Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Kenapa Warga Tionghoa Dilarang Punya Tanah di Kota Yogyakarta? Begini Sejarahnya!

Sumber Gambar

Warga keturunan Tionghoa di Kota Yogyakarta tidak diizinkan untuk memiliki tanah berdasarkan peraturan yang sudah ada sejak zaman Sultan Hamengkubuwono IX. Meskipun peraturan ini telah menuai kontroversi dan dikritik sebagai bentuk diskriminasi, ada alasan sejarah yang melatarbelakangi keputusan ini.

Sultan Hamengkubuwono IX, yang dikenal sebagai pemimpin yang merakyat dan dicintai oleh rakyatnya, mempertahankan aturan tersebut untuk melindungi kepentingan masyarakat pribumi dan memperkuat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, kebijakan tersebut dianggap penting untuk meratakan distribusi kekayaan dan tanah yang didominasi oleh etnis Tionghoa.


Dalam sejarah panjangnya, aturan ini berawal dari peristiwa Agresi Militer II yang terjadi pada Desember 1948. Pada saat itu, komunitas Tionghoa memberikan dukungan kepada pasukan Belanda yang berupaya untuk menguasai kembali Indonesia yang baru merdeka. Hal ini membuat Sultan Hamengkubuwono IX merasa perlu untuk mencabut hak kepemilikan tanah bagi warga keturunan Tionghoa sebagai bentuk tindakan tegas terhadap mereka yang mendukung penjajahan.


Sumber Gambar

Seiring berjalannya waktu, aturan tersebut terus diperkuat dengan keputusan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejak tahun 1975, hanya pribumi Indonesia yang diizinkan memiliki tanah di daerah ini. Meskipun bertentangan dengan Undang-Undang Agraria Indonesia yang menyatakan bahwa setiap warga Indonesia berhak memiliki tanah, keputusan ini tetap dipertahankan.

Pada tahun 2012, payung hukum mengenai larangan kepemilikan tanah bagi warga keturunan Tionghoa juga disahkan dalam Undang-Undang Nomor 13 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini semakin memperkuat kebijakan yang telah berlaku selama puluhan tahun.


Meskipun kebijakan ini memiliki landasan sejarah yang kuat, tanggapan masyarakat terhadap larangan warga Tionghoa memiliki tanah di Kota Yogyakarta bervariasi. Ada yang mendukung kebijakan ini karena melihatnya sebagai langkah penting dalam menjaga identitas dan keberlanjutan budaya Jawa di wilayah tersebut. Mereka berpendapat bahwa keberadaan larangan tersebut sebagai upaya untuk melindungi kearifan lokal dan menjaga keseimbangan sosial.


Sumber Gambar

Namun, ada pula yang mengkritik kebijakan tersebut. Mereka berargumen bahwa larangan ini dapat menciptakan ketimpangan dan diskriminasi terhadap warga keturunan Tionghoa. Beberapa masyarakat juga menganggap bahwa kebijakan ini sudah tidak relevan dengan kondisi zaman sekarang, di mana keberagaman dan inklusi semakin ditekankan dalam pembangunan masyarakat yang adil dan berkeadilan.

Beberapa aktivis hukum menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk diskriminasi. Mereka berpendapat bahwa larangan tersebut melanggar prinsip kesetaraan dan hak asasi manusia. Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta atas gugatan terhadap kebijakan tersebut juga dianggap diskriminatif.

Meskipun kontroversi terus berlanjut, kebijakan larangan kepemilikan tanah bagi warga keturunan Tionghoa di Kota Yogyakarta tetap berlaku hingga saat ini. Bagi mereka yang ingin memiliki tanah di kota ini, mereka harus mencari alternatif lain atau berusaha mencari solusi hukum yang memungkinkan.



Sumber Gambar

Terkait dengan tanggapan masyarakat ini, pemerintah daerah Kota Yogyakarta perlu menjalankan peran aktif dalam mengedukasi masyarakat mengenai latar belakang dan tujuan dari kebijakan ini. Dibutuhkan dialog dan pemahaman yang baik antara semua pihak untuk mencari solusi yang adil dan menjaga keseimbangan antara kepentingan nasional, keberlanjutan budaya, dan hak-hak individu.

Pada akhirnya, isu ini menunjukkan bahwa regulasi kepemilikan tanah di Indonesia masih memiliki beragam perspektif dan kontroversi. Penting untuk menghargai perbedaan pendapat dan melibatkan semua pihak terkait dalam proses pengambilan keputusan.  Meskipun ada kebijakan yang dianggap melanggar prinsip kesetaraan, sejarah dan kepentingan masyarakat setempat tetap menjadi pertimbangan penting dalam pembuatan keputusan tersebut.


Sumber: Link Referensi

emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan
khususfilm
yasyah81
bukan.bomat
bukan.bomat dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.1K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & XenologyKASKUS Official
6.5KThread10.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.