Sumber Gambar

Guru di sebuah Pondok Pesantren (Ponpes) di Parepare, Sulawesi Selatan telah melakukan penganiayaan terhadap dua santri. Kedua santri tersebut, yang berusia 13 dan 14 tahun, mengalami nasib tragis saat punggung mereka disetrika oleh gurunya sendiri. Insiden ini terjadi pada Rabu, 24 Januari 2023 di Pondok Pesantren Tahfiz Alquran Khairah Umma di Kota Parepare.

Korban-korban penganiayaan ini mengalami luka yang parah, hingga punggung mereka melepuh. Kondisi mereka sangat mengenaskan dan menyebabkan trauma yang mendalam. Kasus ini terungkap setelah orang tua salah satu korban melaporkan kejadian ini kepada pihak berwenang.

Belum diketahui apa sebenarnya motif di balik penganiayaan ini. Namun, diduga bahwa gurunya melakukannya karena kedua santri tersebut tidak mengerjakan tugas dengan baik. Penganiayaan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan melanggar hak-hak anak.

Kasus ini menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap anak-anak di lingkungan pendidikan, terutama di pondok pesantren. Perlindungan ini harus dilakukan agar kekerasan seperti ini tidak terjadi lagi dan anak-anak dapat tumbuh dan belajar dalam lingkungan yang aman dan nyaman.


Sumber Gambar

Pihak berwenang harus bertindak tegas dalam menangani kasus ini. Gurunya yang melakukan penganiayaan harus diadili dan menerima hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. Selain itu, pondok pesantren juga harus mengambil tindakan yang tepat untuk memastikan keamanan dan kesejahteraan para santrinya.

Perilaku kasar yang dilakukan oleh guru terhadap santri memiliki bahaya yang tidak bisa diabaikan. Meskipun dalam beberapa kasus mungkin dilakukan sebagai bentuk kedisiplinan, namun tindakan tersebut dapat memiliki dampak jangka panjang yang negatif terhadap perkembangan dan kesehatan mental santri.

Salah satu bahaya utama dari perilaku kasar guru adalah merusak mental dan percaya diri santri. Ketika santri mengalami perlakuan kasar, mereka cenderung merasa takut dan rendah diri. Ini dapat menghambat perkembangan potensi mereka serta mempengaruhi hasil belajar mereka. Sebagai guru, seharusnya memberikan lingkungan belajar yang aman dan mendukung agar santri merasa nyaman untuk bertanya, berpendapat, dan belajar dengan baik.

Tindakan kasar dari guru juga dapat menyebabkan santri menjadi traumatik. Trauma akibat perlakuan kasar dapat mempengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka dalam jangka panjang. Santri mungkin mengalami kesulitan konsentrasi, gangguan tidur, kecemasan, dan depresi. Hal ini tentu saja akan berdampak negatif pada kualitas hidup mereka dan pencapaian akademik.


Sumber Gambar

Perilaku kasar guru juga bisa mempengaruhi hubungan antara santri dan guru. Alih-alih menciptakan ikatan saling percaya dan menginspirasi, perlakuan kasar bisa menciptakan ketidaknyamanan dan pertentangan. Santri yang mengalami perlakuan kasar mungkin akan kehilangan rasa hormat dan kepercayaan pada guru, sehingga mempersulit proses pembelajaran.

Maka dari itu, penting bagi semua pihak, termasuk guru, santri, orangtua, dan lembaga pendidikan, untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan santri. Perlakuan kasar harus dihentikan dan digantikan dengan pendekatan yang lebih positif dan terarah dalam mendidik santri. Pendidikan yang baik adalah yang memperhatikan dan menghormati kebutuhan, perasaan, dan hak santri, sehingga mereka dapat berkembang menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan sukses dalam kehidupan.

Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya mengawasi dan melaporkan jika ada tindakan kekerasan terhadap anak-anak. Semua pihak harus berperan aktif dalam melindungi anak-anak dan menegakkan hak-hak mereka. Anak-anak adalah aset berharga bagi bangsa ini, dan kita harus melindungi mereka dengan segenap hati dan upaya.


Sumber: Link Referensi