- Beranda
- Berita dan Politik
Penegak Hukum Indonesia Arogan?
...
TS
GutSchreiben
Penegak Hukum Indonesia Arogan?
Arrogansi oknum penegak hukum di Indonesia ga bisa diabaikan. Banyak kasus menunjukkan bahwa aparat penegak hukum bertindak seolah-olah mereka berada di atas hukum. Ini tu parah banget, terutama ketika kita melihat kasus-kasus pelanggaran, dan kasus itu dilakukan sama oknum aparat yang seharusnya menegakkan keadilan.
Banyak contoh yang nunjukin kalo masalah ini menyedihkan banget. Misalnya, ada kasus di mana oknum polisi atau jaksa yang terlibat dalam korupsi, tetapi mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan dibandingkan pelaku kejahatan lainnya. Ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan perlakuan istimewa yang ga seharusnya terjadi. Semua orang pasti masih inget kasus jaksa pinangki. Oknum jaksa yang bernama Sirna Malasari terbukti ngelakuin korupsi pada kasus itu. Saat ngurus pembebasan Djoko Tjandra Sirna Malasari melakukan tindak pencucian uang dan pemufakatan dalam kejahatan. Namun dia hanya dihukum 4 tahun. Dia sebenernya divonis 10 tahun tapi setelah pengajuan bandingnya diterima vonisnya dikurangi jadi 4 tahun. Selain itu ada Roiful Manurung, oknum polisi yang terlibat pengedaran sabu di Kutai barat. Dia hanya divonis 10 bulan penjara. Ini cukup parah. Menurut keterangan terdakwa penjual sabu, peran Roiful ini sangat penting dalam kasus itu. Penjual sabu mendapatkan barang haram itu dari Roiful. Dia juga dapat komisi beberapa persen dari hasil penjualan sabu itu. Kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum itu sangat berbahaya. Hukum Indonesia jadi kayak ga ada harganya. Oknum-oknum itu seharusnya jadi yang terdepan buat keadilan. Kalo kayak gini malah ga kaget lagi kalo seandainya tren tindak kejahatan makin naik. Ketika aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh justru menyalahgunakan kekuasaan mereka. Akibatnya bakal jelek banget. kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menurun. Lebih parahnya lagi, masyarakat juga bisa berbondong-bondong ngelakuin hal itu.
Masalah lainnya adalah ketidaktransparanan dalam proses hukum. Banyak kasus di mana keputusan hukum ga adil dan ga transparan. Ketika masyarakat mencoba untuk menuntut keadilan, mereka seringkali menghadapi hambatan dari oknum aparat penegak hukum yang arogan dan merasa superior. Contoh konkret bisa dilihat dari berbagai kasus penyalahgunaan kekuasaan, di mana bukti-bukti sering kali diabaikan atau sengaja disembunyikan. Ada kasus pembunuhan Vina Cirebon, kasus meninggalnya Dini Sera Afrianti dan Brigadir Joshua. Ketiga kasus tersebut bikin kesel banyak pihak. Penetapan tersangka pada kasus Vina ga sesuai prosedur. Beberapa tersangka akhirnya dibebaskan. Namun itupun setelah dapat perlakuan yang ga mengenakkan. Kasus Joshua juga lebih parah. Bukti rekaman saat Joshua ditembak dimusnahin sama polisi. Pas jenazahnya diantarpun, keluarga Joshua sempat dilarang buat ngeliat mayatnya. Namun di kasus Dini Sera beda. Tersangka Ronal Tannur malah divonis bebas. Padahal bukti rekaman video cctv tersebar di internet.
Selain itu, juga ada kasus di mana oknum aparat penegak hukum menggunakan kekerasan yang berlebihan. Salah satunya adalah kasus km 50. Ini kasus yang sangat menyita perhatian masyarakat. Pas rombongan Habib Rizieq lagi jalan dari Sentul menuju Jakarta katanya ada baku tembak antara polisi dan laskar khusus FPI. Kejadian ini berakhir dengan kematian 6 orang laskar. Tapi ada yang janggal. Seorang saksi ngomong kalo 6 orang itu masih hidup pas dibawa ke pos polisi. Terus di RS Polri mereka malah udah tewas. 2 tersangka dalam kasus ini malah divonis bebas. Komnas HAM yang menduga ada pelanggaran, ngasih rekomendasi agar kasus ini dibawa ke ranah pidana. Bukannya melindungi dan melayani masyarakat, oknum aparat penegak hukum juga sering kali menggunakan kekuatan secara berlebihan buat ngebungkam suara rakyat. Ini jelas nunjukin sikap arogan dan kurangnya empati terhadap hak-hak masyarakat.
Tahun 2019 Andi dan Yusuf Kardawi meninggal saat demo di gedung DPRD Sulawesi Tenggara. 2 mahasiswa Universitas Haluo Oleo tersebut tewas mengenaskan, yang mana Andi terkena tembakan sedangkan Yusuf Kardawi meninggal akibat luka berat di kepala. Kejadian ini nunjukin kalo oknum aparat telah bertindak melebihi porsinya. Mereka udah pake cara yang berlebihan saat pengamanan, karena kapolri ngomong kalo ga ada perintah untuk make senjata api.
Statistik juga mendukung parahnya keadilan Indonesia ini. Misalnya, Indonesia sering nempatin posisi yang rendah dalam indeks keadilan hukum internasional. Awalnya ranking Indonesia di Rule of Law cukup bagus. Tahun 2015, Indonesia ada di posisi 52 dari 102 negara. Setelah beberapa tahun, posisi Indonesia malah turun jauh banget. Tahun 2023 kemaren ranking Indonesia di Rule of Law adalah 66.
Kesimpulannya, arrogansi oknum aparat penegak hukum di Indonesia itu harus disingkirkan. Meskipun ada banyak tantangan, reformasi sistem penegakan hukum dan transparansi proses hukum adalah langkah penting yang harus diambil. Ini dilakuin biar aparat penegak hukum punya integritas, biar kasus yang viral karena ketidak adilan ga muncul lagi. Kasus-kasus viral kayak kasus Vina, Ronal Tannur sama kematian beberapa orang oleh oknum polisi kan sama. Semua itu ada karena oknum penegak hukum ga punya integritas. Coba kalo mereka punya integritas hasilnya bakal beda. Semua kasus itu bakal selesai secara adil dan kalo bisa gitu, masyarakat bakal dapat teladan yang baik. Wibawa penegak hukum Indonesia juga tersealmatkan. Beda sama situasi sekarang yang kondisinya parah banget. Orang-orang pada berbondong-bondong ngejelekin penegakan hukum di Indonesia. Ga jarang juga mereka pukul rata kalo semua penegak hukum ga bener. Padahal itu ga sepenuhnya bener. Penegakan hukum di Indonesia jadi jelek itu karena beberapa oknum. Di antara semuanya masih banyak penegak hukum jujur dan berintegritas.
Selain itu, pembenahan pada hukum Indonesia juga bagus buat masyarakat. Sekarang ini masih banyak yang ga melek hukum. Hal berkaitan tentang hukum masih jadi bahasan berat bagi mereka. Kalangan ini bakal kesulitan banget saat mereka menjalani proses hukum. Mereka kadang terpaksa nerima perlakuan ga wajar bahkan ketika mereka tidak bersalah. Mereka juga terpaksa nerima hukuman yang cacat karena ketidaktahuan mereka. Contohnya pada 24 Juli 2021 seorang mahasiswa dan rekannya di Bekasi ditangkap polisi karena diituduh ngebegal. Dia dapat banyak kerugian atas kasus itu. Mahasiswa itu harus rela berhenti kuliah. Parahnya lagi dia dapat perlakuan ga sesuai yaitu dipukuli. Buat biaya ngurusin proses hukumnya pun pemuda yang bernama Fikri itu juga harus menjual sepeda motornya.
Pembenahan hukum Indonesia menghindarkan masyarakat Indonesia dari ketidak adilan. Tanpa perubahan yang signifikan, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan terus merosot, dan masalah-masalah ini bakal makin parah. Aksi oknum penegak hukum yang ga berintegritas bakal bikin masyarakat makin menderita. Mereka bisa ngerasain sakit yang berlipat ganda. Udah lah ga punya pengetahuan hukum tapi malah diproses sama oknum penegak hukum yang ga jujur.
Konten versi video:
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/16346...bebas-terdakwa
https://nasional.tempo.co/read/16389...tanggung-jawab
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50328159
https://worldjusticeproject.org/rule...x/global/2015/
https://kemitraan.or.id/publication/...-di-indonesia/
https://www.researchgate.net/publica...m_di_Indonesia
https://www.researchgate.net/publica...akat_Indonesia
https://www.google.com/amp/s/www.cnn...habilitasi/amp
[/justify]Banyak contoh yang nunjukin kalo masalah ini menyedihkan banget. Misalnya, ada kasus di mana oknum polisi atau jaksa yang terlibat dalam korupsi, tetapi mendapatkan hukuman yang jauh lebih ringan dibandingkan pelaku kejahatan lainnya. Ini menunjukkan adanya ketidakadilan dan perlakuan istimewa yang ga seharusnya terjadi. Semua orang pasti masih inget kasus jaksa pinangki. Oknum jaksa yang bernama Sirna Malasari terbukti ngelakuin korupsi pada kasus itu. Saat ngurus pembebasan Djoko Tjandra Sirna Malasari melakukan tindak pencucian uang dan pemufakatan dalam kejahatan. Namun dia hanya dihukum 4 tahun. Dia sebenernya divonis 10 tahun tapi setelah pengajuan bandingnya diterima vonisnya dikurangi jadi 4 tahun. Selain itu ada Roiful Manurung, oknum polisi yang terlibat pengedaran sabu di Kutai barat. Dia hanya divonis 10 bulan penjara. Ini cukup parah. Menurut keterangan terdakwa penjual sabu, peran Roiful ini sangat penting dalam kasus itu. Penjual sabu mendapatkan barang haram itu dari Roiful. Dia juga dapat komisi beberapa persen dari hasil penjualan sabu itu. Kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum itu sangat berbahaya. Hukum Indonesia jadi kayak ga ada harganya. Oknum-oknum itu seharusnya jadi yang terdepan buat keadilan. Kalo kayak gini malah ga kaget lagi kalo seandainya tren tindak kejahatan makin naik. Ketika aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh justru menyalahgunakan kekuasaan mereka. Akibatnya bakal jelek banget. kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menurun. Lebih parahnya lagi, masyarakat juga bisa berbondong-bondong ngelakuin hal itu.
Masalah lainnya adalah ketidaktransparanan dalam proses hukum. Banyak kasus di mana keputusan hukum ga adil dan ga transparan. Ketika masyarakat mencoba untuk menuntut keadilan, mereka seringkali menghadapi hambatan dari oknum aparat penegak hukum yang arogan dan merasa superior. Contoh konkret bisa dilihat dari berbagai kasus penyalahgunaan kekuasaan, di mana bukti-bukti sering kali diabaikan atau sengaja disembunyikan. Ada kasus pembunuhan Vina Cirebon, kasus meninggalnya Dini Sera Afrianti dan Brigadir Joshua. Ketiga kasus tersebut bikin kesel banyak pihak. Penetapan tersangka pada kasus Vina ga sesuai prosedur. Beberapa tersangka akhirnya dibebaskan. Namun itupun setelah dapat perlakuan yang ga mengenakkan. Kasus Joshua juga lebih parah. Bukti rekaman saat Joshua ditembak dimusnahin sama polisi. Pas jenazahnya diantarpun, keluarga Joshua sempat dilarang buat ngeliat mayatnya. Namun di kasus Dini Sera beda. Tersangka Ronal Tannur malah divonis bebas. Padahal bukti rekaman video cctv tersebar di internet.
Selain itu, juga ada kasus di mana oknum aparat penegak hukum menggunakan kekerasan yang berlebihan. Salah satunya adalah kasus km 50. Ini kasus yang sangat menyita perhatian masyarakat. Pas rombongan Habib Rizieq lagi jalan dari Sentul menuju Jakarta katanya ada baku tembak antara polisi dan laskar khusus FPI. Kejadian ini berakhir dengan kematian 6 orang laskar. Tapi ada yang janggal. Seorang saksi ngomong kalo 6 orang itu masih hidup pas dibawa ke pos polisi. Terus di RS Polri mereka malah udah tewas. 2 tersangka dalam kasus ini malah divonis bebas. Komnas HAM yang menduga ada pelanggaran, ngasih rekomendasi agar kasus ini dibawa ke ranah pidana. Bukannya melindungi dan melayani masyarakat, oknum aparat penegak hukum juga sering kali menggunakan kekuatan secara berlebihan buat ngebungkam suara rakyat. Ini jelas nunjukin sikap arogan dan kurangnya empati terhadap hak-hak masyarakat.
Konten Sensitif
Tahun 2019 Andi dan Yusuf Kardawi meninggal saat demo di gedung DPRD Sulawesi Tenggara. 2 mahasiswa Universitas Haluo Oleo tersebut tewas mengenaskan, yang mana Andi terkena tembakan sedangkan Yusuf Kardawi meninggal akibat luka berat di kepala. Kejadian ini nunjukin kalo oknum aparat telah bertindak melebihi porsinya. Mereka udah pake cara yang berlebihan saat pengamanan, karena kapolri ngomong kalo ga ada perintah untuk make senjata api.
Statistik juga mendukung parahnya keadilan Indonesia ini. Misalnya, Indonesia sering nempatin posisi yang rendah dalam indeks keadilan hukum internasional. Awalnya ranking Indonesia di Rule of Law cukup bagus. Tahun 2015, Indonesia ada di posisi 52 dari 102 negara. Setelah beberapa tahun, posisi Indonesia malah turun jauh banget. Tahun 2023 kemaren ranking Indonesia di Rule of Law adalah 66.
Kesimpulannya, arrogansi oknum aparat penegak hukum di Indonesia itu harus disingkirkan. Meskipun ada banyak tantangan, reformasi sistem penegakan hukum dan transparansi proses hukum adalah langkah penting yang harus diambil. Ini dilakuin biar aparat penegak hukum punya integritas, biar kasus yang viral karena ketidak adilan ga muncul lagi. Kasus-kasus viral kayak kasus Vina, Ronal Tannur sama kematian beberapa orang oleh oknum polisi kan sama. Semua itu ada karena oknum penegak hukum ga punya integritas. Coba kalo mereka punya integritas hasilnya bakal beda. Semua kasus itu bakal selesai secara adil dan kalo bisa gitu, masyarakat bakal dapat teladan yang baik. Wibawa penegak hukum Indonesia juga tersealmatkan. Beda sama situasi sekarang yang kondisinya parah banget. Orang-orang pada berbondong-bondong ngejelekin penegakan hukum di Indonesia. Ga jarang juga mereka pukul rata kalo semua penegak hukum ga bener. Padahal itu ga sepenuhnya bener. Penegakan hukum di Indonesia jadi jelek itu karena beberapa oknum. Di antara semuanya masih banyak penegak hukum jujur dan berintegritas.
Selain itu, pembenahan pada hukum Indonesia juga bagus buat masyarakat. Sekarang ini masih banyak yang ga melek hukum. Hal berkaitan tentang hukum masih jadi bahasan berat bagi mereka. Kalangan ini bakal kesulitan banget saat mereka menjalani proses hukum. Mereka kadang terpaksa nerima perlakuan ga wajar bahkan ketika mereka tidak bersalah. Mereka juga terpaksa nerima hukuman yang cacat karena ketidaktahuan mereka. Contohnya pada 24 Juli 2021 seorang mahasiswa dan rekannya di Bekasi ditangkap polisi karena diituduh ngebegal. Dia dapat banyak kerugian atas kasus itu. Mahasiswa itu harus rela berhenti kuliah. Parahnya lagi dia dapat perlakuan ga sesuai yaitu dipukuli. Buat biaya ngurusin proses hukumnya pun pemuda yang bernama Fikri itu juga harus menjual sepeda motornya.
Pembenahan hukum Indonesia menghindarkan masyarakat Indonesia dari ketidak adilan. Tanpa perubahan yang signifikan, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan terus merosot, dan masalah-masalah ini bakal makin parah. Aksi oknum penegak hukum yang ga berintegritas bakal bikin masyarakat makin menderita. Mereka bisa ngerasain sakit yang berlipat ganda. Udah lah ga punya pengetahuan hukum tapi malah diproses sama oknum penegak hukum yang ga jujur.
Konten versi video:
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/16346...bebas-terdakwa
https://nasional.tempo.co/read/16389...tanggung-jawab
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-50328159
https://worldjusticeproject.org/rule...x/global/2015/
https://kemitraan.or.id/publication/...-di-indonesia/
https://www.researchgate.net/publica...m_di_Indonesia
https://www.researchgate.net/publica...akat_Indonesia
https://www.google.com/amp/s/www.cnn...habilitasi/amp
Mistaravim dan 4 lainnya memberi reputasi
-5
181
12
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
681.3KThread•49.1KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya