Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ganjar2029Avatar border
TS
ganjar2029
Gibran: Simbol Retaknya Gerakan Pemuda

PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 menyisakan banyak cerita. Putusan tersebut mengubah wajah perpolitikan Indonesia.
Wajah MK disorot dengan pandangan sinis. Sinisme yang muncul terhadap MK tidak hanya dari kalangan luar, namun juga muncul dari internal Mahkamah.
Dissenting opinion Saldi Isra yang menyatakan kebingungannya secara eksplisit pada halaman 95 putusan merupakan salah satu bentuk pertunjukkan hukum yang antiklimaks.
Hal “aneh” dan “luar biasa” yang diungkapkan oleh Saldi tentu tidak seutuhnya bisa dipahami oleh masyarakat. Ada suasana kebatinan yang tak gampang diudar. Walaupun demikian, aksi sentimental Saldi dalam perkara itu bisa dirasa-rasakan oleh kebanyakan orang.
Dengan segala keanehannya, saya mengapresiasi putusan tersebut dalam dua hal. Pertama, putusan ini dimulai dari perkara yang diajukan oleh seorang pemuda alumnus fakultas hukum Universitas Surakarta (UNSA) yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
Pemuda yang layak diapresiasi karena berhasil mempraktikkan ilmunya di Fakultas Hukum ke ranah aplikatif. Gerakan Almas bukan sekadar uji kanuragan hukum saja, namun berdampak signifikan terhadap perubahan sejarah politik Indonesia.
Begitulah anak muda seharusnya. Di saat teman-temannya berpeluh-peluh diskusi dan aksi, dia mengambil jalan pintas dengan elegan melalui MK.
Saya disodorkan video kegagapan Almas dalam menjawab pertanyaan wartawan terkait perkara yang diajukannya ke MK. Banyak yang mengolok-olok Almas karena terkesan tidak paham dan tidak mengerti persoalan.
Saya dengan optimistis menjawab, dia bukan tidak paham, dia hanya gagap di depan kamera serta tak mau dianggap paham. Toh, putusan tersebut merupakan bukti nyata prestasinya yang tak terbantahkan, bukan? Salah satu calon Menkumham masa depan!
Kedua, putusan tersebut membuka peluang bagi anak-anak muda untuk melaju dalam pemilihan presiden dan wakil presiden sebagai wadah kontestasi tertinggi dalam politik.
Apalagi anak-anak muda yang sudah berpeluh-peluh berproses di organisasi kepemudaan. Namun, peluang itu tidak serta merta tersaji mudah.
Putusan itu punya limitasi dalam poin kedua amar putusan MK dengan frasa “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Adanya limitasi dalam putusan itu memutus asa para aktivis dari organisasi pemuda yang selama ini berlumut-lumut dalam proses kaderisasi.
Entah berapa buku yang dilahap untuk memantaskan diri menjadi pemimpin ke depan. Berapa warung kopi yang disinggahi untuk menguji rasionalitas argumentasi yang dibangun?
Berapa aksi yang dilalui untuk mempertontonkan idealisme karena menjunjung nilai-nilai dasar pergerakan dan perjuangan? Semuanya buyar karena harapan itupun terbatas. Amat sangat terbatas.
Ternyata putusan MK hanya untuk memuluskan jalan Gibran Rakabuming, bukan kepentingan pemuda lainnya.
Sangat mungkin putusan itu temporal. Sehebat apapun narasi yang dibangun atas dasar demi dan atas nama kepentingan bangsa, tetap saja cacat moralitas hukumnya ternganga jelas.
Moralitas hukum yang terkoyak bukan bagian dari bab politik yang menarik untuk dibicarakan. Politik adalah ruang pertempuran. Tidak ada batasan halal dan haram dalam pertempuran politik.
Etika dan moralitas hanya sekadar kumpulan teori filsafat hukum yang diajarkan, bukan untuk dipraktikkan. Demikianlah wajah hukum yang ditampilkan para elite.

Disabilitas hukum yang dihasilkan MK bisa saja dikhotbahkan demi dan untuk kepentingan negara dan pemudanya! Bahkan bermoral atau tidaknya putusan itu, nanti bisa dibicarakan di ruang-ruang gelap serta tergantung sudut pandang.
Setidaknya, tidak bermoralnya politik yang dijalankan bisa saja ditutup dengan moralitas-moralitas baru yang dipidatokan di mimbar kekuasaan.
Mimpi-mimpi yang dibangun oleh para aktivis organisasi kepemudaan untuk bisa menjadi pemain kunci dalam politik kembali dihempaskan oleh kenyataan.
Pilihan yang tersedia hanya kembali menjadi tukang sorak dan bergelayut di ketek para oligarki sembari berlagak menjadi tokoh penting.
Kembali memperdagangkan pengaruhnya di organisasi sambil mengharapkan tawaran menjadi tim sukses. Marwah dan kader akhirnya tergadaikan karena asa mendapatkan cipratan kesejahteraan.
Pilihan segilintir aktivis untuk mendukung Gibran bisa dipahami sebagai ceruk mengasapi dapur. Tidak perlu ditungkus dengan ceramah-ceramah ideologis dan merasionalisasikan pilihan.
Dukungan itu terkadang dijalankan sambil mendendangkan nada-nada utopis bonus demografi generasi milenial dan Gen-Z.
Harusnya fenomena ini memupuk kesadaran, kaderisasi di organisasi pemuda dan mahasiswa retak, lumpuh, dan tidak berguna lagi.
Organisasi kepemudaan tidak bisa melahirkan kader seperti Almas yang memengaruhi politik elite. Tidak juga bisa melahirkan pemuda seperti Gibran dengan pelbagai deretan "prestasinya".
Untung masih retak, belum sepenuhnya hancur karena masih ada asa untuk perbaikan ke depannya, asal jangan salah urus.
Harus ada aktivis-aktivis yang berdiri di luar politik praktis sebagai penghidup alarm tanda bahaya. Walaupun demikian, siapapun yang akan menang dalam pilpres ke depan tentu memiliki program-program baik untuk kemaslahatan bangsa. Itupun kalau ada!
Rekam jejak dan irasionalitas
Umur memang tidak bisa dijadikan patokan kemampuan seseorang. Durasi hidup sama sekali tidak ada kaitannya dengan keahlian yang dimiliki seseorang.
Orang-orang yang mempermasalahkan umur adalah orang-orang primitif yang masih tersisa di kehidupan modern. Pengagungan senioritas adalah bentuk lain dari imperialisme karakter. Sisa-sisa peradaban lama. Harus dilawan.
Persoalannya bukan pada umurnya Gibran. Keberadaannya dalam kontestasi pilpres sulit untuk dikatakan terjadi secara alamiah. Banyak hal yang dieksploitasi guna mendapatkan kedudukan sekarang.
Keberhasilannya selama menjadi Wali Kota Solo tidak bisa dilepaskan dari modal kekuasaan Jokowi. Sejak 26 Februari 2021, Gibran menjadi Wali Kota Solo secara “tidak sengaja” banyak proyek pemerintah pusat yang mengalir ke Solo.
Temuan penelusuran sederhana saya, terdapat 16 Proyek yang berasal dari dana APBN dan BUMN yang mengalir ke Solo.
Di antaranya, proyek rel layang Simpang Joglo, revitalisasi Taman Balekambang, revitalisasi Pasar Jongke, revitalisasi Pasar Mebel Gilingan, penataan jalan Ngarsopuro-Gatot Subroto, renovasi Pura Mangkunegaran, revitalisasi Lokananta, revitalisasi Keraton Kasunanan, PLTSA Putri Compo, Jembatan Jurug, pembangunan Viaduk Gilingan, Rusun Putri Cempo, revitalisasi Pasar Legi, pembangunan Rusunawa Semanggi, bantuan transportasi bus dengan jumlah besar, dan renovasi Stadion Manahan Solo.
Belum lagi pembangunan yang bersumber dari hibah swasta dan asing, di antaranya: pembangunan Masjid Sheikh Zayed, rencana pembangunan GOR Indoor Manahan, dan Islamic Center.
Dilihat dari deretan program dan proyek yang mengalir deras ke Kota Solo, pertumbuhan ekonomi 6,25 persen tahun 2022 memang nyata adanya.

Seandainya pemerintah pusat punya perlakuan yang sama pada semua daerah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik secara signifikan.
Kenapa banyak program harus diarahkan ke Solo? Saya tidak bisa menjawab dengan pasti. Satu hal yang nyata terlihat, hampir semua elite politik nasional singgah dan mampir ke Solo selama Gibran menjabat. Kalau tidak bisa disebut sowan ke Gibran.
Jika itu dianggap sebagai prestasi Gibran selama jadi Wali Kota, maka prestasi itu artifisial. Harusnya semua kepala daerah mendapatkan perlakuan yang sama dengan Solo.
Harusnya kepala-kepala daerah lain diserahkan saja pada keluarga Jokowi. Mungkin inilah salah satu jawaban dari segala persoalan ekonomi dan pemerataan pembangunan di daerah lain.
Klaim prestasi yang disuguhkan oleh Gibran selama menjadi Wali Kota dianggap cukup untuk bersaing menjadi wakil presiden.
Tanpa tedeng aling-aling, Prabowo memantapkan diri bersanding dengan Gibran sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pilpres tahun 2024 yang akan datang.
Pilihan Prabowo disetujui oleh seluruh partai koalisi. Tidak main-main, para politisi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju merupakan politisi kawakan yang sudah makan asam garam politik Indonesia.
Kalau boleh saya pakai kata-kata Saldi, saya “bingung” dengan pilihan ini. Apakah Gibran dipilih karena prestasi atau karena Jokowi? Jawabannya sudah tersedia pada analis-analis politik hebat.
Bagi saya pilihan ini merupakan hantaman keras pada partai politik yang tidak mampu menghasilkan kader-kader untuk mengisi ruang-ruang kepemimpinan nasional.
Kalaupun ada, kader-kader tersebut tidak punya sumber daya mumpuni sebagai magnet elektoral. Setidaknya pernyataan itu yang bisa saya suguhkan dengan halus.
Rasionalitas politik menjadi babak belur. Tokoh-tokoh besar di Koalisi Indonesia Maju tersipu menahan malu dan tersapu dihantam kenyataan.
Benar juga yang disampaikan oleh segilintir orang, kita hidup di era di mana para komedian lebih rasional dibanding para politisi.
Lupakan soal dinasti politik yang dulu sering mereka lontarkan. Pilihan Prabowo dianggap paling rasional untuk momentum sekarang. Harusnya para elite politik di koalisi itu marah.
Sekali lagi, saya “bingung” kalau ketua umum di Koalisi Indonesia Maju tidak marah.
Irasionalitas politik dinasti bisa saja dirasionalisasikan dengan banyak cara. Kalau ada yang marah-marah soal dinasti politik, saya yakin orang-orang itu tidak dianggap penting.
Indonesia butuhnya orang yang meraung ketika lapar dan bisu kekenyangan saat bertungkus jabatan. Itu realitasnya.


Gibran: Simbol Retaknya Gerakan Pemuda Halaman all - Kompas.com

emoticon-Wkwkwk

Polling
0 suara
Alasan kamu memilih Gibran?
Diubah oleh ganjar2029 29-10-2023 06:39
pesulap.merah
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan pesulap.merah memberi reputasi
2
668
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.