- Beranda
- Stories from the Heart
Diculik Setan – KUNCEN
...
TS
ih.sul
Diculik Setan – KUNCEN
Ada mitos yang bilang kalau anak-anak keluar saat Maghrib nanti mereka akan diculik setan. Banyak yang tidak percaya, tapi mitos tercipta karena suatu alasan.
***
Pagi ini aku dan temanku Dimas tiba di desa Sukujati setelah perjalanan dua hari menggunakan bus. Desa ini sungguh terpencil dan dikelilingi gunung sehingga sulit dijangkau oleh peradaban. Satu-satunya alasan aku datang kemari adalah karena Bu Intan (sepupu jauh ibuku) yang meminta bantuan akan masalah gaib yang menimpanya.
Katanya anaknya Bedu sudah seminggu tidak pulang ke rumah. Saat itu anaknya bermain sampai lewat waktu maghrib dan tak pernah kembali ke rumah. Teman-temannya bilang kalau mereka pulang sendiri-sendiri setelah bermain, tapi jejaknya setelah itu sama sekali tak terlacak. Karena desa ini masih sangat percaya hal mistis, mereka yakin anak itu diculik oleh setan.
Bu Intan sudah meminta bantuan polisi dan semua orang di desa, tapi Bedu sama sekali tak bisa ditemukan. Dia juga meminta tolong pada semua kerabat dan karena ibu ingat aku punya teman indigo akhirnya ibu pun memintaku membantu ke sana.
Dimas memang punya indra keenam sejak lahir. Dia memang tak bisa melihat hantu, tapi dia bisa merasakannya. Dia bahkan bisa merasakan aktivitas hantu di suatu tempat dan untungnya dia mau kuajak kemari untuk membantu. Sejujurnya, dia sudah merasakan keberadaan mereka saat memasuki perbatasan.
Banyak yang tak percaya pada Dimas, tapi aku adalah saksi hidup dari kesaktian yang dia punya. Dulu pernah ada kasus orang tersesat saat naik gunung. Tim penyelamat sudah dikirim tapi tak ada yang berhasil menemukan mereka. Saat itu Dimas dan aku hanya menyaksikan kejadian lewat TV tapi tiba-tiba Dimas bergumam kalau orang hilang itu terperangkap di gua dekat sungai.
Keesokan harinya media memberitakan mereka yang berhasil di temukan dalam gua dekat sungai. Secara spontan aku langsung menanyakan itu pada Dimas dan dia hanya menjawab dengan mengangkat kedua tangan. Kasus kali ini mirip seperti itu jadi kuharap Dimas bisa bantu menyelesaikannya.
“Gimana Dim? Ada yang aneh?” tanyaku saat kami tiba di rumah Bu Intan. Dimas melihat ke sekeliling sebentar lalu menggelengkan kepala.
“Di desa ini pernah ada kasus anak hilang lain nggak?” tanyanya pada Bu Intan.
“Kalau di sini sih nggak pernah, tapi di kampung sebelah ada. Kira-kira dua tahun lalu ada tiga anak hilang.”
“Hilang waktu Maghrib juga?”
“Iya, habis pulang main bola.”
Dimas mengangguk. Dia minta diantar ke tempat Bedu bermain di hari itu. Lokasinya adalah tanah lapang di dekat balai desa. Para penduduk suka melakukan berbagai kegiatan di sana dan jika tak ada kegiatan anak-anak di sini sering bermain segala macam di tempat itu.
Saat sampai di sana Dimas mencoba mengikuti jalan yang pasti akan dilalui Bedu untuk pulang ke rumah. Aku tak tahu apa yang dia cari, tapi dia terus menundukkan kepala seolah mencari sesuatu di tanah. Apa dia mencari jejak kaki Bedu? Atau jejak kaki setan?
“Dia di gunung,” bisik Dimas setelah berjalan cukup lama. Kepalanya kini terangkat dan menatap gunung tertinggi yang mengelilingi desa ini. Gunung itu menjulang, terlihat amat gelap dan mengancam. Tanpa babibu Dimas langsung menerjang menuju kedalaman gunung yang ditutupi hutan lebat. Aku dan Bu Intan bertatapan sebentar sebelum akhirnya lari mengejar.
Harusnya kami memanggil bantuan, tetapi rasa panik membuat kami terus berlari lurus ke depan. Begitu memasuki area gunung hawa dingin yang berat langsung menghantam kami. Aku tak berani melihat ke arah lain, kedua mataku hanya fokus pada punggung Dimas yang berlari tanpa keraguan seolah dia kenal betul gunung ini.
Aku tak tahu berapa jauh kami berlari, tapi napas terengah-engah Bu Intan membuatku sadar kami sudah masuk begitu jauh. Jalanan yang menanjak dan tidak rata membuat kakiku sakit. Saat akhirnya Dimas berhenti, aku bahkan tak yakin kami bisa menemukan jalan untuk kembali.
“Di dekat sini,” bisik Dimas sekali lagi dan itu membuatku waspada. Aku sudah membawa kitab kuning dan tasbih sebagai perlindungan, tapi tampaknya Dimas tak membutuhkannya.
Dia pasti merasa ada yang janggal di sekitar sini. Dengan pencahayaan minim akibat sinar matahari yang terhalang pepohonan besar, aku hanya bisa melihat pohon dan pohon, tak ada yang lain. Namun, ada sesuatu yang beraroma busuk. Makanan basi … bukan, ini bau bangkai.
Pelan-pelan Dimas berkeliling dan mengamati pohon besar satu demi satu. Tanpa bertanya aku dan Bu Intan melakukan hal yang sama. Gunung ini benar-benar tak terjamah manusia, semua masih asri dan liar.
Tak berapa lama suara jeritan terdengar. Aku menoleh dan mendapati Bu Intan tersungkur di tanah. Buru-buru aku menghampirinya dan tersentak dengan apa yang kulihat.
Di sana, di dalam lubang yang tercipta di tengah pokok pohon, terdapat tumpukan mayat manusia yang sudah membusuk. Aku menutup hidung, nyaris muntah. Aku menghitung ada tiga tengkorak di dalam sana dan aku langsung mengingat cerita Bu Intan tentang tiga anak yang menghilang di kampung sebelah.
“Di sini! Ini Bedu!”
Seruan Dimas di kejauhan membangunkan kami berdua. Segera kami menghampirinya dan di dalam pohon berlubang lainnya kami menemukan Bedu yang tak sadarkan diri. Tubuhnya kurus kering seolah tak makan seminggu lamanya dan dia mengigau dengan bahasa yang tak pernah kudengar. Dengan dua jari Dimas memukul dahi Bedu dan di saat itu juga Bedu mulai menangis kencang.
Dengan dipimpin Dimas kami pun menuruni gunung. Dimas bercerita bahwa yang seperti ini cukup sering terjadi di daerah dekat pegunungan yang belum terjamah. Anak-anak yang masih belum pulang saat Maghrib tiba akan ‘diculik’ oleh setan dan disembunyikan di gunung. Setan-setan itu mengincar nyawa anak-anak untuk dijadikan budak di dunia mereka.
Untungnya Bedu berhasil diselamatkan. Jika saja dia keburu meninggal maka jiwanya akan terlepas dari tubuhnya dan dibawa ke alam gaib. Ketiga bangkai anak-anak yang kami temukan di atas juga pasti seperti itu. Mereka disembunyikan di dalam hutan dan dibiarkan mati kelaparan.
Aku tak bertanya dari mana Dimas bisa tahu semua itu. Yang penting sekarang Bedu sudah selamat dan dari sini dia tak akan berani bermain sampai langit gelap lagi.
Setelah memastikan Bedu tiba di rumah dengan selamat kami memberitahu pihak berwenang tentang tiga mayat di atas gunung. Tentunya aku mengarang cerita bahwa kami adalah pendaki gunung yang tak sengaja menemukan Bedu. Ketiga anak itu mungkin tak bernasib sebaik Bedu, tapi kuharap penemuan mayat mereka bisa sedikit menghibur orangtua mereka.
Jadi, untuk semua orangtua di luar sana, jagalah anak kalian baik-baik. Kita tak pernah tahu kapan setan akan menculik mereka.
--END--
azhuramasda dan 6 lainnya memberi reputasi
7
400
18
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.7KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya