nafta101Avatar border
TS
nafta101
WILATIKTA : Dibalik Sumpah Palapa
Kesembuhan dari Manguntur

Hari itu, tanggal lima belas bulan Kartika tahun 1240 Caka, genap sepuluh tahun semenjak Prabu Kalagemet atau Prabu Jayanegara ditabalkan menjadi penguasa di Bhumi Wilwatikta bergelar Sri Maharaja Wiralanda Gopala Sri Sundarapandiya Dewa Adhiswara. Rasanya baru kemarin aku ikut menyaksikan kemegahan Wilwatikta dan penobatan raja di negeri besar seperti Wilwatikta ini. Namun hari ini, tak terasa sudah menginjak hari kelima semenjak keraton dikuasai para pemberontak Ra Kuti bersama pasukan dharma putranya. Kami, para prajurit Bhayangkara di bawah pimpinan Bekel Mada akhirnya harus menyingkir sampai desa Bedander ini, untuk menjaga keselamatan sang prabu.

Namaku Rajungan Bang, salah seorang prajurit pengalasan yang menjadi bagian dari pasukan Bhayangkara. Usiaku masih cukup muda saat menjadi prajurit, yaitu 16 tahun. Usiaku kini sudah 26 tahun. Bekel Mada yang mengajakku menjadi prajurit Bhayangkara saat beliau memergoki aku sedang memanah seekor harimau di hutan Wanakeling. Beliau tertarik dengan keahlianku yang bisa membidik tepat sasaran dengan sekali jemparing (panah).

Perjalanan mengawal sang Prabu bersama keluarganya menyingkir dari istana bukanlah seperti perjalanan wisata. Kami harus berjalan menghindari keramaian dan ancaman dari pasukan rakyan Ra Kuti dan sekutunya. Bahkan kadang kami harus melintasi gelapnya hutan, menyusuri sungai, dan menuruni lembah. Bagi kami, keselamatan dan keamanan sang prabu adalah lebih penting dari jiwa kami. Aku tak tahu bagaimana kabar orang tua, adik, dan kakak perempuanku. Kabar terakhir yang aku dengar sewaktu pasukan kami masih tertahan di hutan, keluargaku dijebloskan ke penjara oleh pasukan pemberontak, begitu pula keluarga pasukan Bhayangkara yang lain. Sedih sekali aku mendengar kabar itu, aku berharap mereka baik-baik saja.

Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat dan pengabdian kami para Bhayangkara, untuk tetap menjalankan tugas pengawalan dan menjaga keselamatan sang raja. Begitulah semangat pengabdian kami. Jiwa sang Sri Maharaja yang kami percayai sebagai titisan dewa lebih berharga dari jiwa kami sendiri. Demi Sang Sri Maharaja, kami siap untuk mati. Sebenarnya banyak di antara pasukan kami yang merasakan sakit dalam perjalanan ini. Bahkan ketika hari pertama kami sampai di desa ini, sang raja sempat sakit, sehingga membuat 25 pasukan Bhayangkara dan para abdi winar suko (abdi kesayangan) merasa khawatir. Berbagai tabib sudah mencoba memulihkan kondisi sang Maharaja, tapi tidak satupun yang dapat menolongnya. 

Hingga suatu hari, datanglah rombongan para janggan dan mengaku sebagai utusan Mpu Ranubaya dari daerah sekitaran manguntur wilayah Daha.
Diubah oleh nafta101 22-09-2023 18:40
winehsuka
MFriza85
ayahuik
ayahuik dan 6 lainnya memberi reputasi
7
536
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.