ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Short Story #46 : Centang Biru


“Beb, kamu kenapa sih nggak nyalain fitur centang biru di whatsapp?”

Untuk kesejuta kalinya aku memperingatkan Antonio Rivalda Bhaskara tentang fitur yang bernama centang biru di whatsapp. Sebenarnya tak perlu diperingatkan dia pun pasti tahu. Meski demikian dia tetap memilih pura-pura pikun daripada mendengarkan saran yang berguna dari pacarnya ini.

“Emang kenapa sih? Kan kalau kamu ngechat aku langsung balas. Nggak perlulah pake centang biru segala.”

Aku mendecih kesal mendengar alasan yang sama berulang kali. Centang biru adalah fitur yang menandakan pesan sudah dibaca oleh penerima, tapi ternyata ada cara untuk menonaktifkan fitur itu sehingga penerima tetap bisa membaca pesan tanpa diketahui pengirim pesan. Siapa pun yang menciptakan mod itu pantas disemen di dalam tiang agar tak terlihat lagi selamanya.

“Tapi kan kamu nggak selalu bisa balas cepat. Aku jadi bingung kamu udah baca atau belum.”

Riva mendesah panjang. Masalah akan selesai kalau dia mau menyalakan centang biru, tapi kenapa dia harus memilih jalan yang sulit?

“Kamu kan tahu kerjaanku harus banyak berhubungan sama orang. Nggak semua orang itu orang-orang penyabar. Banyak orang nyebelin di kerjaanku, makanya aku nggak mau mereka tahu aku online.”

“Kalau gitu kenapa nggak pake dua nomor aja?”

“Ribet.”

Aku cuma bisa cemberut dan menusuk-nusuk bakso di piring. Untuk saat ini alasannya masih bisa diterima, tapi siapa yang tahu kapan dia akan menggunakan hal ini untuk kebohongan di masa depan? Kan bisa aja dia pura-pura ketiduran padahal sebenarnya dia nggak mau balas chatku.
Namun apalah daya? Aku benar-benar tak bisa merubah keputusannya.

Semakin dan semakin whatsapp populer semakin banyak juga kutemui orang-orang yang mematikan fitur centang biru. Aku menganggap orang-orang ini pengecut karena tak berani menghadapi orang lain. Mereka menunda-nunda masalah tapi langsung maju jika itu menguntungkan.

Jika bukan karena masalah ini aku akan menganggap Riva sebagai pasangan sempurna. Dia memang sering kali membalas chat dengan cepat, tapi tak jarang juga aku bertanya-tanya apakah dia belum membaca pesanku atau sedang menghindariku.

Puncaknya terjadi saat ulang tahunnya. Kami berencana untuk dinner berdua sepulang kerja dan aku mengiriminya pesan berisi lokasi restoran yang sudah kupesan. Dia tidak menjawab dan tak ada centang biru tapi aku menganggap dia sudah membaca pesanku dan langsung menuju restoran.

Ternyata aku salah. Meski seseorang mematikan fitur centang biru, tak ada jaminan dia benar-benar sudah membaca pesan dan hanya memilih tidak menjawab. Tak ada centang biru juga selalu bisa berarti pesan belum dibaca.

Berjam-jam aku menunggu seperti orang bodoh. Saat akhirnya dia menjawab pesan aku sudah duduk nyaman di dalam taksi dan mematikan ponselku. Jika dia bahkan tak mau memberiku centang biru aku tak akan memberinya centang dua.

“Takut itu sama Allah, bukan sama centang biru,” kutukku di dalam taksi.

“Lagi sebel ya, Kak?”

Pengemudi taksi yang ternyata masih muda mengucapkan sesuatu yang sudah jelas. Tak adil jika aku melampiaskan kekesalanku padanya jadi aku cuma mengangguk.

“Kakak mau cerita silahkan saja. Saya nggak terlalu jago ngomong, tapi saya pendengar yang baik.”

Biasanya aku mengabaikan ramah tamah pengemudi yang mencoba mendapat bintang lima seperti ini, tapi mungkin aku butuh seseorang untuk bercerita. Seseorang yang mau mendengarkan.

Akhirnya aku pun menceritakan kekesalanku tentang centang biru. Kuakui ini memang kekesalan yang amat kecil, tapi hal kecil pun punya dampak yang signifikan dalam hidup. Mungkin aku memang bersifat bodoh dan kekanakan, tapi semua itu tak akan terjadi jika Rava cukup berani untuk menyalakan centang biru.

“Dosen saya juga matiin centang biru,” ucap si supir saat ceritaku selesai, “kadang saya bingung dia udah baca atau belum. Contohnya saat mengabari jadwal pertemuan. Kalau saya nelpon nanti dianggap kurang sopan. Kalau nggak nelpon takutnya dia belum baca. Saya sering dapat masalah gara-gara itu. akhirnya saya pun tanya langsung ke dosen, kenapa centang birunya dimatikan? Dia bilang dia kadang malas ngurusin mahasiswa.”

Dia tertawa. Atau lebih tepatnya memaksa diri untuk tertawa. Kuyakin jawaban itu pasti membuatnya sakit hati.

“Centang biru itu penting lo, walaupun kadang kita nganggap hal itu sepele. Centang biru itu memberitahu keadaan kita pada pengirim. Apakah kita sudah tahu info, apakah kita bisa dihubungi, atau kadang ngasih tahu kalau kita masih hidup. Nggak etis rasanya kita matiin centang biru. Kadang itu cuma jadi sumber masalah.”

Aku mengangguk-angguk mengiyakan semua yang dia ucapakan. Itu mungkin menguntungkanmu, tapi mematikan centang biru sering kali merepotkan orang lain. Orang-orang harusnya lebih memikirkan orang lain dan bukan dirinya sendiri.

“Tapi kalau sampai putus cuma gara-gara itu sih jangan sampe Kak. Komunikasi itu penting. Kakak juga harus pastiin suara Kakak dapat centang biru dari sananya. Aduh macet!!!”

Kemacetan ternyata membuat amarahku ikut berhenti. Benar sih kata si supir, malu rasanya putus cuma karena centang biru. Lagian salahku juga karena langsung berasumsi pesanku dibaca.

Akhirnya aku pun menyalakan kembali ponselku. Ada banyak pesan yang meminta maaf dan menanyakan keberadaanku. Dia juga menelpon beberapa kali. Mungkin sekarang dia sedang kebingungan di restoran atau sedang mengendarai mobil menuju rumahku.

Meskipun tidak menyalakan centang biru, Riva adalah pacar yang baik. Dia peduli dan perhatian. Aku yakin dia pasti menyesal tidak membaca pesanku lebih cepat dan tidak memberi kabar kalau dia tak bisa hadir.
Akhirnya aku pun mengirim pesan untuknya.

Quote:


“Tekan daaannn send!”

Pesan itu tidak mendapat centang biru, tapi aku tidak risau. Aku yakin cintaku sudah dapat centang biru di hatinya dan kami pasti bisa mengatasi semua masalah ini bersama.

***


“Pembohong.”

Semua tidak baik-baik saja.

Malam itu, tepat saat aku memutuskan putar balik untuk menemuinya, Riva mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Kecelakaan itu terjadi tepat di depan mataku. Meski aku berharap kami bisa bicara dan mengatasi semuanya, ternyata takdir tak mengijinkan hal itu.

Tak ada yang menyalahkanku, tapi aku tahu bahwa kesalahan terbesar ada padaku. Bahkan tanpa disalahkan pun aku sudah menyalahkan diriku sendiri. Semua terjadi akibat fitur bodoh yang tidak ada gunanya. Padahal sms tak punya centang biru, tapi kenapa aku perlu mempermasalahkan hal itu sekarang?

Aku ingin meminta maaf.

Aku ingin memberitahunya tak ada yang salah.

Aku ingin dia tahu betapa aku mencintainya.
Cuma itu.

Tapi … apakah kata-kataku bisa tersampaikan?

Yang ada cuma penyesalan. Tak peduli seberapa besar manusia ingin, kematian sepenuhnya memisahkan yang hidup dan yang mati. Tak peduli seberapa banyak pesan yang ingin kukirim, tak akan ada centang biru yang akan muncul.

Pesan terakhirku … apakah dia sudah membacanya?

Butuh waktu sampai aku akhirnya bisa membuka aplikasi itu lagi. Sakit rasanya saat melihat tak ada jawaban dari Rava. Tampaknya kematian sudah menjemputnya sebelum dia bisa membuka pesan. Bahkan pesan terakhirku, kesempatan terakhir untuk memberitahunya, hanyalah pesan yang tak pernah ….

Mataku membeku menatap titik yang sama terus menerus. Ada sesuatu di sana yang sebelumnya tak pernah ada di sana. Tak ada lagi dua tanda centang dengan warna hitam transparan, dua centang itu kini berwarna biru cerah.

Air mata menetes tanpa bisa ditahan. Rasa bersalah dalam diri ini seperti menguap berganti kelegaan yang tak terbendung. Beban berat itu hilang berganti rasa ringan yang seolah bisa membuatku melayang.

Pesan itu sampai.

Dia membacanya.

Dia tahu aku mencintainya.

“Terima kasih ….”

Aku memeluk ponselku erat-erat. Itu cuma dua garis berwarna biru, tetapi maknanya jauh mengalahkan jalan terpanjang di dunia. Tak akan pernah ada kabar yang jauh lebih membahagiakan dibanding mengetahui bahwa perasaanku tersampaikan padanya.

Terima kasih. Siapa pun yang mengusulkan fitur centang biru, terima kasih banyak. Berkatmu, jutaan orang di luar sana tahu bahwa perasaan mereka telah tersampaikan.

***TAMAT***
Diubah oleh ih.sul 12-04-2024 17:45
bang.toyip
bonek.kamar
jenggalasunyi
jenggalasunyi dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.1K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.