Quote:
AKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Erwin Aksa mengaku heran kenapa kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen diributkan baru sekarang. Sebab menurut Erwin Aksa, kenaikan PPN 12 persen merupakan amanat undang-undang yang telah disepakati oleh mayoritas fraksi di DPR pada September 2021.
Demikian Erwin Aksa mengungkapkan dalam program Dua Arah Kompas TV yang mengangkat tema Selamat Datang Tahun Penuh Pungutan, Jumat (20/12/2024).
“Pajak PPN yang ramai-ramai sekarang itu 12 persen, itu masuk di dalam UU HPP (Harmoninasi Peraturan Pajak) yang tadi sudah disampaikan Pak Airlangga,bahwa undang-undang itu adalah undang-undang harmonisasi perpajakan,” ucap Erwin Aksa
“Bahwasanya undang-undang ini sudah disepakati oleh seluruh fraksi tadi, kecuali PKS di September 2021. Jadi sebagai warga negara, ya kita patuh terhadap undang-undang yang sudah diputuskan. Nah kemudian, kenapa baru ramai-ramainya sekarang bukan dulu waktu dibahas?” lanjutnya.
Saat ini, kata Erwin, UU HPP sudah dibahas dan disepakati, termasuk di dalamnya ada kenaikan PPN 12 persen. Tentu tidak mudah untuk dibahas ulang lagi di DPR soal UU HPP yang mengatur kenaikan PPN.
“Undang-undang ini termasuk di dalamnya ada undang-undang PPN 12% yang ramai-ramai. Apakah perlu hari ini atau tidak perlu, ya kembali lagi, bahwa undang-undangnya sudah disahkan dan sudah disepakati,” ujar Erwin Aksa.
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Golkar Erwin Aksa. (Sumber: KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO)
“Kalau toh mau dibahas ulang itu tentunya tidak mudah, butuh white paper, butuh policy paper, dan memang sudah reses sekarang ini jadi nggak mungkin dibahas,” lanjut Erwin Aksa.
Sebagaimana diketahui, sesuai dengan UU Harmoninasi Peraturan Pajak, kenaikan PPN 12 persen akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2025.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede membenarkan pernyataan Erwin Aksa bahwa kenaikan PPN 12 persen merupakan amanat UU.
“Kalau kita bicara pemerintah melaksanakan undang-undang HPP yang sudah disepakati oleh DPR dan sudah sudah terjadi kenaikannya dari 10% ke 11% di tahun 2022, pada saat kita masih mengalami pandemi dan paling lambat memang kenaikan dari 11% ke 12% itu diamanatkan undang-undang adalah pada 1 Januari 2025,” kata Josua.
“Jadi pada dasarnya memang pemerintah menjalankan apa yang diamanatkan undang-undang,” lanjutnya.
Lantas Josua dikonfirmasi, apakah ada opsi lain untuk menaikkan pendapatan negara selain menaikkan pajak 12 persen. Menurut Josua, ada, namunn opsi-opsinya lebih terbatas.
“Kalau kita bicara misalkan pajak karbon, sampai dengan saat ini pun juga pemerintah masih terus mengkaji. Lalu juga kalau kita bicara bagaimana kemampuan pemerintah untuk mengoreksi pajak, ini pun juga pemerintah masih belum cukup optimal karena sektor informal di Indonesia ini masih paling dominan,” jelas Josua.
“Sehingga itu saya pikir menjadi salah satu faktor utama, melihat bahwa PPN menjadi salah satu opsi yang paling visible di dalam jangka pendek,” lanjutnya.
Di samping itu, Josua menilai dukungan terhadap produk domestik bruto (PDB), yang diberikan PPN tidak lebih besar ketimbang pajak penghasilan atau PPh.
“Jadi saya pikir dampaknya pun juga tidak terlalu berpengaruh banget,” ujarnya.
PPN 12 Persen Ramai Dibahas Sekarang, Anggota DPR: Kenapa Bukan Dulu waktu Dibahas?
Wah ternyata disahkan bareng di 2021
Kalo agan swasta perorangan protes ane bisa paham
Kalo terafiliasi parpol tiba tiba protes itu yg agak awikwokwokwok