tuanabopAvatar border
TS
tuanabop
Menyembunyikan Mata
Semua manusia punya cinta.
Dan mereka berhak menentukan bagaimana cara menyambutnya.
Tapi.
Semenjak kejadian itu.
Aku sulit,
Ada rasa enggan untuk menyambut, tetapi sangat merindukan kedatangan.

Menatapnya dalam diam, menyembunyikan mata yang sedang memandang.
Aku memutuskan begini.
Ntah mengapa kejadian itu menjadikan rasa enggan yang besar.
Enggan memulai.
Enggan menyambut.


Terlalu banyak cita rasa sakit yang terbayangkan. Yang dulu pernah aku rasakan.


"Ini pilihan yang terbaik, bukankah Tuhanmu juga menyuruhmu begitu? Jaga hatimu, tuntun dia pada rasa yang benar"  bathinku.


10 Tahun sudah.
Aku memilih tetap bertahan dengan rasa enggan ini.
Sampai aku sendiri tak tahu sampai kapan dan dimana ujung semua ini.
Ini sangat melelahkan.
Menahan rasa. Menyembunyikan luka.


Siapa yang tidak rindu akan hangatnya cinta ? Dengannya, senyum ini akan terasa jauh lebih indah.
Namun, ego ku tidak mengizinkan.
Aku masih rapuh, katanya.


                                                                  ***

Ntah ini sudah orang keberapa yang aku biarkan pergi begitu saja. Membiarkan sang pengetuk pergi dengan rasa nyerahnya.
Aku mundur, bahkan sebelum memulai.
Ada kekhawatiran yang besar.


Tidak, bukan sama sekali aku tak pernah membuka pintu pada sang pengetuk. 
Kadang kala kesepian memaksaku untuk kembali membuka pintu ini.
Mengizinkan masuk pengetuk asing dengan buah tangan lara.

Aku tahu, namun, aku tetap menyambutnya dan membiarkan berbuat sesukanya pada hatiku, tempatku.

Hingga lara penuh berderai dan memaksa pindah kesepian.
Hingga kembali mengunci.
Hingga lara dan sepi saling berganti posisi.


"Padamu, aku nyaman. Aku sangat menyukainya. Ini, tempat ini, aku tidak ingin kehilangannya. Tapi tempat ini bukan tempat yang ingin aku tinggali lama"


Begitulah pesan terakhir yang aku ingat, sebelum akhirnya dia benar-benar memutuskan untuk pergi.
10 tahun hal ini cukup membuatku terbiasa.

Namun, intensitas sakit yang di rasa tetap sama.
Sunyi, meringkuk sepi dengan kesakitan.

Tapi hanya rasa sakit ini yang masih bisa aku terima.
Ntah siapa yang sebenarnya aku tunggu.
hanya saja, aku tetap memilih begitu.

                                                                ***

Tuk..tuk..tuk..
Pintuku terketuk lagi.
   "dia"  lirihku.
Masih dengan pengetuk yang sama.
Pengetuk yang sudah 2 tahun terakhir menunggu disana.
Ku akui, dia memang sedikit berbeda.
Tak ada desakan, mengetuk dan menunggu dengan sabar.
Sesekali tampak ada matanya yang khawatir di balik celah kosong.
Senantiasa melatunkan ucapan mengajakku bicara di balik pintu.

"Aku tidak tahu benar ada cerita apa di balik lukamu itu. Aku tidak tahu benar bagaimana cahayamu dibalik pintu ini. Tapi,  yang aku tahu, sunyi bersemayam didalam sana. dan izinkan aku menjadi pemecahnya."


Apakah sudah saatnya aku mengizinkan?
Apakah sudah cukup melihat usahanya ?
Haruskah aku membuatnya menyerah seperti yang lainnya?
Tapi dia yang paling lama bertahan menunggu.
Haruskah ?



Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh tuanabop 19-02-2024 05:37
bukhorigan
project2ne1
project2ne1 dan bukhorigan memberi reputasi
2
155
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.