- Beranda
- The Lounge
3 Gangguan Kejiwaan Terlangka Di Dunia Beserta Penjelasannya
...
TS
aurora..
3 Gangguan Kejiwaan Terlangka Di Dunia Beserta Penjelasannya
Hai Gan/Sist semuanya!
Shalom Aleichem!

Pada kesempatan yang sangat berharga ini, gue, Mbak Rora, akan membahas tentang 3 gangguan kejiwaan terlangka di dunia beserta penjelasannya
.Di tengah luasnya ilmu kejiwaan modern, ternyata masih ada sejumlah gangguan mental yang sangat aneh dan langka, sampai-sampai sebagian besar psikolog atau psikiater mungkin tidak akan pernah menemukannya secara langsung sepanjang karier mereka. Gangguan ini tidak hanya ganjil, tetapi juga memiliki gejala yang ekstrem, paradoks, dan pada beberapa kasus tampak sangat tidak masuk akal bagi orang awam.
Kali ini kita akan membahas tiga gangguan kejiwaan terlangka di dunia, yaitu sindrom Stendhal, delusi Cotard, dan apotemnofilia. Kita akan bahas ketiganya dengan gaya santai, naratif, tetapi masih ilmiah.
Quote:
1. Sindrom Stendhal, Ketika Karya Seni Indah Justru Memicu Kecemasan
Pernah merasa terpukau melihat lukisan indah, sampai jantung berdebar atau mata berair karena rasa kagum? Itu adalah hal yang sangat normal. Namun, bagaimana jika rasa kagum itu berubah menjadi gangguan fisik dan psikis, seperti pusing, jantung berdebar ekstrem, kecemasan yang memuncak, bahkan halusinasi?
Nah, di titik inilah muncul fenomena aneh yang dikenal sebagai sindrom Stendhal.
Asal-usul Dan Gejala
Sindrom Stendhal pertama kali disebutkan pada abad ke-19 oleh seorang penulis Prancis bernama Henri-Marie Beyle, atau yang lebih dikenal sebagai Stendhal. Ia menggambarkan pengalamannya saat mengunjungi Florence. Ketika melihat keindahan arsitektur dan seni Italia, ia mengalami sensasi yang sangat intens, mulai dari denyut jantung tidak beraturan, sensasi pusing, dan perasaan terpisah dari diri sendiri.
Fenomena tersebut kemudian menarik perhatian para psikiater modern, salah satunya dokter Graziella Magherini, psikiater di Florence yang menganalisis lebih dari 100 kasus wisatawan yang mengalami gejala serupa. Magherini mencatat, bahwa kebanyakan kasus terjadi pada pengunjung museum atau tempat bersejarah, khususnya yang datang ke Italia, negara yang sarat akan budaya seni Renaisans.
Gejala utamanya meliputi denyut jantung yang meningkat, pusing atau sensasi melayang, kecemasan berlebihan hingga gangguan panik, disorientasi, halusinasi visual, hingga perasaan tidak mampu memproses karya seni yang terlalu intens.
Apakah Ini Gangguan Jiwa Yang Resmi?
Sindrom Stendhal tidak tercantum dalam DSM-5, panduan diagnosis resmi psikiatri. Namun, sejumlah studi medis telah mendokumentasikannya sebagai fenomena psikosomatik nyata, lebih mirip situational stress reaction yang dipicu rangsangan keindahan ekstrem.
Mengapa Ini Bisa Terjadi?
Ada beberapa teori mengapa penyakit aneh ini bisa terjadi, yaitu:
1. Overstimulasi sensorik: Otak tidak terbiasa menerima rangsangan keindahan dengan intensitas tinggi.
2. Faktor predisposisi psikologis: Individu yang sensitif atau yang tengah mengalami stres lebih rentan mengalaminya.
3. Konteks budaya: Seni Eropa, terutama karya Renaisans, memiliki nilai simbolik dan emosional tinggi bagi banyak orang.
Sindrom ini sangat unik, karena menunjukkan bahwa pikiran dan tubuh kita dapat kalah oleh karya seni yang terlalu memukau.
Quote:
2. Delusi Cotard, Ketika Seseorang Merasa Dirinya Sudah Mati
Jika sindrom Stendhal berada di antara batas kekaguman dan stres, delusi Cotard justru jauh lebih ekstrem dan mengerikan. Gangguan ini membuat seseorang yakin bahwa ia sudah meninggal, atau bahwa organ dalam tubuhnya sudah membusuk atau hilang, atau bahwa ia tidak lagi eksis secara fisik maupun spiritual.
Asal-usul Delusi Cotard
Delusi ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1880 oleh seorang neurolog asal Prancis bernama Jules Cotard. Ia mempresentasikan kasus seorang wanita yang sangat yakin bahwa dirinya tidak memiliki organ tubuh, tidak membutuhkan makanan, dan sudah mati secara spiritual. Kondisi tersebut kemudian dikenal sebagai le délire de négation (delusi penolakan), atau yang kini disebut dengan nama delusi Cotard.
Apa Saja Gejala Utamanya?
Beberapa ciri khas delusi Cotard, meliputi:
1. Keyakinan bahwa tubuh atau jiwa sudah mati.
2. Merasa bahwa organ tubuh telah hilang atau membusuk.
3. Hilangnya rasa identitas diri.
3. Penolakan terhadap kebutuhan biologis (misalnya menolak makan, karena dianggap sudah tidak perlu).
4. Perasaan kosong ekstrem.
5. Depresi yang sangat berat
Yang membuat kondisi ini sangat berbahaya, adalah kecenderungan penderitanya mengabaikan kebutuhan hidup dasar, seperti makan dan minum, karena merasa tubuhnya sudah tidak hidup lagi.
Penyebab Dan Mekanisme
Delusi Cotard biasanya muncul sebagai bagian dari kondisi neurologi atau psikiatri berat, misalnya:
1. Gangguan depresi mayor dengan fitur psikotik
2. Skizofrenia
3. Gangguan bipolar fase depresi
4. Demensia
5. Lesi otak pada area tertentu
6. Epilepsi lobus temporal
Beberapa model neuropsikiatri menyebutkan bahwa delusi Cotard berkaitan dengan gangguan pengolahan emosi dan persepsi diri pada area prefrontal dan parietal.
Kasus-Kasus Terkenal
Salah satu kasus modern paling dikenal adalah seorang pria dewasa yang tidak disebutkan namanya, yang setelah mengalami depresi berat dan mencoba bunuh diri, ia yakin otaknya sudah mati. Ketika dipindai dengan menggunakan fMRI, aktivitas otaknya memang menunjukkan pola sangat rendah, mirip pola otak seseorang yang sedang tidur nyenyak atau koma. Meskipun demikian, ia sepenuhnya sadar saat diwawancara.
Kasus-kasus seperti ini memperlihatkan betapa rapuhnya batas antara persepsi, identitas, dan realitas.
Quote:
3. Apotemnofilia, Ketika Seseorang Sangat Ingin Kehilangan Bagian Tubuhnya
Berbeda dari dua gangguan sebelumnya, apotemnofilia adalah gangguan jiwa teraneh yang sering kali menimbulkan dilema etis dan medis. Penderitanya memiliki dorongan kuat untuk mengamputasi salah satu anggota tubuhnya, biasanya kaki atau lengan, meskipun anggota tubuh itu sehat sepenuhnya.
Apa Itu Apotemnofilia?
Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh seorang psikiater bernama John Money pada 1970-an. Awalnya, ia menggambarkannya sebagai kondisi di mana seseorang merasakan ketertarikan seksual terhadap tubuh yang diamputasi (apotemnophilia berarti “sangat suka terhadap amputasi”). Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa tidak semua penderita memiliki motivasi seksual. Banyak yang sebenarnya mengalami inkongruensi identitas tubuh, sebuah gangguan yang kemudian disebut dengan body integrity identity disorder (BIID).
Apa Saja Gejalanya?
Penderita BIID atau apotemnofilia sering menggambarkan bahwa bagian tubuh tertentu “bukan miliknya”, atau tidak cocok dengan citra tubuh yang ia rasakan. Akibatnya, muncul keinginan kuat untuk memotong anggota tubuh tersebut, menggunakan alat bantu jalan seperti kursi roda meski kondisi tubuh sangat normal, bahkan mensimulasikan amputasi dengan mengikat atau menyembunyikan anggota tubuh tersebut.
Dalam kasus yang ekstrem, beberapa penderita mencoba melakukan praktik amputasi diri sendiri, yang tentu saja bisa menyebabkan syok hipovolemik atau infeksi serius.
Apa Penyebabnya?
Sejumlah penelitian sistem saraf (misalnya penelitian oleh V.S. Ramachandran) menemukan bahwa kondisi ini mungkin berkaitan dengan kelainan pada peta tubuh di otak, khususnya pada lobus parietal kanan. Otak tidak “mengakui” keberadaan anggota tubuh tertentu, sehingga muncul konflik identitas tentang bagian tubuh.
Dilema Etika
Satu hal yang membuat apotemnofilia sangat kontroversial adalah pertanyaan moral, apakah dokter boleh mengamputasi bagian tubuh yang sehat atas permintaan pasien sendiri?
Di beberapa kasus internasional, ada dokter yang pernah melakukan amputasi tersebut demi mencegah pasien menyakiti diri sendiri. Namun, sebagian besar sistem kesehatan menolak prosedur semacam ini, karena melanggar etika medis bahwa tidak baik menyakiti pasien yang sehat.
Quote:
PENUTUP
Tiga gangguan kejiwaan langka ini, mulai dari sindrom Stendhal, delusi Cotard, dan apotemnofilia, menunjukkan bahwa otak manusia punya cara kerja yang jauh lebih kompleks dari yang kita bayangkan. Ada kalanya otak memproses rangsangan secara berlebihan, ada kalanya otak mematikan persepsi diri, dan ada pula saat otak bisa membentuk peta tubuh yang keliru.
Memahami gangguan kejiwaan langka tidak hanya penting bagi dunia medis, tetapi juga mengingatkan kita, bahwa manusia sangat luas dan beragam. Apa yang bagi sebagian orang tampak tidak masuk akal, bagi penderita kondisi ini adalah kenyataan yang sangat nyata dan mempengaruhi hidup mereka secara total.
Semoga thread ini bisa menambah wawasan, membuat kita lebih bisa berempati, dan tentu saja bisa menumbuhkan rasa ingin tahu lebih dalam tentang keunikan kerja otak manusia.
Quote:
SUMBER
Magherini, G. (1990). La Sindrome di Stendhal. Firenze: Giunti Editore.
Philips, M. L., & David, A. S. (1997). Viewing art: The Stendhal syndrome. The Lancet, 350(9080), 1143–1144.
Young, A. W., & Leafhead, K. M. (1996). Betwixt life and death: Case studies of the Cotard delusion. Psychological Medicine, 26(3), 675–683.
Berrios, G. E., & Luque, R. (1995). Cotard’s syndrome: Analysis of 100 cases. Acta Psychiatrica Scandinavica, 91(3), 185–188.
First, M. B. (2005). Desire for amputation of a limb: Paraphilia, psychosis, or a new type of identity disorder? Psychological Medicine, 35(6), 919–928.
Ramachandran, V. S., & McGeoch, P. D. (2007). Can vestibular caloric stimulation be used to treat apotemnophilia? Medical Hypotheses, 69(2), 250–252.
@jennifersanj640 @itkgid @pabuaranwetan
felexy dan 9 lainnya memberi reputasi
10
226
Kutip
6
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•104KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya
