- Beranda
- The Lounge
Perbuatan Bukan S3ksual Ini Termasuk Bentuk Zina, Catat Baik-baik!!
...
TS
aurora..
Perbuatan Bukan S3ksual Ini Termasuk Bentuk Zina, Catat Baik-baik!!
Hai semuanya, Shalom Aleichem!
Selamat malam kalian semuanya!

Pada kesempatan yang sangat berharga ini, gue, Mbak Rora, akan membahas tentang pelanggaran moral manusia yang bukan tentang s3ksu4litas, tetapi hampir sama dengan perzinahan
. Quote:
PEMBUKA
Dalam pemikiran orang awam, kata zina hampir selalu diartikan secara sempit sebagai aktivitas s3ksual tanpa disertai ikatan pernikahan, misalnya hubungan s3ks di luar nikah, m4sturb4si, p0rn0grafi, v0y3urisme, dan eks1b1sionisme. Padahal, dalam pendekatan ilmu sosial dan filsafat moral modern, banyak perilaku bukan s3ksual yang memiliki pelanggaran moral serupa dengan zina, yaitu menganggap nilai suci dari harga diri seorang manusia menjadi sekadar alat pemuas ekonomi, kepentingan, atau ego orang lain. Salah satu bentuk paling halus tetapi paling besar dari praktik ini adalah mengobjektifikasi sesama manusia.
Objektifikasi manusia bukan sekadar tentang komentar yang jorok atau tatapan yang tidak sopan. Objektifikasi manusia adalah pelanggaran yang jauh lebih halus, lebih rapi, dan sering kali diglorifikasi oleh masyarakat modern, sistem ekonomi, bahkan oleh percakapan sehari-hari. Dalam konteks ini, zina tidak dipahami sebagai istilah agama, melainkan sebagai istilah moral, yaitu tindakan yang melecehkan kesucian harga diri manusia dengan menjadikan manusia sebagai objek, bukan subjek.
Quote:
Apa Itu Objektifikasi Manusia?
Konsep objektifikasi pertama kali dibahas secara sistematis dalam ilmu filsafat moral, terutama melalui gagasan Immanuel Kant, yang menyatakan bahwa manusia harus selalu diperlakukan sebagai manusia yang bisa menentukan tujuan hidupnya sendiri, bukan semata-mata sebagai alat pemuas ego orang lain. Ketika seseorang diperlakukan hanya berdasarkan kekuatan fisik, keindahan tubuh, atau nilai guna tertentu, maka orang itu telah diobjektifikasi.
Martha C. Nussbaum (1995), seorang filsuf moral kontemporer, menggambarkan praktik objektifikasi manusia melalui beberapa gambaran, antara lain memperlakukan seseorang sebagai benda (bukan manusia), menghambat kemandirian manusia, menilai seseorang hanya dari penampilan fisik atau keunggulan tertentu, serta menganggap manusia dapat ditukar seperti barang. Objektifikasi bisa terjadi dalam hubungan sosial laki-laki ke perempuan, perempuan ke laki-laki, sesama laki-laki, maupun sesama perempuan. Tidak ada satu jenis kelamin pun yang kebal terhadap objektifikasi manusia.
Yang sering tidak disadari, objektifikasi manusia tidak selalu disertai maksud jahat. Objektifikasi bisa muncul dalam bentuk pujian, candaan, atau standar profesional yang terlihat baik-baik saja. Namun, justru di situlah letak bahayanya.
Quote:
Objektifikasi Dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam dunia kerja misalnya, kita terbiasa menilai manusia dari ketangguhan dan produktivitas semata, tanpa memikirkan kemandirian orang itu untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri. Kalimat seperti “yang penting hasilnya” sering kali mengabaikan fakta, bahwa di balik angka dan target, ada manusia dengan batas titik patah secara fisik dan psikologis. Ketika seorang karyawan diperas tenaganya demi uang tanpa mempertimbangkan kesehatannya, karyawan itu sedang diperlakukan seperti mesin uang super tangguh yang tidak bisa kelelahan.
Di media massa dan masyarakat modern, tubuh manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sering dieksploitasi menjadi komoditas visual. Iklan, film, dan media sosial sering menampilkan wajah yang tampan atau cantik sebagai nilai jual utama. Fenomena ini tidak selalu bersifat seksual secara eksplisit, tetapi tetap memisahkan estetika tubuh seseorang dari kepribadian, kecerdasan, dan kemandirian orang tersebut.
Fredrickson dan Roberts (1997) menjelaskan bahwa praktik objektifikasi, terutama yang berulang, dapat membuat seseorang memandang dirinya sendiri sebagai objek. Proses ini disebut self-objectification, yang berdampak serius pada kesehatan jiwa, seperti kecemasan, kelelahan psikologis, gangguan rasa percaya diri terhadap tubuh sendiri (BDD), hingga depresi.
Quote:
Mengapa Objektifikasi Manusia Bisa Disamakan Dengan Zina?
Jika zina dipahami sebagai penodaan terhadap sesuatu yang suci dan eksklusif yang dimiliki oleh semua manusia (yaitu s3ksualitas), berarti objektifikasi memiliki struktur pelanggaran yang sama dengan zina. Dalam zina, seseorang menodai sesuatu yang suci dan eksklusif dari orang lain (tubuh, perhatian, dan validasi) tanpa memikirkan keutuhan objek zina tersebut sebagai manusia. Dalam objektifikasi, yang dinodai bukan selalu tubuh seseorang, melainkan kesucian dan eksklusivitas harga diri yang dimiliki oleh semua manusia, seperti kecantikan, kekuatan fisik, kecerdasan, kemandirian, status ekonomi, atau bahkan empati.
Haslam (2006) dalam kajiannya tentang dehumanisasi, menjelaskan bahwa objektifikasi adalah salah satu bentuk dehumanisasi modern. Objektifikasi manusia merenggut ciri-ciri manusiawi seseorang, seperti empati, moralitas, dan kemampuan seseorang untuk mawas diri. Ketika seseorang diperlakukan hanya sebagai objek yang bisa diperas, hubungan sosial yang terbangun menjadi hubungan sosial yang penuh dominansi dan pemerasan, bukan hubungan sosial yang setara dan berempati.
Di sinilah analogi antara objektifikasi dengan zina semakin berhubungan. Keduanya sama-sama melibatkan pelecehan dan pemerasan manusia tanpa penghormatan terhadap harga diri manusia. Bedanya, objektifikasi sering kali tidak disadari sebagai kesalahan, dan bahkan cenderung diglorifikasi.
Quote:
Objektifikasi Lintas Gender Itu Tidak Sesederhana Yang Dipikirkan
Definisi objektifikasi sering dipersempit sebagai pelecehan laki-laki terhadap kecantikan perempuan. Padahal, kenyataan sosialnya jauh lebih rumit. Laki-laki pun kerap diobjektifikasi sebagai simbol ketangguhan fisik, ketegaran emosional, atau tingginya status ekonomi. Perempuan juga bisa mengobjektifikasi sesama perempuan melalui standar kecantikan yang aneh dan tidak realistis. Bahkan, dalam suatu komunitas sosial yang tampak sangat modern, objektifikasi bisa muncul dalam bentuk obsesi berlebihan (fet1shme) terhadap identitas manusia tertentu.
Yang perlu dicatat, objektifikasi bukan tentang siapa pelakunya, melainkan cara pandang yang memandang manusia dari satu dimensi saja. Selama manusia dilihat bukan sebagai subjek yang utuh, objektifikasi akan terus terjadi.
Quote:
Dampak Sosial Dan Psikologis Yang Nyata Dari Objektifikasi Manusia
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perilaku objektifikasi bisa berdampak luas, baik bagi korban maupun bagi pelaku. Di tingkat individu, korban objektifikasi sering mengalami pengasingan diri, selalu merasa tidak cukup, tidak bisa mandiri, dan cepat lelah. Di tingkat sosial, objektifikasi memperkuat kesenjangan sosial, menganggap lumrah kekerasan simbolik, dan mendorong kebiasaan interaksi sosial yang selalu didasari oleh pamrih (kebiasaan relasi transaksional).
American Psychological Association (APA) dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa objektifikasi bisa berujung pada lingkungan pergaulan yang tidak sehat, baik di sekolah, tempat kerja, maupun di dunia maya. Akibat objektifikasi, hubungan sosial akan menjadi dangkal, karena harga diri manusia diukur dari apa yang bisa ditampilkan atau dijual.
Dalam jangka panjang, masyarakat yang terbiasa mengobjektifikasi akan kehilangan empati kolektif. Orang lain tidak lagi dilihat sebagai sesama manusia, melainkan sebagai pesaing, mesin uang super tangguh, atau boneka pajangan.
Quote:
Mengubah Cara Pandang Kita Terhadap Manusia Lain Dari Objek Ke Subjek
Menghindari objektifikasi bukan berarti menolak pujian atau apresiasi terhadap sesama manusia. Yang perlu diubah adalah cara pandang kita. Mengapresiasi seseorang sebagai manusia utuh berarti bisa berempati, dan bisa memahami kerumitan manusia yang punya tubuh, pikiran, moralitas, dan kemandirian.
Dalam pembahasan ini, melawan objektifikasi manusia adalah bentuk etika sosial modern. Perbuatan menentang objektifikasi menuntut kesadaran, bahwa setiap interaksi sosial, sekecil apa pun, membawa konsekuensi moral. Bukan tentang menjadi yang paling benar, melainkan tentang menjaga kualitas interaksi sosial.
Apabila perzinahan secara moral dipahami sebagai pelecehan terhadap sesuatu yang suci dan eksklusif yang dimiliki oleh semua manusia (yaitu s3ksualitas), berarti objektifikasi adalah versi sunyi tetapi sistematis dari pelecehan yang sama. Objektifikasi tidak selalu melanggar hukum, tetapi jelas melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Quote:
PENUTUP
Menganggap objektifikasi manusia sebagai definisi zina dalam artian luas mungkin terlalu provokatif, tetapi justru di situlah pentingnya untuk menggugah kesadaran, bahwa banyak perilaku yang kita anggap tidak apa-apa, ternyata memiliki dampak moral yang berat. Dalam dunia yang semakin cepat menilai dan mengklasifikasi manusia, mempertahankan pandangan bahwa manusia adalah subjek yang utuh dan bisa mandiri menjadi tindakan yang radikal untuk memerangi objektifikasi.
Catat baik-baik, bahwa selama manusia masih diperlakukan sebagai objek, selama itu pula hubungan sosial kita semakin rapuh. Dan di situlah, dengan tanpa disadari, praktik perzinahan dalam artian luas bisa terus berlangsung.
Quote:
SUMBER
Fredrickson, B. L., & Roberts, T. A. (1997). Objectification theory: Toward understanding women’s lived experiences and mental health risks. Psychology of Women Quarterly, 21(2), 173–206.
Haslam, N. (2006). Dehumanization: An integrative review. Personality and Social Psychology Review, 10(3) 252–264.
Kant, I. (2012). Groundwork of the Metaphysics of Morals (M. Gregor & J. Timmermann, Trans.). Cambridge University Press. (Karya asli diterbitkan tahun 1785)
Nussbaum, M. C. (1995). Objectification. Philosophy & Public Affairs, 24(4), 249–291.
American Psychological Association. (2007). Report of the APA Task Force on the Sexualization of Girls. American Psychological Association.
@itkgid @whiterangers20 @pabuaranwetan
itkgid dan 2 lainnya memberi reputasi
3
242
Kutip
3
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•104KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya
