Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (SP KEP SPSI) menggelar aksi demo di depan gedung DPRD Jawa Timur di Jalan Indrapura. Massa aksi menolak program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang digagas pemerintah.

Ketua Bidang Hukum SP KEP SPSI Jawa Timur, Andika Hendrawanto, menyatakan bahwa Tapera adalah program yang tidak rasional. Ia menjelaskan, berdasarkan simulasi iuran Tapera, buruh yang mulai menabung pada usia 22 tahun dan pensiun pada umur 57 tahun akan memiliki masa kerja selama 35 tahun. Dengan besaran Upah Minimum Kota (UMK) di Surabaya sebesar Rp 4,7 juta, potongan upah Tapera sebesar 2,5 persen dari total gaji akan membuat buruh membayar Rp 118.200 per bulan.

Selama 35 tahun, dana Tapera yang terkumpul hanya sekitar Rp 49 juta. Sementara itu, harga rumah subsidi dari pemerintah mencapai Rp 150 juta. "Program tersebut tak seindah penjelasan dari pemerintah yang memberikan mimpi-mimpi bahwa pekerja swasta dan pekerja mandiri akan mendapatkan rumah impian," kata Andika.

Selain dinilai tidak logis, program Tapera juga dianggap memberatkan pengusaha. Meskipun potongannya hanya 0,5 persen dari gaji, jika dihitung secara keseluruhan, beban ini akan berdampak besar pada pengeluaran perusahaan. Andika menambahkan, pengusaha sudah menghadapi berbagai tekanan seperti dampak pasar bebas, kenaikan pajak, dan beban iuran BPJS Ketenagakerjaan serta BPJS Kesehatan. Hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu iklim ekonomi dan investasi di Indonesia.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, para buruh dan pengusaha menuntut pemerintah untuk mengevaluasi ulang program Tapera agar lebih realistis dan tidak memberatkan kedua belah pihak.





Info lengkapnya DI SINI