yellowmarkerAvatar border
TS
yellowmarker
Israel serang Rumah Sakit Indonesia di Gaza, apa yang bisa dilakukan RI
Quote:

selanjutnya?

Diperbarui 22 November 2023, 07:38 WIB
Kondisi RS Indonesia di Gaza saat listrik padam, pada 10 November 2023. 

 BBC News

Pemerintah Indonesia menuding Israel melanggar hukum humaniter internasional lantaran menyerang Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza pada Senin (20/11). Selain melontarkan kecaman, apa yang bisa dilakukan Indonesia selanjutnya?

Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa Indonesia memang tidak dapat melakukan apa-apa di ranah hukum internasional.

"Hukum internasional itu tidak akan efektif karena hukum internasional dijadikan sebagai alat legitimasi saja, membenarkan tindakan salah satu pihak," ujar Hikmahanto kepada BBC News Indonesia, Selasa (21/11).

"Yang berlaku di masyarakat internasional adalah hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang menang. Tidak ada lembaga peradilan yang efektif kalau masih dalam situasi seperti sekarang ini."

Menurutnya, Indonesia dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mau tak mau harus ikut "bertempur" di hukum rimba internasional dengan menggandeng negara kuat lainnya.

Hal itu dilakukan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, bersama para menlu negara-negara anggota OKI yang berkunjung ke beberapa negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

Pada Selasa (21/11), Retno berada di London, Inggris. Rencananya Retno akan bertemu dengan Menlu Inggris, David Cameron, pada Rabu (22/11). Di hari yang sama, dia akan bertolak ke Prancis untuk bertemu Presiden Emmanuel Macron.

Sebelumnya, Retno bersama para menlu OKI telah berjumpa dengan Menlu Rusia, Sergei Lavrov.


Menlu Retno Marsudi bertemu Menlu Rusia, Sergei Lavrov, di Moskow berkenaan dengan serangan Israel ke Gaza.

Dalam pertemuan tersebut, menurut Retno, para menlu OKI menyampaikan kutukan apa yang dilakukan Israel terhadap Gaza

"Saya dalam pertemuan menyampaikan bahwa alasan Israel mengenai apa yang dilakukan saat ini sebagai self defence, sangat tidak dapat diterima. Pertama karena alasan tersebut tidak dapat dipakai oleh penjajah seperti Israel. Yang kedua, alasan self defence tidak dapat dijadikan licence to kill civilians, tidak dapat dijadikan alasan untuk membunuh masyarakat sipil dan menyerang fasilitas publik," papar Retno dalam keterangan pers pada Selasa (21/11).

Retno mengatakan bahwa Rusia menyambut baik kunjungan para menlu OKI. Kemudian, tambahnya, Rusia juga sepakat dengan butir-butir yang ada di dalam resolusi KTT OKI Liga Arab.


RSI merupakan salah satu fasilitas sipil yang menjadi sasaran militer Israel.

Apakah langkah diplomasi ini realistis dan efektif dilakukan?

Pertanyaan ini mengemuka setelah Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza diserang pasukan Israel pada Senin (20/11).

Bagaimana kondisi terkini RSI?


Indonesia menuding Israel melanggar hukum humaniter internasional lantaran menyerang Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza.

Organisasi pengelola RSI, MER-C, menyatakan bahwa situasi di sekitar fasilitas kesehatan tersebut kian mencekam.

"Kondisi sekarang makin suram, makin berbahaya," ujar Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad, kepada BBC News Indonesia.

"Kami belum dapat update yang terkini, tapi informasi-informasi yang kami terima, Israel sudah mengepung rumah sakit. Tank-tank berkeliaran. Sniper di sekeliling RSI."

Sarbini mengatakan bahwa komunikasi memang sangat sulit karena semua lini terputus. MER-C pun masih hilang kontak dengan tiga staf warga negara Indonesia yang memilih untuk tetap mengabdi di RS setelah perang berkecamuk.

Di sela-sela kunjungannya ke Inggris, Menlu Retno Marsudi juga mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya menghubungi tiga relawan WNI tersebut.

"Saya terus melakukan kontak dengan Gaza, khususnya mencoba melakukan kontak dengan RS Indonesia. Sampai saat ini kontak langsung dengan tiga WNI yang bekerja sebagai relawan RS Indonesia di Gaza masih belum dapat dilakukan," ujar Retno dalam keterangan pers di Inggris, pada Selasa (21/11).

MER-C sebenarnya selalu membuka opsi untuk evakuasi, tapi situasi di lapangan tidak mudah. Sarbini pun hanya dapat berharap kesepakatan gencatan senjata segera tercapai.

Di tengah kegentingan ini, Sarbini menganggap upaya diplomasi pemerintah Indonesia sebenarnya sudah maksimal, tapi memang tak cukup untuk menekan Israel.

"Kita tidak bisa memaksa pemerintah bertindak lebih dari itu karena kuncinya di Amerika. Yang lain tidak dianggap, termasuk Uni Eropa, tidak terlalu digubris oleh Israel," ucapnya.


MER-C masih hilang kontak dengan tiga relawan di RSI.

Sarbini juga terus memantau upaya diplomasi Indonesia yang membawa bendera OKI untuk bertemu dengan pejabat China dan Rusia pada pekan ini.

Ia memandang safari diplomasi ini dilakukan demi memuluskan upaya agar Dewan Keamanan PBB dapat meloloskan resolusi untuk gencatan senjata di Gaza.

Dalam mekanisme DK PBB, hanya anggota tetap yang memiliki hak untuk memveto atau menolak satu resolusi. Anggota tetap itu terdiri dari lima negara, yaitu China, Rusia, Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris.

Menurut Sarbini, China dan Rusia selama ini memang sudah satu suara untuk mendukung Palestina, sehingga diplomasi Jokowi tak terlalu membawa perubahan.

Ia mengatakan titik beratnya tetap di tangan AS yang terus memveto jika muncul seruan gencatan senjata melalui mekanisme resolusi di Dewan Keamanan PBB.

Sarbini berharap setidaknya AS bisa melunakkan sikapnya dengan abstain ketika pemungutan suara terkait resolusi gencatan senjata di DK PBB.

"Satu-satunya cara cuma gencatan senjata. Tanpa itu, nonsense," katanya.

Ketika melontarkan kecaman terhadap Israel, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga menegaskan bahwa negara-negara yang menjalin hubungan erat dengan Israel harus bergerak.

"Semua negara, terutama yang memiliki hubungan dekat dengan Israel, harus menggunakan segala pengaruh dan kemampuannya untuk mendesak Israel menghentikan kekejamannya," ucap Retno.

Apa yang harus dilakukan Indonesia setelah menuding Israel melanggar hukum internasional?

Senada dengan Retno dan Sarbini, sejumlah pengamat juga menganggap Indonesia harus dapat mendesak negara-negara besar untuk menekan Israel. Hal itu tidak bisa dengan upaya sendiri.

Kala menyampaikan pernyataannya, Retno memang menyebutkan bahwa Israel melakukan pelanggaran hukum humaniter internasional.

Namun, para pengamat menganggap mustahil jika Indonesia ingin menekan Israel dengan pendekatan hukum.

Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan Indonesia sebenarnya bisa saja jika ingin menyeret Israel ke pengadilan internasional.

Namun, untuk mengajukan perkara ke pengadilan, Indonesia harus mengantongi bukti valid. Sementara itu, sangat sulit untuk menghimpun bukti di tengah perang yang masih membara.

Selain itu, Hikmahanto juga menganggap tatanan hukum internasional sebenarnya tidak efektif karena dibentuk oleh pihak yang menang di masa perang dunia.

Ia menganggap segala produk hukum internasional pun dibuat sedemikian rupa untuk mengakomodir kepentingan pihak tertentu.

"Hukum internasional itu tidak akan efektif karena hukum internasional dijadikan sebagai alat legitimasi saja, membenarkan tindakan salah satu pihak," katanya.

"Yang berlaku di masyarakat internasional adalah hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang menang. Tidak ada lembaga peradilan yang efektif kalau masih dalam situasi seperti sekarang ini."

Hikmahanto menilai jika Indonesia dan negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ingin mempertahankan perjuangan Palestina, mereka harus ikut bertarung dalam 'hukum rimba'.

Ia pun melihat diplomasi Indonesia sebagai perwakilan negara OKI ke China dan Rusia pada pekan ini dapat dijadikan ajang untuk menunjukkan taring di tengah 'hukum rimba' internasional itu.

"Yang penting bagaimana kita bermain mata dengan kekuatan yang sama kuatnya dengan Amerika. Kita berharap, misalnya Rusia dan China membuat coalition of the willing [koalisi militer Pasukan Multinasional] seperti Amerika Serikat di Irak dulu," ujar Hikmahanto.

"Bukan tidak mungkin Rusia dan China membuat coalition of the willing untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan oleh Israel. Kalau melalui mekanisme PBB, sia-sia."

Senada dengan Hikmahanto, pengamat hukum internasional dari Universitas Padjadjaran, Atip Latipulhayat, juga menganggap koalisi militer multinasional bisa menjadi opsi untuk menekan Israel.

"OKI juga bisa mengirimkan pasukan. Namun persoalannya, kalau itu dilakukan, berarti legitimasi bagi Israel untuk menjadikan itu sebagai zona perang," kata Atip kepada BBC News Indonesia.

Ia lantas mengatakan bahwa jika ingin melakukan intervensi dengan pengiriman pasukan ke medan perang, lebih baik melalui mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Indonesia bisa menyerukan pengiriman pasukan perdamaian PBB untuk mengeluarkan Israel dari Gaza. Intinya, perang harus berhenti" ujarnya.

"Hanya saja, Amerika pasti tidak setuju."

Upaya sanksi ekonomi kolektif lebih efektif?

Atip menganggap tekanan dari diplomasi politik memang akan sulit meruntuhkan keangkuhan Israel dan AS. Menurutnya, harus ada aksi kolektif yang menyentuh ranah ekonomi.

"Menurut saya, kalau mau, seperti yang dilakukan Raja Faisal. Harus ada boikot minyak. Dulu cukup efektif tahun 70-an, sempat diembargo itu minyak ke Amerika, sempat berhenti industrinya," tutur Atip.

Meski demikian, sangat sulit pula menyatukan suara satu blok besar dengan kepentingan masing-masing negara yang tak bisa dipungkiri.


OKI sempat menggelar rapat darurat untuk membahas kondisi di Gaza.

Tak lama setelah rapat darurat OKI dua pekan lalu saja, Iran menyerukan embargo minyak ke Israel, tapi Arab Saudi dan sejumlah negara lainnya menolak.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Parahyangan, Kishino Bawono, menganggap langkah awal OKI harus dimulai dengan menyatukan suara.

"Menyatukan suara OKI terlebih dulu. Bisa enggak? Kalau enggak bisa, ya sudah, sama saja seperti kemarin-kemarin," katanya.
Butuh bantuan dari rakyat Israel?

Di tengah kebuntuan ini, para pengamat menganggap tekanan paling ampuh sebenarnya harus datang dari dalam negeri Israel dan AS sendiri.

Ketika rakyat di kedua negara itu sudah bersuara, tentu pemerintah akan lebih terdesak demi menjaga kestabilan dan kepentingan politik penguasa.

Merujuk pada sejumlah jajak pendapat, popularitas Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sendiri saat ini mulai merosot setelah sempat meroket di awal perseteruan dengan Hamas.

"Dalam situasi seperti ini, kita ini negara-negara mayoritas Islam, jangan memusuhi orang-orang Israel. Yang kita musuhi itu sebenarnya pemerintah Israel.

"Kita butuh bantuan juga dari rakyat Israel untuk mengubah kepemimpinan di Israel," kata Hikmahanto.

Sementara itu, di AS juga mulai muncul gelombang protes warga yang mendesak agar pemerintahan Presiden Joe Biden menekan Israel untuk menghentikan serangan di Gaza.

Hikmahanto menganggap suara rakyat akan sangat berpengaruh dalam penentuan kebijakan pemerintah, apalagi AS bakal menggelar pemilu tahun depan. Para pejabat tentu berlomba meraup suara warga.

"Nanti Biden akan melihat surveinya seperti apa. Kalau banyak yang menghendaki untuk menghentikan serangan, ya dia akan menghentikan," kata Hikmahanto.

Sumber


Setelah mendengar RS Indonesia dibom,
TS langsung beli tiket pesawat.
Awalnya TS ingin berangkat berjihad.
Namun karena Anies bilang:
"tidak usah pretensi, kita itu tidak mampu.."
Ya TS jadinya cuma mengirim bantuan dan sumbangan aja.

Allahu Akbar ! (3X)
Diubah oleh yellowmarker 22-11-2023 12:01
muhamad.hanif.2
simsol...
galuhsuda
galuhsuda dan 2 lainnya memberi reputasi
3
480
27
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.1KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.