Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

harrywjyyAvatar border
TS
harrywjyy
Nebeng Tengah Malam - KUNCEN
Nebeng Tengah Malam - KUNCEN


Setelah mendengar cerita ini, mungkin kamu akan pikir-pikir lagi untuk nebeng mobil sama orang asing di jalan!

emoticon-Takut (S)

“Halo, guys! Kembali lagi sama gue Jordi dan gue akan meng-update perjalanan gue nebeng dari ujung barat pulau Jawa sampai ke timur! Saksikan terus keseruannya!” ucapku sambil mengarahkan kamera ke diri sendiri.

Setelah selesai merekam opening, aku mematikan kamera dan juga beberapa lighting. Seketika suasana menjadi gelap gulita. Wajar saja karena saat ini aku sedang berada di tempat antah-berantah. Berdiri di sebuah jalan aspal dengan pemandangan hutan lebat di sisi kiri dan kanan. Seingatku aku masih berada di kawasan Purwakarta, Jawa Barat.

Aku sendiri memang sedang membuat konten jalan-jalan tanpa modal dengan cara menumpang dari kendaraan masyarakat untuk kutayangkan di YouTube. Dan harusnya aku sudah sampai Bandung saat ini, sayangnya karena tadi aku sempat cekcok dengan supir truk yang aku tumpangi akhirnya aku memutuskan untuk turun di sini. Tempat yang tidak kukenal.

Sejauh mata memandang hanya ada kegelapan dan sebidang jalan beraspal di hadapanku. Aku memegang kamera dan menggendong tas besar berisi semua kebutuhanku. Mataku memandang ke arah kanan, berharap ada kendaraan yang lewat. Tapi sudah hampir satu jam aku di sini, tetap saja tidak ada yang lewat. Jam sudah menunjukkan pukul 00:34 dan aku masih stuck di sini.

“Mana sih? Gak ada yang lewat sama sekali?” gumamku. “Mobil atau apa kek gitu, setan juga kalau mau kasih tumpangan juga gue mau deh kalo gini keadaannya.” Aku mulai menggerutu kesal sambil berjalan kecil mengikuti jalan. Jujur saja, kakiku sudah pegal dan badanku sudah kelelahan. Aku butuh istirahat. Ya minimal duduk bersandar di mobil.

Duar!

Tiba-tiba terdengar suara dentuman yang sangat keras dari arah belakangku. Aku menoleh ke belakang, tapi tidak ada apa-apa. Aku pun menghiraukannya, mungkin efek kelelahan. Aku pun lanjut berjalan. Tak lama kemudian aku merasakan ada cahaya di belakangku. Sontak aku pun langsung berhenti berjalan dan berbalik badan. Tampak sebuah mobil melaju dari kejauhan. Betapa senangnya aku saat itu, seakan mendapat harapan baru.

Aku pun melambaikan tangan meminta tumpangan. Mobil berwarna abu-abu gelap itu pun mengerti dan berhenti di depanku. Kaca jendela depannya terbuka. Tampak seorang bapak-bapak berkumis sedang duduk di posisi supir dan di sampingnya ada seorang perempuan memangku anak balita perempuan kisaran 2-3 tahun.

“Mau ke mana, Dek?” tanyanya padaku.

“Mau ke Bandung sih, Pak. Tapi saya ikut aja, yang penting keluar dari daerah ini!” jawabku.

“Oh ayo mangga!” ajaknya.

Aku kemudian membuka pintu belakang lalu masuk sambil membawa barang-barangku. Beruntung mereka mau menolongku, hanya mobil ini satu-satunya yang lewat kawasan ini. Aku kembali menyalakan kamera untuk melanjutkan vlog-ku yang sempat berhenti tadi.

“Oke, guys! Akhirnya gue dapat tebengan ini. Sama Bapak siapa, Pak?” tanyaku.

“Bapak Ujang!” jawabnya.

“Oke, Bapak Ujang! Terima kasih banget nih udah mau nolongin saya nih!” ucapku sambil menyorot ke arah depan. Istri Pak Ujang dan anaknya tampak melambaikan tangan ke kamera. Sementara Pak Ujang hanya senyum dan melihat kamera melalui spion tengah sambil fokus menyetir. Karena berada di mobil orang, aku tidak enak hati merekam terlalu lama, akhirnya aku mematikan kamera dan melanjutkan nanti jika sudah sampai tujuan.

“Kok berani sih, Dek?” tanya Pak Ujang.

“Berani aja, Pak! Namanya konten kreator, demi viewers apapun saya lakukan. Ini juga salah satu keinginan saya sih keliling Indonesia modal nebeng,” ucapku menjawab Pak Ujang.

“Namanya juga hobi ya,” sahut istri Pak Ujang sambil sedikit menoleh ke belakang dan tersenyum.

“Iya, Bu.”

Sesekali aku melakukan kontak mata dengan anaknya yang lucu. Aku memberikan senyum tapi anak itu hanya terdiam menatapku. Selama beberapa saat, kami semua tidak bicara. Suasana di luar masih berupa hutan-hutan yang gelap. Pak Ujang juga mempersilahkanku istirahat dan akan membangunkan jika sudah sampai. Aku ingin tidur, tapi sejak tadi anak Pak Ujang masih memperhatikanku.

Tiba-tiba saat aku sedang kontak mata dengan anak Pak Ujang. Tiba-tiba, aku melihat ada darah mengalir dari sela-sela rambut anak itu. Darah itu terus mengalir ke hidung dan pipi. Aku masih bingung apakah ini halusinasi atau bukan, tapi ternyata bukan. Aku pun mulai panik dan sontak bereaksi.

“Pak, Bu! Itu anaknya kenapa? Berdarah!” ucapku panik.

Istri Pak Ujang melihat anaknya. “Oh, ini!” Pak Ujang lalu memberikan tissue kepada sang istri, kemudian dipakai untuk mengelap darah di kepala anaknya. “Maklumi saja ya,” ucapnya lagi sambil mengelap darah di dahi anaknya. Anehnya, reaksi Pak Ujang dan istrinya biasa saja. Anaknya juga tidak menangis atau kesakitan.

“Maklum saja ya. Namanya juga korban kecelakaan, Dek,” kata Pak Ujang dari bangku supir.

“Lho? Kecelakaan di mana, Pak? Kita harus ke rumah sakit abis ini,”ucapku.
Sang istri menggeleng sambil menoleh ke arahku. “Gak usah, udah terlambat,” katanya.

Aku semakin aneh karena kini aku melihat ada luka goresan di wajah sang istri dan ada aliran darah juga dari kepalanya. Aku mulai ketakutan, kenapa mereka tiba-tiba menjadi begini. Kecelakaan apa yang menimpa mereka? Kenapa sampai berdarah-darah gini?

“Bu? Itu Ibu, berdarah-darah begitu!” kataku panik sambil menunjuk ke arah istri Pak Ujang.

Sejak saat itu, aroma amis darah tercium sangat menyengat di dalam mobil. Aku menutup hidung saking tidak kuatnya. Istri Pak Ujang masih menghadap ke arahku, wajahnya kian buruk. Luka-luka di dahi dan pipinya semakin bertambah. Begitu juga dengan anaknya. Aku ketakutan dan ingin muntah di saat yang bersamaan.

“Ya, beginilah nasib jadi korban kecelakaan, Dek,” ucap istri Pak Ujang yang kemudian kembali menghadap ke depan. Saat menghadap ke depan, barulah aku bisa melihat bagian belakang kepalanya yang ternyata sudah hancur. Tulang tengkorak belakangnya sudah tak karuan dan terlihat sedikit serpihan otak.

“Aaaaaa!!!” Aku lantas berteriak “Ya Allah! Ya Allah! Pak Ujang, kita ke rumah sakit aja! Itu! Itu istrinya!” ucapku panik sambil berusaha menutup mata dan dengan napas terengah-engah.

“Rumah sakit? Mau apa, Dek?” tanya Pak Ujang.

“Ya itu, istrinya, Bapak berdarah-darah! Selamatkan dulu!” jawabku dengan tegas.

“Oh, Hahaha.” Pak Ujang malah tertawa. “Mau diselamatkan gimana sih, Dek? Orang udah mati,” jawabnya dengan santai.

Saat itu Pak Ujang pun ikut menoleh ke arahku. Wajahnya sudah berubah. Kepalanya berdarah-darah. Bola mata sebelah kanannya keluar dan yang paling mengerikan adalah rahangnya. Bagian rahang pipi hingga dagu sudah penyok berantakan. Sudah hancur. Mulut dan gigi-giginya juga sudah tidak jelas bentuknya. Kulitnya pucat membiru.

“Astaghfirullah!!!” teriakku ketakutan.

“Hahahahahahahaha!!!”

Suami istri itu kemudian tertawa bersamaan. Suara tawanya itu sangat melengking dan keras di dalam mobil. Sedangkan anak balitanya menangis keras dan suara tangisannya tidak kalah nyaringnya. Kepalaku mulai pusing mendengar suara-suara menyeramkan yang seakan mengoyak telingaku. Akhirnya pelan-pelan aku pun tak sadarkan diri.

***

Aku membuka mataku di sebuah pelataran mushola di pinggir jalan. Ada beberapa warga desa di sampingku. Saat aku bangun, mereka semua mengucap Hamdallah sambil memberikanku minum. Langit pun sudah terang. Pandanganku masih kunang-kundang. Aku bingung melihat sekitar, semua orang melihat ke arahku dengan wajah cemas.

“Minum dulu, A!” ucap salah seorang wanita tua memberikanku minuman hangat. Aku lalu meminumnya. Rasanya seperti berjam-jam tidak minum. Tenggorokan keringku langsung segar setelah minum teh ini. Mereka tidak langsung menanyakan apa yang aku alami. Malah aku yang bertanya kenapa aku bisa di sini.

Rupanya, para warga menemukanku tergeletak di pinggir jalan dalam keadaan pingsan. Mereka takut aku korban perampokan atau begal karena daerah jalan sini memang rawan katanya. Aku mencoba mengingat-ingat. Dan setelah ingat apa yang terjadi, aku pun merinding. Aku juga gemetar dan perasaan takut itu pun kembali.

Aku menceritakan semuanya ke warga dengan suara bergetar. Sesekali warga menenangkanku karena aku sangat ketakutan. Setelah mereka tahu penyebabku bisa tergeletak di pinggir jalan, mereka pun menghela napas dan mengangguk seakan hal seperti ini sudah kerap terjadi.

Aku iseng bertanya kepada mereka. “Pak, emangnya ada kecelakaan ya baru-baru ini?” tanyaku.

Seorang warga menjawab. “Ada, mobil sama truk adu banteng. Yang di mobil itu, suami istri sama satu anak mati semua di lokasi,” jawabnya.

Aku tidak kaget. Ya, sudah kuduga. Ternyata malam itu aku memang apes. Singkat cerita, aku dibolehkan pergi pada siang hari. Warga memberiku makan dan minum gratis. Aku juga numpang mandi di rumah mereka. Sehabis salat zuhur, aku pun pergi meninggalkan pemukiman mereka. Pak RT mengantarkan aku ke jalanan besar yang lebih ramai kendaraan.

Usai pengalaman menyeramkan ini, aku tidak kapok. Aku tidak gentar. Aku tetap melanjutkan perjalananku dan menuntaskan tekadku berpetualang dari barat ke timur Pulau Jawa!

Tamat

Quote:


Terima kasih sudah membaca!

emoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Ganemoticon-Cendol Gan
annaonymus
donif
rachmanitara754
rachmanitara754 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
1.1K
36
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.