Megawati Ingatkan Politik Hati Nurani

Manipulasi hukum yang coba diberantas saat Reformasi 1998, dilihat Megawati Soekarnoputri, kembali muncul di MK baru-baru ini. Imbas dari praktik kekuasaan yang mengabaikan kebenaran hakiki dan politik atas dasar nurani.

12 November 2023 17:23 WIB

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat menyampaikan pidato secara daring, Minggu (12/11/2023).

KURNIA YUNITA RAHAYU
Editor: ANTONIUS PONCO ANGGORO

JAKARTA, KOMPAS — Tiga bulan menjelang Pemilu 2024, dinamika praktik politik nasional dinilai telah mengabaikan kebenaran hakiki yang didasarkan pada hati nurani. Manipulasi hukum melalui Mahkamah Konstitusi diduga telah terjadi untuk melanggengkan kekuasaan pihak tertentu. Hal tersebut bertentangan dengan semangat reformasi yang telah mengoreksi pemerintahan otoriter serta berupaya menghapuskan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato untuk merespons dinamika politik nasional jelang Pemilu 2024, khususnya terkait dengan dinamika di Mahkamah Konstitusi (MK) seusai dibacakannya putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres).

Pidato berdurasi hampir 10 menit itu disampaikan secara daring melalui kanal Youtube PDI Perjuangan. Dalam video, Megawati yang mengenakan kemeja putih duduk di sebuah kursi, di sebelah kanannya ada bendera merah putih dan patung dewi keadilan atau lady of justice.

Ini merupakan kali pertama Megawati kembali tampil di hadapan publik setelah mendeklarasikan Mahfud MD sebagai bakal cawapres pendamping Ganjar Pranowo, 18 Oktober lalu. Setelah momentum itu, Megawati tak pernah tampil atau memberikan komentar mengenai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tidak terkecuali soal pencalonan Wali Kota Surakarta, Jawa Tengah, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan kader PDI-P sekaligus putra sulung Presiden Joko Widodo.


Pasangan bakal calon presiden-wakil presiden, Ganjar Pranowo (tengah) dan Mahfud MD, bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tiga dari kiri) serta Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Mardiono (dua dari kiri), Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (dua dari kanan), Ketua Umum Partai Perindo Hari Tanoesoedibjo (kanan), dan Ketua DPP PDI Perjuangan Prananda Prabowo (kiri) difoto Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani (depan) di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Rabu (18/10/2023).

Saat membuka pidatonya, Megawati mengatakan, setelah mendengarkan dinamika yang terjadi dan berkontemplasi dengan hati nurani yang jernih, maka ia memutuskan untuk berbicara. Bicara dengan nurani, tuntunan akal sehat, dan kebenaran yang hakiki. Pandangan tersebut ia sampaikan tidak hanya sebagai anak bangsa yang telah ikut berjuang menegakkan demokrasi, tetapi juga sebagai Presiden ke-5 RI, serta Ketua Umum PDI-P.

”Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi. Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kukuh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi. Kita semua tentunya sangat prihatin dan menyayangkan mengapa hal tersebut sampai terjadi,” ujar Megawati.

Konstitusi, lanjutnya, merupakan pranata kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus diikuti selurus-lurusnya. Itu tidak hanya harus ditaati sebagai hukum dasar tertulis, tetapi juga memiliki roh yang mewakili kehendak, tekad, dan cita-cita tentang bagaimana bangunan tata pemerintahan negara harus disusun dan dikelola sebagaimana cita-cita para pendiri bangsa.

Dinamika yang terjadi saat ini, kata Megawati, mengingatkan dirinya saat masih menjabat sebagai Presiden. Saat itu, amendemen ketiga UUD 1945, yakni pada Pasal 7b, Pasal 24 Ayat (2),dan Pasal 24c, mengamanatkan pembentukan MK, lembaga yang mewakili seluruh rakyat dalam mengawal konstitusi dan demokrasi.


Mural dengan tema Bhineka Tunggal Ika tergambar di samping gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (10/2/2023).

Oleh karena itu, ia mengaku membentuk MK dengan sangat serius. Bahkan, didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara, ia mencari dan memutuskan sendiri lokasi dan gedung MK. Lokasinya pun dipilih yang strategis, dekat dengan Kompleks Istana Negara atau ring satu, karena MK yang nantinya didirikan harus bermanfaat bukan bagi perorangan, melainkan seluruh rakyat Indonesia.

”Saya ingat waktu itu, Ketua MK yang pertama adalah Pak Jimly Asshidiqie, dan saya sangat berterima kasih atas segala konsistensinya selama ini,” kata Megawati.

Megawati melanjutkan, pembentukan MK dilatari dengan suasana kebatinan masyarakat yang mendorong gerakan reformasi. Melalui reformasi pula, ada semangat perlawanan terhadap watak dan kultur pemerintahan yang otoriter dan sangat sentralistik. Watak dan kultur pemerintahan itu pula yang melahirkan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga mendorong rakyat untuk membangun gerakan reformasi dan mengantarkan Indonesia pada demokratisasi.

Namun, untuk mencapai demokratisasi, Indonesia harus melalui proses yang tidak mudah. Itu semua harus dibayar dengan nyawa puluhan orang. ”Sampai saat ini, kita masih seharusnya mengenang dengan perasaan hati yang begitu sedih atas pengorbanan rakyat dan mahasiswa melalui peristiwa Kudatuli (27 Juli 1996), peristiwa Trisakti, peristiwa Semanggi, hingga berbagai peristiwa penculikan para aktivis, bagian dari rakyat. Mereka banyak saksi hidup yang sampai saat ini berdiam diri, semua menjadi wajah gelap demokrasi,” ujar Megawati.


Sukarelawan dan aktivis mengikuti Aksi Kamisan ke-603 yang berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Aksi Kamisan mengangkat refleksi atas peristiwa Tragedi Semanggi 2 yang terjadi pada 24 September 1999 atau tepat 20 tahun yang lalu.

Antisipasi kecurangan pemilu

Ia menegaskan, praktik kekuasaan yang otoriter itu telah dikoreksi. Melalui reformasi, hadir pula demokratisasi yang mewujud adalam pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dan terbatas. Lahir pula undang-undang tentang pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akan tetapi, dinamika yang terjadi saat ini tidak sejalan dengan itu.

”Apa yang terjadi di MK akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi. Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani,” ucap Megawati.

Untuk itu, Megawati mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal Pemilu 2024 dengan nurani. Pemilu 2024 harus dijadikan sebagai momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik yang mewakili seluruh kehendak rakyat.

”Rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran. Hukum harus menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum harus menjadi alat mengayomi seluruh bangsa dan negara Indonesia. Dengan keadilan inilah, kemakmuran pasti akan bisa diwujudkan,” katanya.


Puluhan ribu mahasiswa dari wilayah Jabotabek, Selasa (19/5/1998), ”menduduki” Gedung MPR/DPR. Mereka memasang spanduk panjang mendesak agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Lebih dari itu, Megawati juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus menggenggam semangat reformasi dan mengawal demokrasi. Publik diingatkan untuk jangan takut bersuara selama hal yang disampaikan berakar pada kehendak rakyat.

”Rakyat jangan diintimidasi seperti dulu lagi. Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai akan terjadi lagi,” ujarnya.

Polemik di MK terjadi setelah MK membacakan putusan No 90 tentang batas usia capres dan cawapres. Putusan itu membuka kesempatan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi bakal cawapres meski berusia di bawah 40 tahun. Putusan tersebut menuai kritik publik, baik secara akademik maupun etik, karena Ketua MK Anwar Usman yang memutus putusan No 90 adalah adik ipar Presiden sekaligus paman Gibran.

Pascapembacaan putusan, berbagai kalangan melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar. Pelanggaran etik itu pun terbukti dalam persidangan yang dilakukan MKMK. MKMK pun memberhentikan Anwar dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat.


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengangkat tangan seusai konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023).

Panggilan nasional

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa pidato Megawati adalah ajakan kepada seluruh komponen bangsa untuk mengawal demokrasi. Pidato itu merupakan hasil perenungan yang ditulis tangan sendiri oleh Megawati. Hasil perenungan itu disampaikan Megawati kepada Hasto beberapa hari lalu.

”Pidato itu sebuah panggilan bagi bangsa dan negara, anational call, sebuah panggilan bagi seluruh rakyat yang digetakkan nurani untuk memperjuangan kebenaran dan senantiasa bersama menghadapi kegelapan demokrasi, terutama dengan rekayasa hukum di MK demi ambisi kekuasaan,” katanya.

Menurut dia, setiap anak bangsa wajib menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Pemilu yang demokratis, jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia harus dilaksanakan tanpa ada kecuali. Rakyat tidak boleh diintimidasi oleh pihak mana pun agar bisa merasakan kegembiraan pesta demokrasi.

Sumber