TS
lumba2terbang
Kumpulan Kisah Sahabat Nabi dan Awliya serta orang soleh
alow kaskuser,,,, newbie mau bagi2 kisah para wali nih, ntar diupdate terus 
Index

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Habib Soleh Tanggul


Index
Quote:
Habib Soleh Tanggul
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...28&postcount=1
Ibnu Hajar Al-Asqalani (Maha Guru Penguasa dan Orang Biasa)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...9&postcount=94
Imam Suyuthi (Pengabadi Turats Islam)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=92
Syaikh Izzuddin bin Abd al-Salam(raja para ulama)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=88
Foto2 makam
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=81
Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi ( orang tua habib anis solo )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=66
Syekh Ahmad al-Tijani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=69
Syekh Al-Quthb AHMAD AL-BADAWI
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=70
MAULANA SYEKH MUKHTAR RA
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=71
Abu al-Abbas al-Mursi (khalifah terbesar thariqah syadziliyah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=72
DZUNNUN al-Misry (Sang wali yang haus hikmah)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=73
Uwais al-Qarni
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=107
Syekh Jumadil Kubro
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=106
Syekh Taqiyuddin bin Daqiq al-'Eid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...&postcount=103
Imam Al Bushiri (610-695 H)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...7&postcount=42
Habib Ahmad bin Hamid Al-Kaaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=44
Al-Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=46
Al-Habib Zain bin Abdullah Al-Aidrus
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=47
Al Habib Syeikh Abu Bakar bin Salim
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...3&postcount=48
Imam Habib Abdulloh bin abubakar alaydrus akbar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...6&postcount=22
KYAI IKHSAN (EYANG SENYAMPLUNG)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=30
Abdul Hamid bin Abdullah (pasuruan)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=31
Guru Zaini ( martapura )
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...0&postcount=32
Maulana Syaikh Zainuddin Abdul Majid
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=33
MANAKIB AL HABIB ALI BIN MUHAMMAD BIN HUSEN AL-HABSY
SHOHIBUL SHIMTUD-DURROR
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...1&postcount=39
Habib Kuncung Kalibata
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...63&postcount=3
Sekilas Biografi Al-Imam Abdullah Al-Hadad (Shohibur Ratib)
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...44&postcount=4
Habib Abdul Qadir Bilfaqih Malang
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...54&postcount=5
Habib Salim Bin jindan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...85&postcount=8
Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdar
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...77&postcount=9
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=10
Sunan Ampel
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...8&postcount=12
Manakib Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=14
Al-Imam Ali Shahibud-Dark
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...2&postcount=16
Syaikh ABdul Qadir Al-Jailani
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...5&postcount=17
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=18
K.H Kholil Bangkalan
http://www.kaskus.co.id/showpost.php...4&postcount=20

PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Spoiler for isi:
I. PENGERTIAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
ASWAJA sesungguhnya identik dengan pernyataan nabi "Ma Ana 'Alaihi wa Ashabi" seperti yang dijelaskan sendiri oleh Rasululloh SAW dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud bahwa :"Bani Israil terpecah belah menjadi 72 Golongan dan ummatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, kesemuanya masuk nereka kecuali satu golongan". Kemudian para sahabat bertanya ; "Siapakah mereka itu wahai rasululloh?", lalu Rosululloh menjawab : "Mereka itu adalah Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" yakni mereka yang mengikuti apa saja yang aku lakukan dan juga dilakukan oleh para sahabatku.
Dalam hadist tersebut Rasululloh SAW menjelaskan bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasululloh dan para sahabatnya. Pernyataan nabi ini tentu tidak sekedar kita maknai secara tekstual, tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam maka "Maa Ana 'Alaihi wa Ashabi" atau Ahli Sunnah Waljama'ah lebih kita artikan sebagai "Manhaj Au Thariqoh fi Fahmin Nushus Wa Tafsiriha" ( metode atau cara memahami nash dan bagaimana mentafsirkannya).
Dari pengertian diatas maka Ahli Sunnah Wal Jama'ah sesungguhnya sudah ada sejak zaman Rasululloh SAW. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya kosep Aqidah Aswaja yang dirumuskan kembali (direkonstuksi) oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari (Wafat : 935 M) dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi (Wafat : 944 M) pada saat munculnya berbagai golaongan yang pemahamannya dibidang aqidah sudah tidak mengikuti Manhaj atau thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan bahkan banyak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
II. RUANG LINGKUP KERANGKA BERFIKIR ASWAJA
Ahli Sunnah wal Jama'ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang utama, yakni bidang Aqidah, Fiqh dan Tasawwuf. Ketiganya merupakan ajaran Islam yang harus bersumber dari Nash Qur'an maupun Hadist dan kemudian menjadi satu kesatuan konsep ajaran ASWAJA.
Dilingkunagn ASWAJA sendiri terdapat kesepakatan dan perbedaan. Namun perbedaan itu sebatas pada penerapan dari prinsip-prinsip yang disepakati karena adanya perbedaan dalam penafsiran sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushulul Fiqh dan Tafsirun Nushus. Perbedaan yang terjadi diantara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah tidaklah mengakibatkan keluar dari golongan ASWAJA sepanjang masih menggunakan metode yang disepakati sebagai Manhajul Jami' . Hal ini di dasarkan pada Sabda Rosululloh SAW. Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Muslim : "Apabila seorang hakim berijtihad kemudian ijtihadnya benarmaka ia mendapatkan dua pahala, tetapi apabila dia salah maka ia hanya mendapatkan satu pahala". Oleh sebab itu antara kelompok Ahli Sunnah Wal Jama'ah walaupun terjadi perbedaan diantara mereka, tidak boleh saling mengkafirkan, memfasikkan atau membid'ahkan.
Adapun kelompok yang keluar dari garis yang disepakati dalam menggunakan Manhajul jami' yaitu metode yang diwariskan oleh oleh para sahabat dan tabi'in juga tidak boleh secara serta merta mengkafirkan mereka sepanjang mereka masih mengakui pokok-pokok ajaran Islam, tetapi sebagian ulama menempatkan kelompok ini sebagai Ahlil Bid'ah atau Ahlil Fusuq. Pendapat tersebut dianut oleh antara lain KH. Hasyim Asy'ari sebagaimana pernyataan beliau yang memasukkan Syi'ah Imamiah dan Zaidiyyah termasuk kedalam kelompok Ahlul Bid'ah.
III. KERANGKA PENILAIAN ASWAJA
Ditinjau dari pemahaman diatas bahwa didalam konsep ajaran Ahli Sunnah Wal Jama'ah terdapat hal-hal yang disepakati dan yang diperselisihkan. Dari hal-hal yang disepakati terdiri dari disepakati kebenarannya dan disepakati penyimpangannya.
Beberapa hal yang disepakati kebenarannya itu antara lain bahwa;
1. Ajaran Islam diambil dari Al-Qur'an, Hadist Nabi serta ijma' (kesepakatan para sahabat/Ulama)
2. Sifat-sifat Allah seperti Sama', Bashar dan Kalam merupakan sifat-sifat Allah yang Qodim.
3. Tidak ada yang menyerupai Allah baik dzat, sifat maupun 'Af'alnya.
4. Alloh adalah dzat yang menjadikan segala sesuatu kebaikan dan keburukan termasuk segala perbuatan manusia adalah kewhendak Allah, dan segala sesuatu yang terjadi sebab Qodlo' dan Qodharnya Allah.
5. Perbuatan dosa baik kecil maupun besar tidaklah menyebabkan orang muslim menjadi kafir sepanjang tidak mengingkari apa yang telah diwajibkan oleh Allah atau menghalalkan apa saja yang diharamkan-Nya.
6 Mencintai para sahabat Rasulillahmerupakan sebuah kewajiban, termasuk juga meyakini bahwa kekhalifahan setelah Rasulillah secara berturut-turut yakni sahabat Abu Bakar Assiddiq, Umar Bin Khattab, Ustman Bin "Affan dan Sayyidina "Ali Bin Abi Thalib.
7. Bahwa Amar ma'ruf dan Nahi mungkar merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim termasuk kepada para penguasa.
Hal-hal yang disepakati kesesatan dan penyimpangannya antara lain :
1. Mengingkari kekhalifahan Abu Bakar Assiddiq dan Umar Bin Khattab kemudian menyatakan bahwa Sayyidina Ali Bin Abi Thalib memperoleh "Shifatin Nubuwwah" (sifat-sifat kenabian) seperti wahyu, 'ismah dan lain-lain.
2. Menganggap bahwa orang yang melakukan dosa besar adalah kafir dan keluar dari Islam seperti yang dianut oleh kalangan Khawarij, bahkan mereka mengkafirkan Sayyidina Ali karena berdamai dengan Mu'awiyah.
3. Perbuatan dosa betapapun besarnya tidaklah menjadi masalah serta tidak menodai iman. Pendapat ini merupakan pendapat kaum murji'ah dan Abahiyyun.
4. Melakukan penta'wilan terhadap Nash Al-Qur'an maupun Hadist yang tidak bersumber pada kaidah-kaidah Bahasa Arab yang benar. Seperti menghilangkan sifat-sifat ilahiyyah (Ta'thil) antara lain menghilangkan Al-Yad, Al-Istiwa', Al-Maji' padahal disebut secara sarih (jelas) dalah ayat suci Al-Qur'an, hanya dengan dalih untuk mensucikan Allah dari segala bentuk penyerupaan (tasybih)
IV. PERKEMBANGAN AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Pada periode pertama, yakni periode para sahabat dan tabi'in pada dasarnya memiliki dua kecenderungan dalam menyikapi berbagai perkembangan pemikiran dalam merumuskan konsep-konsep keagamaan, terutama yang menyangkut masalah Aqidah. Kelompok pertama senantiasa berpegang teguh kepada nash Qur'an dan Hadist dan tidak mau mendiskusikannya. Kelompok ini dipelopori oleh antara lain; Umar Bin Khottob, 'Abdulloh Bin 'Umar, Zaid Bin Tsabit Dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Sofyan Tsauri, Auza'I, Malik Bin Anas, dan Ahmad Bin Hambal. Jika mereka menyaksiksn sekelompok orang yang berani mendiskusikan atau memperdebatkan masalah-masalah aqidah, mereka marah dan menyebutnya sebagai melakukan "Bid'ah Mungkarah" .
Adapun kelompok yang kedua adalah kelompok yang memilih untuk melakukan pembahasan dan berdiskusi untuk menghilangkan kerancuan pemahaman serta memelihara Aqidah Islamiyah dari berbagai penyimpangan. Diantara yang termasuk dalam kelompok ini adalah antara lain ; Ali Bin Abi Thalib, 'Abdulloh Bin 'Abbas dan lain-lain. Sedangkan dari kalangan tabi'in tercatat antara lain Hasan Bashri, Abu Hanifah, Harish Al-Muhasibi dan Abu Tsaur.
Kelompok kedua ini juga merasa terpanggil untuk menanggapi berbagai keadaan yang dihadapi baik yaang menyangkut masalah Aqidah, Fiqh maupun Tasawuf karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya dua sikap yang ekstrim. Pertama adalah kelompok yang terlampau sangat hati-hati yang kemudian disebut sebagai "Kelompok Tafrith" Kelompok ini memahami agama murni mengikuti Rasulillah dan para sahabatnya secara tekstual. Mereka tidak mau memberikan ta'wil atau tafsir karena kuawatir melampaui batas-batas yang diperbolehkan. Sedangkan yang kedua yaitu kelompok yang menggunakan kemaslahatan dan menuruti kebutuhan perkembangan secara berlebihan dan kelompok ini disebut dengan "kelompok Ifrath"
Dalam berbagai diskusi dan perdebatan, kelompok kedua ini tidak jarang menggunakan dalil-dalil manthiqi (deplomasi) dan ta'wil majazi. Pendekatan ini terpaksa dilakukan dalam rangka memelihara Aqidah dari penyimpangan dengan menggunakan cara-cara yang dapat difahami oleh masyarakat banyak ketika itu, namun tetap berjalan diatas manhaj sahaby sesuai dengan anjuran Nabi dalam sebuah sabdanya : "Kallimunnas Bima Ya'rifuhu Wada'u Yunkiruna. Aturiiduna ayyukadzibuhumuLlahu wa rasuluh" (Bicaralah kamu dengan manusia dengan apa saja yang mereka mampu memahaminya, dan tinggalkanlah apa yang mereka ingkari. Apakah kalian mau kalau Allah dan Rasul-Nya itu dibohongkan?. Sebuah hadis marfu' yang diriwayatkan oleh Abu Mansur Al-Dailami, atau menurut Imam Bukhari dimauqufkan kepada Sayyidina Ali RA.
Strategi dan cara yang begitu adaptif inilah yang terus dikembangkan oleh para pemikir Ahli Sunnah Wal Jama'ah dalam merespon berbagai perkembangan sosial, agar dapat menghindari berbagai benturan antara teks-teks agama dengan kondisi sosial masyarakat yang berubah-rubah.
Sehubungan dengan strategi ini, mengikuti sahabat bukanlah dalam arti mengikuti secara tekstual melainkan mengikuti Manhaj atau metode berfikirnya para sahabat. Bahkan menurut Imam Al-Qorofi, kaku terhadap teks-teks manqulat (yang langsung dinuqil dari para sahabat) merupakan satu bentuk kesesatan tersendiri, karena ia tidak akan mampu memahami apa yang dikehendaki oleh Ulama-ulama Salaf..
(Al-jumud 'Alal mankulat Abadab dhalaalun Fiddiin wa Jahlun Bimaqooshidi Ulamaa'il Muslimin wa Salafil Maadhin)
V. KEBANGKITAN (AN-NAHDHAH) AHLI SUNNAH WALJAMA'AH
Sebagaimana dinyatakan dimuka, bahwa ASWAJA sebenarnya bukanlah madzhab tetapi hanyalah Manhajul Fikr (metodologi berfikir) atau faham saja yang didalamnya masih memuat banyak alaiaran dan madzhab. Faham tersebut sangat lentur, fleksibel, tawassuth, I'tidal, tasamuh dan tawazun. Hal ini tercermin dari sikap Ahli Sunnah Wal Jama'ah yang mendahulukan Nash namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, tidak mengenal tatharruf (ekstrim), tidak kaku, tidak jumud (mandeg), tidak eksklusif, tidak elitis, tidak gampang mengkafirkan ahlul qiblat, tidak gampang membid'ahkan berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek kehidupan, baik aqidah, muamalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.
Kelenturan ASWAJA inilah barangkali yang bisa menghantarkan faham ini diterima oleh mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia baik mereka itu orng yang ber ORMASkan NU, Muhammadiah, SI, Sarekat Islam maupun yang lainnya.
Wal hasil salah satu karakter ASWAJA yang sangat dominan adalah "Selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan kondisi". Langkah Al-Asy'ari dalam mengemas ASWAJA pada masa paska pemerintahan Al-Mutawakkil setelah puluhan tahun mengikuti Mu'tazilah merupakan pemikiran cemerlang Al-As'ari dalam menyelamatkan umat Islam ketika itu. Kemudian disusul oleh Al-Maturidi, Al-Baqillani dan Imam Al-Juwaini sebagai murid Al-Asyari merumuskan kembali ajaran ASWAJA yang lebih condong pada rasional juga merupakan usaha adaptasi Ahli Sunnah Wal Jama'ah. Begitu pula usaha Al-Ghazali yang menolak filsafat dan memusatkan kajiannya dibidang tasawwuf juga merupakan bukti kedinamisan dan kondusifnya Ajaran ASWAJA. Hatta Hadratus Syaikh KH. Hasim Asy'ari yang memberikan batasa ASWAJA sebagaimana yang dipegangi oleh NU saat ini sebenarnya juga merupakan pemikiran cemerlang yang sangat kondusif.
Bagaimana pilar-pilar pemikiran KH. Hasyim Asy'ari tentang Ahli Sunnah Wal Jama'ah? Bisa dilihat pada : kitab karangan KH. Hasyim Asy'ari yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penulis (Ust. A. Zainul Hakim,SEI.)
Habib Soleh Tanggul

Spoiler for isi:
Beliau adalah Seorang wali qhutub yang lebih dikenal Dengan nama habib Sholeh Tanggul, Ulama Karismatik yang berasal dari Hadro maut pertama kali melakukan dawahnya ke Indonesia sekitar tahun 1921 M dan menetap di daerah tanggul Jember Jawa timur. Habib Sholeh lahir tahun 1313 H dikota Korbah , ayahnya bernama Muhsin bin Ahmad juga seorang tokoh Ulama dan Wali yang sangat di cintai masyarakat , Ibunya bernama Aisyah ba umar.
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
Sejak Kecil Habib sholeh gemar sekali menuntut ilmu , beliau banyak belajar dari ayahandanya yang memang seorang Ahli ilmu dan Tashauf , berkat gembelengan dan didikan dari ayahnya Habib sholeh memilki kegelisahan Batiniyah yang rindu akan Alloh Swt dan Rindunya Kepada Rosululloh SAW, akhirnya beliau melakukan Uzlah ( Mengasingkan diri) selama hampir 7 tahun sepanjang waktu selama beruzlah Habib Sholeh memperbanyak Baca al quran , Dzikir dan membaca Sholawat . Hingga Akhirnya Habib Sholeh Di datangi Oleh tokoh Ulama yang juga wali Quthub Habib Abu bakar bin Muhammad assegaf dari Gresik, Habib Sholeh Diberi sorban hijau yang katanya Sorban tersebut dari Rosululloh SAW dan ini menurut Habib Abu bakar assegaf adalah suatu Isyarat bahwa Gelar wali Qhutub yang selama ini di sandang oleh habib Abubakar Assegaf akan diserahkan Kepada Habib Sholeh Bin Muhsin , Namun Habib sholeh Tanggul merasa bahwa dirinya merasa tidak pantas mendapat gelar Kehormatan tersebut. Sepanjang Hari habib Sholeh tanggul Menangis memohon kepada Alloh Swt agar mendapat Petunjuknya.
Dan suatu ketika habib Abyubakar Bin Muhammad assegaf gresik mengundang Habib sholeh tanggul untuk berkunjung kerumahnya , setelah tiba dirumah habib Abubakar Bin Muhammad assegaf menyuruh Habib Sholeh tanggul untuk melakukan Mandi disebuah kolam Milik Habib Abu bakar Assegaf , setelah mandi habib Sholeh tanggul di beri Ijazah dan dipakaikan Sorban kepadanya. Dan hal tersebut merupakan Isyarat Bahwa habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf telah memberikan Amanat kepada Habib sholeh tanggul untuk melanjutkan Dawak kepada masyrakat.
Habib Sholeh mulai melakukan berbagai aktifitas dakwahnya kepada Masyarakat, dengan menggelar berbagai Pengajian-pengajian . Kemahiran beliau dalam penyampaian dakwahnya kepada masyarakat membuat beliau sangat dicintai , dan Habib sholeh Mulai dikenal dikalangan Ulama dan habaib karena derajat keimuan serta kewaliaan yang beliau miliki. Habib sholeh tanggul sering mendapat Kunjungan dari berbagai tokoh ulama serta habaib baik sekedar untuk bersilahturahim ataupun untuk membahas berbagai masalah keaganmaan, bahkan para ulama serta habaib di tanah air selalu minta didoakan karena menurut mereka doa Habib sholeh tanggul selalu di kabulkan oleh alloh SWt, Pernah suatu ketika habib Sholeh tanggul berpergian dengan habib Ali Al habsy Kwitang dan Habib ali bungur dalam perjalanan Beliau melihat kerumunan Warga yang sedang melaksanakan sholat Istisqo ( Sholat minta hujan ) karena musim kemarau yang berkepanjangan , lalu Habib sholeh Memohon kepada alloh Untuk menurunkan Hujan maka seketika itupula hujan turun. Beliau berpesan kepada jamaah Majlis talimnya apabila doa-doa kita ingin dikabulkan oleh Alloh Swt jangan sekali-kali kita membuat alloh murka dengan melakukan Maksiyat, Muliakan orang tua mu dan beristiqomalah dalam melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Habib Sholeh berpulang kerahmatulloh pada tanggal 7 sawal 1396 h atau sekitar tahun 1976, hingga sekarang Karomah beliau yang tampak setelah beliau meninggal adalah bahwa maqom beliau tidak pernah sepi dari para jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk berziarah apalagi waktu perayaan haul beliau yang diadakan setiap hari kesepuluh dibulan syawal ribuan orang akan tumpah ruah kejalan untuk memperingati Khaul beliau
tata604 memberi reputasi
1
61.8K
Kutip
190
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Spiritual
6.4KThread•2.7KAnggota
Tampilkan semua post
TS
lumba2terbang
#11
Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf
![kaskus-image]()

Spoiler for isi:
Alkisah tentang seorang Imam al-Qutb yang tunggal dan merupakan qiblat para auliya' di zamannya, sebagai perantara tali temali bagi para pembesar yang disucikan Allah jiwanya, bagai tiang yang berdiri kokoh dan laksana batu karang yang tegar diterpa samudera, seorang yang telah terkumpul dalam dirinya antara ainul yaqin dan haqqul yaqin, beliau adalah al-Habib al-Imam Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Imam (Wadi-al-Ahqaf) al-Habib Umar bin Segaf as-Saggaf.
Nasab yang mulia ini terus bersambung dari para pembesar ke kelompok pembesar lainnya, bagai untaian rantai emas hingga sampailah kepada tuan para pendahulu dan yang terakhir, kekasih yang agung junjungan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Habib Abu Bakar dilahirkan di kota Besuki, sebuah, kota kecil di kabupaten Sitibondo Jawa Timur, pada tanggal 16 Dzulhijjah 1285H. Dalam pertumbuhan hidupnya yang masih kanak-kanak, ayahanda beliau tercinta telah wafat dan meninggalkannya di kota Gresik. Sedang disaat-saat itu beliau masih membutuhkan dan haus akan kasih sayang seorang ayah. Namun demikian beliau pun tumbuh dewasa di pangkuan inayah ilahi didalam lingkungan keluarga yang bertaqwa yang telah menempanya dengan pendidikan yang sempurna, hingga nampaklah dalam diri beliau pertanda kebaikan dan kewalian.
Konon diceritakan bahwa beliau mampu mengingat segala kejadian yang dialaminya ketika dalam usia tiga tahun dengan secara detail. Hal ini tidak lain sebagai isyarat akan kekuatan ruhaniahnya yang telah siap untuk menampung luapan anugerah dan futuh dari rabbnya Yang Maha Mulia.
Pada tahun 1293H, segeralah beliau bersiap untuk melakukan perjalanan jauh menuju kota asal para leluhurnya, iaitu Hadramaut. Kota yang bersinar dengan cahaya para auliya'. Perjalanan pertama ini adalah atas titah dari nenek beliau (ibu dari ayahnya) seorang wanita shalihah Fatimah binti Abdullah Allan. Dengan ditemani seorang yang mulia, asy-Syaikh Muhammad Bazmul, beliau pun berangkat meninggalkan kota kelahiran dan keluarga tercintanya. Setelah menempuh jarak yang begitu jauh dan kepayahan yang tidak terbayangkan maka sampailah beliau di kota Seiwuun sedang pamannya tercinta al-Allamah al-Habib Abdullah bin Umar beserta kerabat yang lain telah menyambut kedatangannya di luar kota tersebut.
Tempat tujuan pertamanya adalah kediaman seorang allamah yang terpandang di masanya, al-‘Arifbillah al-Habib Syaikh bin Umar bin Saggaf". Sesampainya di sana Habib Syaikh langsung menyambut seraya memeluk dan menciuminya, tanpa terasa airmata pun bercucuran dari kedua matanya, sebagai ungkapan bahagia atas kedatangan dan atas apa yang dilihatnya dari tanda-tanda wilayah di wajah beliau yang bersinar itu. Demikianlah seorang penyair berkata, hati para auliya' memiliki mata yang dapat memandang apa saja yang tak dapat dipandang oleh manusia lainnya. Dengan penuh kasih sayang, Habib Syaikh mencurahkan segala perhatian kepadanya, termasuk pendidikannya yang maksima telah membuahkan kebaikan dalam diri Habib Abu Bakar yang baru beranjak dewasa. Bagi Habib Abu Bakar menuntut ilmu adalah segala-galanya dan melalui pamannya al-Habib Umar beliau mempelajari ilmu fiqih dan tasawwuf.
Ketika menempa pendidikan dari sang paman inilah, pada setiap malam beliau dibangunkan untuk shalat tahajjud bersamanya dalam usia yang masih belia. Hal ini sebagai upaya mentradisikan qiyamullail yang telah menjadi kebiasaan orang-orang mulia di sisi Allah atas dasar keteladanan dari baginda Rasulillah صلى الله عليه وسلم. Hingga apa yang dipelajari beliau tidak hanya sebatas teori ilmiah namun telah dipraktekkan dalam amaliah kesehariannya.
Rupanya dalam kamus beliau tidak ada istilah kenyang dalam menuntut ilmu, selain dari pamannya ini, beliau juga berkeliling di seantero Hadramaut untuk belajar dan mengambil ijazah dari para ulama' dan pembesar yang tersebar di seluruh kota tersebut. Salah seorang dari sederetan para gurunya yang paling utama, adalah seorang arifbillah yang namanya termasyhur di jagad raya ini, guru dari para guru di zamannya al-Imam al-Qutub al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi" رضي الله عنه sebagai Syaikhun-Nadzar. (Guru Pemerhati).
Perhatian dari mahagurunya ini telah tertumpahkan pada murid kesayangannya jauh sebelum kedatangannya ke Hadramaut, ketika beliau masih berada di tanah Jawa. Hal ini terbukti dengan sebuah kisah yang sangat menarik antara al-Habib Ali dengan salah seorang muridnya yang lain. Pada suatu hari Habib Ali memanggil salah satu murid setianya. Beliau lalu berkata: “Ingatlah ada tiga auliya' yang nama, haliah dan maqam mereka sama”. Wali yang pertama telah berada di alam barzakh, yakni al-Habib Qutbul-Mala' Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus, dan yang kedua engkau pernah melihatnya di masa kecilmu, iaitu al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas, adapun yang ketiga akan engkau lihat dia di akhir usia kamu. Habib Ali pun tidak menjelaskan lebih lanjut siapakah wali ketiga yang dimaksud olehnya.
Selang waktu beberapa tahun kemudian, tiba-tiba sang murid tersebut mengalami sebuah mimpi yang luar biasa. Dalam sebuah tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kala itu dalam mimpinya Nabi صلى الله عليه وسلم menuntun seorang anak yang masih kecil sambil berkata kepada orang tersebut: Lihatlah aku bawa cucuku yang shaleh Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf! Mimpi ini terulang sebanyak lima kali dalam lima malam berturut-turut, padahal orang tersebut tidak pernah kenal dengan Habib Abu Bakar sebelumnya, kecuali setelah diperkenalkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Pada saat ia kemudian bersua dengan Habib Abu Bakar as-Saggaf, iapun menjadi teringat ucapan gurunya tentang tiga auliya' yang nama, haliah dan maqamnya sama. Lalu ia ceritakan mimpi tersebut dan apa yang pernah dikatakan oleh Habib Ali al-Habsyi kepada beliau. Kiranya tidak meleset apa yang diucapkan Habib Ali beberapa tahun silam bahwa ia akan melihat wali yang ketiga di akhir usianya, karena setelah pertemuannya dengan Habib Abu Bakar ia pun meninggalkan dunia yang fana ini, berpulang ke rahmatullah. Tidak diragukan lagi perhatian yang khusus dari sang guru yang rnulia ini telah tercurahkan kepada murid kesayangannya, hingga suatu saat al-Habib Ali al-Habsyi menikahkan Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf dengan salah seorang wanita pilihan gurunya ini di kota Seiwuun, bahkan Habib Ali sendirilah yang meminang dan menanggung seluruh biaya perkimpoiannya.
Selain Habib Ali, masih ada lagi yang menjadi syaikhut-tarbiah (guru pendidiknya) yakni pamannya tercinta al-Habib Abdullah bin Umar as-Saggaf. Adapun yang menjadi Syaikhut-Tasliik (guru pembimbing beliau) al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (gambar sebelah). Sedang yang menjadi syaikhul-fath (guru pembuka) adalah al-Wali al-Mukasyif al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Qutban yang acapkali memberinya khabar gembira dengan mengatakan: “Engkau adalah pewaris haliah kakekmu Umar bin Saggaf".
Demikianlah beliau menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar, mengambil ijazah serta ilbas dengan berpindah dari pangkuan para auliya' dan pembesar yang satu dan yang lainnya di seluruh Hadramaut, Seiwuun, Tarim dan sekitarnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu nama mereka. Setelah semuanya dirasa cukup dan atas izin dari para gurunya, beliaupun mulai meninggalkan kota para. auliya' itu untuk kembali ke tanah Jawa, tepatnya pada tahun 1302 H.
Dengan ditemani al-Arifbillah al-Habib Alwi bin Saggaf as-Saggaf (dimakamkan di Turbah Kebon - Agung Pasuruan) berangkatlah beliau ke Indonesia. Adapun tujuan pertamanya adalah kota kelahirannya Besuki -Jawa timur, setelah tiga tahun tinggal di sana, beliau lalu berhijrah ke kota Gresik pada tahun 1305H dalam usia 20 tahun. Dan di kota inilah beliau bermukim. Mengingat usianya yang masih sangat muda, maka kegiatan menuntut Ilmu, ijazah dan ilbas masih terus dilakoninya tanpa kenal lelah.
Beliaupun terus menerus berkunjung kepada para auliya' dan ulama' yang telah menyinari bumi pertiwi ini dengan keshalehannya. Sebagaimana al-Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas, al-Habib Ahmad bin Abdullah al-Attas, al-Habib Ahmad bin Muhsin al-Haddar, al-Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al-Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdar dan masih banyak lagi yang lainnya رضي الله عنهم أجمعين.
Pada tahun yang sama tepatnya pada hari Jum'at, telah terjadi sebuah peristiwa yang di luar jangkauan akal manusia dalam diri beliau. Yaitu di saat beliau tengah khusyuk mendengarkan seorang khatib yang menyampaikan khutbahnya di atas mimbar, tiba-tiba beliau mendapat lintasan hati rahmani dan sebuah izin rabbani, ketika itu nuraninya berkata agar beliau segera mengasingkan diri dari manusia sekitarnya. Hatinya pun menjadi lapang untuk melakukan uzlah menjauhkan diri dari kehidupan dunia.
Seketika itu juga beliau beranjak meninggalkan Masjid Jami' langsung menuju rumah, dan sejak saat itu beliau tidak lagi menemui seorang pun dan tidak pula memberi kesempatan orang untuk menemuinya. Hal ini beliau lakukan tiada lagi hanya untuk mengabdikan diri dan beribadah kepada Rabbnya dengan segenap jiwa raganya, dan berlangsung sampai lima belas tahun lamanya. Hingga tibanya izin dari Allah agar beliau keluar dari khalwatnya untuk kembali berinteraksi dengan manusia di sekitarnya.
Pada saat menjelang keluar dari khalwatnya, beliau disambut oleh gurunya al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, seraya berkata: "Aku telah memohon dan bertawajjuh pada Allah selama tiga hari tiga malam untuk mengeluarkan Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf". Habib Muhammad lalu menuntunnya keluar dan membawanya berziarah ke makam seorang wali yang tersohor dan menjadi mahkota bagi segala kemuliaan di zamannya, yakni al-Habib ‘Alwi bin Muhammad Hasyim رضي الله عنه.
Setelah ziarah, beliau berdua lalu berangkat menuju kota Surabaya ke kediaman al-Habib Abdullah bin Umar as-Saggaf. Di tengah-tengah orang-orang yang hadir pada saat itu, berkatalah al-Habib Muhammad bin Idrus sambil tangannya menunjuk ke arah Habib Abu Bakar "Ini adalah khazanah dari seluruh khazanah Bani Alawi yang telah kami buka untuk memberi manfaat kepada orang khusus dan umum".
Pasca kejadian tersebut, mulailah al-Habib Abu Bakar menetapkan jadual Qira'ah (pembacaan kitab-kitab salaf) di rumahnya. Dalam waktu yang singkat beliau telah menjadi tumpuan bagi umat di zamannya, bagaikan Ka'bah yang tidak pernah sepi dari penziarah yang datang mengunjunginya dari berbagai penjuru dunia. Siapa saja yang datang kepada beliau disertai dengan husnuddzan (berbaik-sangka) maka ia akan beruntung dengan tercapai segala maksudnya dalam waktu yang dekat.
Di Majlis yang diadakannya itu beliau telah mengkhatamkan kitab "Ihya' Ulumuddin" sebanyak lebih dari empat puluh kali. Dan disetiap mengkhatamkannya, beliau selalu mengadakan jamuan besar-besaran untuk orang yang hadir di majlisnya. Al-Habib Abu Bakar dikenal sebagai orang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sirah dan jejak para salafnya, bahkan pada segala adat istiadatnya. Seluruh majlis beliau senantiasa dimakmurkan dengan kajian-kajian ilmiah yang bersumber dari semua kitab karya para salafnya.
Jika kita berbicara tentang maqam dan kedudukan beliau, maka tidak satupun dari para auliya' pada masa beliau yang menyangsikannya. Beliau telah mencapai tingkatan "asshiddiqiyyah al-kubra" yang telah diisyaratkan sebagai "sahibulwaqt" (panglima tertinggi para auliya' di masanya). Keluhuran maqamnya telah diakui oleh seluruh yang hidup di zaman beliau. Telah berkata al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdar dalam sebuah suratnya kepada beliau (dengan mengutip beberapa ayat al-Qur'an). “Demi fajar. Dan malam yang sepuluh. Dan yang genap dan yang ganjil” (Sesungguhnya saudaraku Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah permata yang lembut yang beredar dan beterbangan menjelajah seluruh maqam para leluhurnya)..
Berkata pula panutan kita, seorang yang telah diakui keunggulan dan keilmuannya al-habib ‘Alwi bin Muhammad al-Haddad: "Sesungguhnya al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah al-Qutbul Ghauts dan sesungguhnya ia adalah tempat tumpuan pandangan Allah".
Pada kesempatan lain beliau berkata: “Aku tidak takut (segan) kepada satu pun makhluk Allah kecuali kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf”. Sebenarnya pada masa keemasan itu banyak sekali orang-orang yang patut disegani, namun kini mereka semua telah berpulang ke rahmat Allah سبحانه وتعالى. Masih banyak lagi ungkapan-ungkapan beliau yang tidak dapat kami torehkan dalam tulisan ini.
Berkata juga seorang sumber kebaikan di zamannya, dan kebanggaan pada masanya, seorang da'i yang selalu mengajak kejalan Allah dengan ucapan dan perbuatannya, al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang-Jakarta). Ketika itu di kediaman Habib Abu Bakar (Gresik), pada saat beliau menjalin persaudaraan dengannya, seraya memberi isyarat kepada Habib Abu Bakar dan airmatanya berlinang, berkata kepada para hadirin saat itu “Ini (al-Habib Abu Bakar) adalah raja lebah (raja para auliya'
ia saudaraku di jalan Allah, lihatlah kepadanya! Karena memandangnya adalah ibadah”
Berkata seorang panutan orang-orang yang arif, al-Habib Husain bin Muhammad al-Haddad, sesungguhnya al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah seorang khalifah, dialah pemimpin para auliya' di masanya, ia telah mencapai maqam asy-syuhud hingga beliau mampu menerawang hakekat dari segala sesuatu. Beliau melanjutkan ungkapannya dengan mengutip sebuah ayat al-Qur'an “Sungguh patut jika dikatakan padanya; Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) (Surah az-Zukhruf:59) Maksudnya beliau tidak lain hanyalah seorang hamba yang telah dilimpahi nikmat dan anugerah Allah سبحانه وتعالى. Kiranya telah cukup sebagai bukti keluhuran maqam beliau yang telah mencapai kedudukan bersua dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam keadaan terjaga. Berkata yang mulia رضي الله عنه bahwa: “Ar-Rasul صلى الله عليه وسلم telah masuk menemuiku sedang aku dalam keadaan terjaga, beliau lalu memelukku dan akupun memeluknya”. Para auliya' bersepakat, bahwa maqam ijtima' (bertemu) dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqam yang lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari ittiba' (keteladanan) beliau yang tinggi terhadap Nabinya صلى الله عليه وسلم. Adapun kesempurnaan istiqamah merupakan puncak segala karamah. Seorang yang dekat dengan beliau berujar bahwa aku sering kali mendengar beliau mengatakan: “Aku adalah ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan Allah melaluiku maka dengan izin Allah aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin Allah”
Pada saat menjelang ajalnya, seringkali beliau berkata:“Aku berbahagia untuk berjumpa dengan Allah”. Maka sebelum kemangkatannya ke rahmat Allah, beliau mencegah diri dari makan dan minum selama lima belas hari, namun hal itu tidak mengurangi sedikitpun semangat ibadahnya kepada Allah سبحانه وتعالى. Setelah ajal kian dekat menghampirinya, diiringi kerinduan berjumpa dengan khaliqnya, Allah pun rindu bertemu dengannya, maka beliau pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan redho dan diridhoi
Beliau wafat pada hari Ahad malam Itsnin, hari ke tujuhbelas di bulan Dzulhijjah 1376H, dalam usia 91 tahun. Semoga saja sirah beliau yang kami angkat kali ini tidak hanya mengundang decak kagum bagi yang membacanya, namun juga dapat menumbuhkan semangat dalam diri kita guna meningkatkan ubudiah kita dengan senantiasa mendekatkan diri dalam kebaikan dan bersama orang- orang yang baik. Aaamiin..
[Abu Bakar Hasan as-Saggaf]
Nasab yang mulia ini terus bersambung dari para pembesar ke kelompok pembesar lainnya, bagai untaian rantai emas hingga sampailah kepada tuan para pendahulu dan yang terakhir, kekasih yang agung junjungan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Habib Abu Bakar dilahirkan di kota Besuki, sebuah, kota kecil di kabupaten Sitibondo Jawa Timur, pada tanggal 16 Dzulhijjah 1285H. Dalam pertumbuhan hidupnya yang masih kanak-kanak, ayahanda beliau tercinta telah wafat dan meninggalkannya di kota Gresik. Sedang disaat-saat itu beliau masih membutuhkan dan haus akan kasih sayang seorang ayah. Namun demikian beliau pun tumbuh dewasa di pangkuan inayah ilahi didalam lingkungan keluarga yang bertaqwa yang telah menempanya dengan pendidikan yang sempurna, hingga nampaklah dalam diri beliau pertanda kebaikan dan kewalian.
Konon diceritakan bahwa beliau mampu mengingat segala kejadian yang dialaminya ketika dalam usia tiga tahun dengan secara detail. Hal ini tidak lain sebagai isyarat akan kekuatan ruhaniahnya yang telah siap untuk menampung luapan anugerah dan futuh dari rabbnya Yang Maha Mulia.
Pada tahun 1293H, segeralah beliau bersiap untuk melakukan perjalanan jauh menuju kota asal para leluhurnya, iaitu Hadramaut. Kota yang bersinar dengan cahaya para auliya'. Perjalanan pertama ini adalah atas titah dari nenek beliau (ibu dari ayahnya) seorang wanita shalihah Fatimah binti Abdullah Allan. Dengan ditemani seorang yang mulia, asy-Syaikh Muhammad Bazmul, beliau pun berangkat meninggalkan kota kelahiran dan keluarga tercintanya. Setelah menempuh jarak yang begitu jauh dan kepayahan yang tidak terbayangkan maka sampailah beliau di kota Seiwuun sedang pamannya tercinta al-Allamah al-Habib Abdullah bin Umar beserta kerabat yang lain telah menyambut kedatangannya di luar kota tersebut.
Tempat tujuan pertamanya adalah kediaman seorang allamah yang terpandang di masanya, al-‘Arifbillah al-Habib Syaikh bin Umar bin Saggaf". Sesampainya di sana Habib Syaikh langsung menyambut seraya memeluk dan menciuminya, tanpa terasa airmata pun bercucuran dari kedua matanya, sebagai ungkapan bahagia atas kedatangan dan atas apa yang dilihatnya dari tanda-tanda wilayah di wajah beliau yang bersinar itu. Demikianlah seorang penyair berkata, hati para auliya' memiliki mata yang dapat memandang apa saja yang tak dapat dipandang oleh manusia lainnya. Dengan penuh kasih sayang, Habib Syaikh mencurahkan segala perhatian kepadanya, termasuk pendidikannya yang maksima telah membuahkan kebaikan dalam diri Habib Abu Bakar yang baru beranjak dewasa. Bagi Habib Abu Bakar menuntut ilmu adalah segala-galanya dan melalui pamannya al-Habib Umar beliau mempelajari ilmu fiqih dan tasawwuf.
Ketika menempa pendidikan dari sang paman inilah, pada setiap malam beliau dibangunkan untuk shalat tahajjud bersamanya dalam usia yang masih belia. Hal ini sebagai upaya mentradisikan qiyamullail yang telah menjadi kebiasaan orang-orang mulia di sisi Allah atas dasar keteladanan dari baginda Rasulillah صلى الله عليه وسلم. Hingga apa yang dipelajari beliau tidak hanya sebatas teori ilmiah namun telah dipraktekkan dalam amaliah kesehariannya.
Rupanya dalam kamus beliau tidak ada istilah kenyang dalam menuntut ilmu, selain dari pamannya ini, beliau juga berkeliling di seantero Hadramaut untuk belajar dan mengambil ijazah dari para ulama' dan pembesar yang tersebar di seluruh kota tersebut. Salah seorang dari sederetan para gurunya yang paling utama, adalah seorang arifbillah yang namanya termasyhur di jagad raya ini, guru dari para guru di zamannya al-Imam al-Qutub al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi" رضي الله عنه sebagai Syaikhun-Nadzar. (Guru Pemerhati).
Perhatian dari mahagurunya ini telah tertumpahkan pada murid kesayangannya jauh sebelum kedatangannya ke Hadramaut, ketika beliau masih berada di tanah Jawa. Hal ini terbukti dengan sebuah kisah yang sangat menarik antara al-Habib Ali dengan salah seorang muridnya yang lain. Pada suatu hari Habib Ali memanggil salah satu murid setianya. Beliau lalu berkata: “Ingatlah ada tiga auliya' yang nama, haliah dan maqam mereka sama”. Wali yang pertama telah berada di alam barzakh, yakni al-Habib Qutbul-Mala' Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus, dan yang kedua engkau pernah melihatnya di masa kecilmu, iaitu al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas, adapun yang ketiga akan engkau lihat dia di akhir usia kamu. Habib Ali pun tidak menjelaskan lebih lanjut siapakah wali ketiga yang dimaksud olehnya.
Selang waktu beberapa tahun kemudian, tiba-tiba sang murid tersebut mengalami sebuah mimpi yang luar biasa. Dalam sebuah tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kala itu dalam mimpinya Nabi صلى الله عليه وسلم menuntun seorang anak yang masih kecil sambil berkata kepada orang tersebut: Lihatlah aku bawa cucuku yang shaleh Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf! Mimpi ini terulang sebanyak lima kali dalam lima malam berturut-turut, padahal orang tersebut tidak pernah kenal dengan Habib Abu Bakar sebelumnya, kecuali setelah diperkenalkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم.
Pada saat ia kemudian bersua dengan Habib Abu Bakar as-Saggaf, iapun menjadi teringat ucapan gurunya tentang tiga auliya' yang nama, haliah dan maqamnya sama. Lalu ia ceritakan mimpi tersebut dan apa yang pernah dikatakan oleh Habib Ali al-Habsyi kepada beliau. Kiranya tidak meleset apa yang diucapkan Habib Ali beberapa tahun silam bahwa ia akan melihat wali yang ketiga di akhir usianya, karena setelah pertemuannya dengan Habib Abu Bakar ia pun meninggalkan dunia yang fana ini, berpulang ke rahmatullah. Tidak diragukan lagi perhatian yang khusus dari sang guru yang rnulia ini telah tercurahkan kepada murid kesayangannya, hingga suatu saat al-Habib Ali al-Habsyi menikahkan Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf dengan salah seorang wanita pilihan gurunya ini di kota Seiwuun, bahkan Habib Ali sendirilah yang meminang dan menanggung seluruh biaya perkimpoiannya.
Selain Habib Ali, masih ada lagi yang menjadi syaikhut-tarbiah (guru pendidiknya) yakni pamannya tercinta al-Habib Abdullah bin Umar as-Saggaf. Adapun yang menjadi Syaikhut-Tasliik (guru pembimbing beliau) al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi (gambar sebelah). Sedang yang menjadi syaikhul-fath (guru pembuka) adalah al-Wali al-Mukasyif al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Qutban yang acapkali memberinya khabar gembira dengan mengatakan: “Engkau adalah pewaris haliah kakekmu Umar bin Saggaf".
Demikianlah beliau menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar, mengambil ijazah serta ilbas dengan berpindah dari pangkuan para auliya' dan pembesar yang satu dan yang lainnya di seluruh Hadramaut, Seiwuun, Tarim dan sekitarnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu nama mereka. Setelah semuanya dirasa cukup dan atas izin dari para gurunya, beliaupun mulai meninggalkan kota para. auliya' itu untuk kembali ke tanah Jawa, tepatnya pada tahun 1302 H.
Dengan ditemani al-Arifbillah al-Habib Alwi bin Saggaf as-Saggaf (dimakamkan di Turbah Kebon - Agung Pasuruan) berangkatlah beliau ke Indonesia. Adapun tujuan pertamanya adalah kota kelahirannya Besuki -Jawa timur, setelah tiga tahun tinggal di sana, beliau lalu berhijrah ke kota Gresik pada tahun 1305H dalam usia 20 tahun. Dan di kota inilah beliau bermukim. Mengingat usianya yang masih sangat muda, maka kegiatan menuntut Ilmu, ijazah dan ilbas masih terus dilakoninya tanpa kenal lelah.
Beliaupun terus menerus berkunjung kepada para auliya' dan ulama' yang telah menyinari bumi pertiwi ini dengan keshalehannya. Sebagaimana al-Habib Abdullah bin Muhsin al-Attas, al-Habib Ahmad bin Abdullah al-Attas, al-Habib Ahmad bin Muhsin al-Haddar, al-Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al-Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdar dan masih banyak lagi yang lainnya رضي الله عنهم أجمعين.
Pada tahun yang sama tepatnya pada hari Jum'at, telah terjadi sebuah peristiwa yang di luar jangkauan akal manusia dalam diri beliau. Yaitu di saat beliau tengah khusyuk mendengarkan seorang khatib yang menyampaikan khutbahnya di atas mimbar, tiba-tiba beliau mendapat lintasan hati rahmani dan sebuah izin rabbani, ketika itu nuraninya berkata agar beliau segera mengasingkan diri dari manusia sekitarnya. Hatinya pun menjadi lapang untuk melakukan uzlah menjauhkan diri dari kehidupan dunia.
Seketika itu juga beliau beranjak meninggalkan Masjid Jami' langsung menuju rumah, dan sejak saat itu beliau tidak lagi menemui seorang pun dan tidak pula memberi kesempatan orang untuk menemuinya. Hal ini beliau lakukan tiada lagi hanya untuk mengabdikan diri dan beribadah kepada Rabbnya dengan segenap jiwa raganya, dan berlangsung sampai lima belas tahun lamanya. Hingga tibanya izin dari Allah agar beliau keluar dari khalwatnya untuk kembali berinteraksi dengan manusia di sekitarnya.
Pada saat menjelang keluar dari khalwatnya, beliau disambut oleh gurunya al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, seraya berkata: "Aku telah memohon dan bertawajjuh pada Allah selama tiga hari tiga malam untuk mengeluarkan Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf". Habib Muhammad lalu menuntunnya keluar dan membawanya berziarah ke makam seorang wali yang tersohor dan menjadi mahkota bagi segala kemuliaan di zamannya, yakni al-Habib ‘Alwi bin Muhammad Hasyim رضي الله عنه.
Setelah ziarah, beliau berdua lalu berangkat menuju kota Surabaya ke kediaman al-Habib Abdullah bin Umar as-Saggaf. Di tengah-tengah orang-orang yang hadir pada saat itu, berkatalah al-Habib Muhammad bin Idrus sambil tangannya menunjuk ke arah Habib Abu Bakar "Ini adalah khazanah dari seluruh khazanah Bani Alawi yang telah kami buka untuk memberi manfaat kepada orang khusus dan umum".
Pasca kejadian tersebut, mulailah al-Habib Abu Bakar menetapkan jadual Qira'ah (pembacaan kitab-kitab salaf) di rumahnya. Dalam waktu yang singkat beliau telah menjadi tumpuan bagi umat di zamannya, bagaikan Ka'bah yang tidak pernah sepi dari penziarah yang datang mengunjunginya dari berbagai penjuru dunia. Siapa saja yang datang kepada beliau disertai dengan husnuddzan (berbaik-sangka) maka ia akan beruntung dengan tercapai segala maksudnya dalam waktu yang dekat.
Di Majlis yang diadakannya itu beliau telah mengkhatamkan kitab "Ihya' Ulumuddin" sebanyak lebih dari empat puluh kali. Dan disetiap mengkhatamkannya, beliau selalu mengadakan jamuan besar-besaran untuk orang yang hadir di majlisnya. Al-Habib Abu Bakar dikenal sebagai orang yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sirah dan jejak para salafnya, bahkan pada segala adat istiadatnya. Seluruh majlis beliau senantiasa dimakmurkan dengan kajian-kajian ilmiah yang bersumber dari semua kitab karya para salafnya.
Jika kita berbicara tentang maqam dan kedudukan beliau, maka tidak satupun dari para auliya' pada masa beliau yang menyangsikannya. Beliau telah mencapai tingkatan "asshiddiqiyyah al-kubra" yang telah diisyaratkan sebagai "sahibulwaqt" (panglima tertinggi para auliya' di masanya). Keluhuran maqamnya telah diakui oleh seluruh yang hidup di zaman beliau. Telah berkata al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdar dalam sebuah suratnya kepada beliau (dengan mengutip beberapa ayat al-Qur'an). “Demi fajar. Dan malam yang sepuluh. Dan yang genap dan yang ganjil” (Sesungguhnya saudaraku Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah permata yang lembut yang beredar dan beterbangan menjelajah seluruh maqam para leluhurnya)..
Berkata pula panutan kita, seorang yang telah diakui keunggulan dan keilmuannya al-habib ‘Alwi bin Muhammad al-Haddad: "Sesungguhnya al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah al-Qutbul Ghauts dan sesungguhnya ia adalah tempat tumpuan pandangan Allah".
Pada kesempatan lain beliau berkata: “Aku tidak takut (segan) kepada satu pun makhluk Allah kecuali kepada Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf”. Sebenarnya pada masa keemasan itu banyak sekali orang-orang yang patut disegani, namun kini mereka semua telah berpulang ke rahmat Allah سبحانه وتعالى. Masih banyak lagi ungkapan-ungkapan beliau yang tidak dapat kami torehkan dalam tulisan ini.
Berkata juga seorang sumber kebaikan di zamannya, dan kebanggaan pada masanya, seorang da'i yang selalu mengajak kejalan Allah dengan ucapan dan perbuatannya, al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Kwitang-Jakarta). Ketika itu di kediaman Habib Abu Bakar (Gresik), pada saat beliau menjalin persaudaraan dengannya, seraya memberi isyarat kepada Habib Abu Bakar dan airmatanya berlinang, berkata kepada para hadirin saat itu “Ini (al-Habib Abu Bakar) adalah raja lebah (raja para auliya'
ia saudaraku di jalan Allah, lihatlah kepadanya! Karena memandangnya adalah ibadah”Berkata seorang panutan orang-orang yang arif, al-Habib Husain bin Muhammad al-Haddad, sesungguhnya al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf adalah seorang khalifah, dialah pemimpin para auliya' di masanya, ia telah mencapai maqam asy-syuhud hingga beliau mampu menerawang hakekat dari segala sesuatu. Beliau melanjutkan ungkapannya dengan mengutip sebuah ayat al-Qur'an “Sungguh patut jika dikatakan padanya; Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya nikmat (kenabian) (Surah az-Zukhruf:59) Maksudnya beliau tidak lain hanyalah seorang hamba yang telah dilimpahi nikmat dan anugerah Allah سبحانه وتعالى. Kiranya telah cukup sebagai bukti keluhuran maqam beliau yang telah mencapai kedudukan bersua dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam keadaan terjaga. Berkata yang mulia رضي الله عنه bahwa: “Ar-Rasul صلى الله عليه وسلم telah masuk menemuiku sedang aku dalam keadaan terjaga, beliau lalu memelukku dan akupun memeluknya”. Para auliya' bersepakat, bahwa maqam ijtima' (bertemu) dengan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqam yang lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari ittiba' (keteladanan) beliau yang tinggi terhadap Nabinya صلى الله عليه وسلم. Adapun kesempurnaan istiqamah merupakan puncak segala karamah. Seorang yang dekat dengan beliau berujar bahwa aku sering kali mendengar beliau mengatakan: “Aku adalah ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan Allah melaluiku maka dengan izin Allah aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin Allah”
Pada saat menjelang ajalnya, seringkali beliau berkata:“Aku berbahagia untuk berjumpa dengan Allah”. Maka sebelum kemangkatannya ke rahmat Allah, beliau mencegah diri dari makan dan minum selama lima belas hari, namun hal itu tidak mengurangi sedikitpun semangat ibadahnya kepada Allah سبحانه وتعالى. Setelah ajal kian dekat menghampirinya, diiringi kerinduan berjumpa dengan khaliqnya, Allah pun rindu bertemu dengannya, maka beliau pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan redho dan diridhoi
Beliau wafat pada hari Ahad malam Itsnin, hari ke tujuhbelas di bulan Dzulhijjah 1376H, dalam usia 91 tahun. Semoga saja sirah beliau yang kami angkat kali ini tidak hanya mengundang decak kagum bagi yang membacanya, namun juga dapat menumbuhkan semangat dalam diri kita guna meningkatkan ubudiah kita dengan senantiasa mendekatkan diri dalam kebaikan dan bersama orang- orang yang baik. Aaamiin..
[Abu Bakar Hasan as-Saggaf]
0
Kutip
Balas