap-Nya, dalam usianya 110 tahun. Beliau wafat pada hari Sabtu, tanggal 24 Rabi'ul Tsani 1399 H (24 Maret 1979 M), sekitar pukul 3 sore. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Condet (depan Al-Hawi), Jakarta.
Derai tangis mengiringi kepergian beliau menuju Hadratillah. Al-Habib Husin bin Abdur Rahman Assegaf melantunkan syair perpisahan dengan beliau, yang diantara baitnya berbunyi:
Keindahan ufuk itu telah hilang dan pancaran cahaya bintang itu telah pergi.
Ia menerangi kami beberapa saat dan setelah habisnya malam, ia pun berlalu dan pergi.
Itulah Al-Faqid Zain yang pernah menerangi zaman dan penunjuk hidayah.
Sungguh beliau adalah pelita bagi ilmu agama dan Al-Qur'an, serta seorang imam, jarang ada yang menyamainya.
Khalifah (penerus) bagi para pendahulunya, beliau berjalan pada atsar dan jejak langkah mereka.
Seorang ulama min ahlillah telah berpulang, akan tetapi ilmu dan akhlaknya akan tetap terus terkenang, menjadi ibrah bagi orang-orang yang mempunyai bashirah.
Radhiyallahu anhu wa ardhah...
Referensi
1. Jauharah An-Nufus As-Sayyid Al-Allamah Zain bin Abdullah Ash-Shalaibiyyah Al-Aidrus, As-Sayid Hasan bin Husin Assaggaf.
2. Tahqiq Syams Adh-Dhahirah, Al-Habib Muhammad Dhia Bin Syahab, juz. 2.
3. Harian Pos Kota, Senin, 26 Maret 1979.
4. Harian Sinar Harapan, Senin, 26 Maret 1979
Nasab beliau bersandar pada silsilah dzahabiyyah, bersambung dari ayah ke kakek, sampai akhirnya bertemu dengan kakek beliau yang termulia Rasulullah SAW. Adapun perinciannya, beliau adalah:
Al-Habib Al-Allamah Zain bin Abdullah bin Alwi bin Umar bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah bin Husin bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al-Aidrus bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdur Rahman As-Saggaf bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahib Ad-Dark bin Alwi bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali' Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Ali Al-'Uradhy bin Ja'far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin, putri Sayyidah Fatimah binti Rasulullah SAW.
Kelahiran dan masa kecil beliau
Beliau dilahirkan di daerah As-Suweiry (dekat kota Tarim), Hadramaut, pada tahun 1289 H. Ayah beliau Al-Habib Abdullah, berasal dari kota Tarim, dan kemudian berhijrah ke kota As-Suweiry dengan beberapa teman beliau atas perintah Al-Imam Al-Habib Thahir bin Husin Bin Thahir Ba'alawy untuk mengawasi gencatan senjata antar kabilah yang terjadi di kota tersebut.
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dalam suatu keluarga yang penuh keutamaan, ilmu dan akhlak, mencontoh keluarga datuk beliau Rasulullah SAW. Al-Habib Abdullah, ayah beliau, mencurahkan perhatian yang lebih kepada beliau diantara saudara-saudaranya, karena selain beliau adalah anak yang terakhir, juga beliau adalah anak yang berperilaku yang mulia dan berhati bersih. Dan sungguh Al-Habib Abdullah melihat dengan firasat tajamnya bahwa putra beliau yang satu ini akan menjadi seorang yang mempunyai hal (keadaan) yang tinggi di suatu masa mendatang.
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dewasa dan dicintai oleh keluarganya dan masyarakat As-Suweiry. Beliau habiskan masa kecil beliau dengan penuh kezuhudan dan ibadah. Beliau semenjak kecilnya gemar sekali menjaga kewajiban shalat dan menunaikan shalat-shalat sunnah. Suatu kegemaran yang jarang sekali dipunyai oleh anak-anak sebaya beliau.
Perjalanan hijrah beliau
Pada tahun 1301 H, beliau melakukan perjalanan hijrah ke Indonesia, disertai saudara-saudaranya Alwi, Ahmad dan Ali. Pada saat itu beliau masih berusia 12 tahun. Di Indonesia beliau bertemu dengan pamannya Al-Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Aidrus yang sudah terlebih dahulu menetap disana.
Masa belajar beliau
Sebelum beliau berhijrah ke Indonesia, beliau banyak mengambil ilmu dari keluarganya, dan juga dari para ulama di tempat asalnya Hadramaut, yang memang terkenal pada saat itu dengan negeri yang penuh dengan ulama-ulama besar. Dari daerah tersebut, beliau banyak mengambil berbagai macam ilmu-ilmu agama.
Setelah berada di Indonesia, beliau menuntut ilmu kepada pamannya Al-Habib Muhammad. Setelah dirasakan cukup, beliau Al-Habib Zain dikirim oleh pamannya untuk menuntut ilmu kepada salah seorang mufti terkenal di Indonesia saat itu, yaitu Al-Habib Al-Faqih Al-Allamah Utsman bin Abdullah Bin Yahya. Guru beliau Al-Habib Utsman Bin Yahya merupakan salah seorang tokoh agama yang cukup mumpuni di bidang fiqih dan ilmu-ilmu keislaman saat itu. Banyak diantara para murid Al-Habib Utsman yang menjadi ulama-ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdur Rahman Alhabsyi, Kwitang.
Hiduplah beliau Al-Habib Zain dibawa didikan gurunya Al-Habib Utsman Bin Yahya. Sebagaimana masa kecilnya, semangat beliau seakan tak pupus untuk belajar dengan giat dan tekun. Banyak ilmu yang diambil beliau dari gurunya, diantaranya adalah ilmu-ilmu bahasa Arab, Fiqih, Fara'idh (ilmu waris), Ushul, Falak, dan sebagainya. Beliau mengambil dari gurunya ilmu dan amal dan beliau banyak mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut.
Masa dakwah beliau
Pada tahun 1322 H, berdirilah sebuah sekolah agama di kota Jakarta yang dinamakan Jamiat Khair. Beberapa pengurus dari sekolah itu kemudian datang kepada beliau untuk memintanya mengajar disana. Akhirnya mengajarlah beliau disana dengan kesungguhan, tanpa lelah dan bosan. Pada saat itu beliau merupakan salah seorang staf pengajar kurun waktu pertama sekolah Jamiat Khair, suatu sekolah yang banyak menghasilkan tokoh-tokoh agama dan pergerakan.
Selang beberapa tahun kemudian, beliau mendirikan sebuah sekolah kecil di jalan Gajah Mada, Jakarta. Keberadaan sekolah itu disambut dengan gembira oleh masyarakat, yang sangat butuh akan ilmu-ilmu agama. Akan tetapi sayangnya, tak selang berapa lama, dengan kedatangan Jepang, sekolah tersebut ditutup oleh penjajah Jepang.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1326 H, beliau mendirikan majlis taklim di Masjid Al-Mubarak, Krukut, Jakarta. Majlis taklim tersebut diadakan siang dan malam, dan banyak dihadiri pria dan wanita. Sepeninggal pamannya Al-Habib Muhammad, beliaulah yang menjadi khalifah-nya. Termasuk juga beliau menjadi imam di Masjid tersebut, menggantikan posisi pamannya. Di masjid itu, beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, diantaranya ilmu Tafsir, Fiqih, Akidah yang lurus, dan ilmu-ilmu lainnya, dengan cara yang mudah dan sederhana. Begitulah seterusnya beliau menjalankan aktivitasnya dalam berdakwah, tanpa lelah dan bosan, selama 70 tahun.
Suluk beliau
Sebagaimana thariqah yang dipegang oleh para Datuk beliau, beliau bermadzhabkan kepada Al-Imam Asy-Sy-Syafi'i dan bersandarkan pada aqidah Asy'ariyyah, salah satu aqidah didalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Itulah yang beliau bawa sebagai pegangan hidup, meneruskan dari apa-apa yang telah digariskan oleh datuk-datuk beliau para Salaf Bani Alawy.
Sifat-sifat mulia beliau
Sedangkan mengenai sifat-sifat beliau, beliau adalah seorang memiliki khasyah (rasa takut) kepada Allah, zuhud terhadap dunia, qana'ah dalam menerima sesuatu, banyak membaca Al-Qur'an dan dzikir. Sebagaimana di masa kecilnya, beliau selalu tekun melakukan shalat di Masjid Al-Mubarak dan disana beliau selalu bertindak sebagai imam. Salah satu kebiasaan yang sering beliau lakukan adalah beliau tidak keluar dari masjid setelah menunaikan shalat Subuh, kecuali setelah datangnya waktu isyraq (terbitnya matahari). Begitu juga dengan shalat-shalat sunnah yang selalu beliau kerjakan. Hal ini berlangsung terus meskipun beliau sudah memasuki masa tuanya.
Wafat beliau
Di akhir hayatnya, majlis beliau adalah sebuah majlis ilmu yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan, majlis yang penuh akhlak dan adab, majlis yang penuh anwar dan asrar, taman ilmu dan hikmah, penuh dengan dzikir dan doa. Sampai akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk menghadap-Nya, dalam usianya 110 tahun. Beliau wafat pada hari Sabtu, tanggal 24 Rabi'ul Tsani 1399 H (24 Maret 1979 M), sekitar pukul 3 sore. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Condet (depan Al-Hawi), Jakarta.
Derai tangis mengiringi kepergian beliau menuju Hadratillah. Al-Habib Husin bin Abdur Rahman Assegaf melantunkan syair perpisahan dengan beliau, yang diantara baitnya berbunyi:
Keindahan ufuk itu telah hilang dan pancaran cahaya bintang itu telah pergi.
Ia menerangi kami beberapa saat dan setelah habisnya malam, ia pun berlalu dan pergi.
Itulah Al-Faqid Zain yang pernah menerangi zaman dan penunjuk hidayah.
Sungguh beliau adalah pelita bagi ilmu agama dan Al-Qur'an, serta seorang imam, jarang ada yang menyamainya.
Khalifah (penerus) bagi para pendahulunya, beliau berjalan pada atsar dan jejak langkah mereka.
Seorang ulama min ahlillah telah berpulang, akan tetapi ilmu dan akhlaknya akan tetap terus terkenang, menjadi ibrah bagi orang-orang yang mempunyai bashirah.
Radhiyallahu anhu wa ardhah...
Referensi
1. Jauharah An-Nufus As-Sayyid Al-Allamah Zain bin Abdullah Ash-Shalaibiyyah Al-Aidrus, As-Sayid Hasan bin Husin Assaggaf.
2. Tahqiq Syams Adh-Dhahirah, Al-Habib Muhammad Dhia Bin Syahab, juz. 2.
3. Harian Pos Kota, Senin, 26 Maret 1979.
4. Harian Sinar Harapan, Senin, 26 Maret 1979
0
Kutip
Balas