Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

janahjoy35Avatar border
TS
janahjoy35
Soulmate

Soulmate

Sumber gambar : CNN Indonesia

Quote:


      1.
Freya, berjalan dengan anggun menyusuri perkebunan luas, penuh dengan aneka sayuran. Tubuhnya yang ramping dan tinggi terlihat sempurna dengan warna kulitnya yang putih bersih. Freya, gadis cantik yang penuh dengan sejuta pesona di balik sikap cuek dan juteknya. Setiap laki-laki tergila-gila padanya dan ingin memilikinya. Tidak heran beberapa pekerja di perkebunan itu tampak menghentikan aktivitas mereka dan fokus memandanginya.
Dari kejauhan dia melihat sosok yang sedang duduk di sebuah bangku kayu tengah fokus menyiram sederetan daun bawang yang mulai tumbuh subur. Freya, tersenyum menyadari bahwa sosok itu adalah Aruna, teman masa kecilnya.
"Hai Aru," Sapa Freya, membuat Aruna seketika bangkit karena kaget.
"Key!!!" seru Aruna.

Freya, tersenyum manis yang di sambut dengan tatapan sinis Aruna.
Berbeda dengan Freya yang cantik, anggun, tinggi, putih dan terlihat mempesona. Aruna terlihat sangat biasa dengan perawakan pendek, kulit hitam manis dan sama sekali tidak memiliki pesona apapun selain ciri khasnya yang selalu memakai pakaian laki-laki.
"Ngapain kesini, Frey?" Tanya Aruna ketus. Tiba-tiba, Aruna teringat dirinya yang tidak lulus UN. Seketika Aruna merasa malu pada Freya dan berpikir bahwa Freya datang hanya untuk menertawakan kegagalannya. Kabar ketidaklulusannya pasti sudah tersebar ke seluruh kelurga besarnya, termasuk keluarga Freya.
"Hahahaha..." tawa Freya yang begitu renyah menggaung diantara perbukitan perkebunan.
Aruna menatap Freya dengan tatapan benci yang hanya membuat tawa Freya semakin menjadi.
Usia Aruna dan Freya hanya terpaut jarak tiga bulan. Aruna lahir lebih dulu daripada Freya. Mereka adalah teman bermain sejak kecil, bahkan sejak bayi. Banyak hal yang mereka lewati bersama.
Sampai suatu hari, mereka terpaksa berpisah. Saat itu mereka masih kelas satu SD. Freya di bawa pindah oleh ibunya ke kampung halaman ibunya. Ayah kandung Freya meninggal saat Freya masih berusia 3 tahun. Sejak itu, mereka tidak pernah bertemu lagi.
Untuk pertama kalinya setalah hampir 10 tahun tidak bertemu, mereka bertemu kembali saat pendaftaran SMA Negeri yang jadi favorit di Kota mereka. Aruna sangat kagum dengan Freya yang sudah tumbuh remaja. Freya tumbuh cantik, sangat cantik. Aruna sangat bahagia karena bisa kembali dekat dengan Freya. Tapi kebahagiaan itu tidak berlanjut, karena Freya memutuskan mencabut berkas pendaftarannya dan daftar di SMA lain yang lebih dekat dengan rumah kakak nya. 
Dan hari ini, untuk pertama kalinya Aruna melihat Freya kembali yang langsung tertawa puas di atas kesedihan dan penderitaanya. Sungguh telalu!
"Aku hawatir, Aru. Banyak yang bilang kamu kaya orang linglung, lari ke bukit sambil nangis histeris," kata Freya setelah bisa mengontrol derai tawanya.
Nada bicara Freya yang cuek, memberi kesan mencibir, membuat wajah Aruna panas karena menahan malu sekaligus marah. Aruna semakin yakin bahwa kedatangan Freya hanya untuk mengolok olok dirinya. Aruna menghela napas panjang, berusaha cuek dengan kembali fokus pada kebun daun bawang yang tengah di siramnya lalu pura-pura tidak perduli dengan apa yang di katakan Freya.
Tanpa menunggu dipersilahkan, Freya telah duduk manis di bangku kayu. Aruna melirik sekilas teman kecilnya yang kini terlihat semakin cantik dan mempesona. Hatinya semakin ciut dan semakin terasa pilu hidupnya kini.
"Eh... Ada Freya! Kapan datang, Neng?" Seru ibu Aruna yang baru saja muncul di perkebunan. "Baru aja, Wa.. Uwa apa kabar?" Freya berdiri dan menyalami ibu Aruna.
"Alhamdulillah baik... Freya nginep, ya. Kan, udah lama juga gak main sama Aru." kata ibu Aruna membuat Aruna seketika memutar bola matanya karena kesal.
"Iya, Wa... emang udah niat mau nginep hehehe." Jawab Freya membuat Aruna mendelik ke arahnya.
Melihat sikap putrinya, ibu Aruna meremas lembut tangan Freya, mencoba menyampaikan pesan supaya Freya mau membantunya menghibur Aruna dan Freya bisa menangkap pesan itu dengan cepat. Terlihat dari caranya mengangguk sambil meremas lembut tangan ibu Aruna.
**
**
Kamar yang berukuran enam belas meter persegi itu terasa sepi. Freya dan Aruna tidur terlentang di atas spring bed standar. Keduanya diam dan hanya menatap langit-langit kamar yang berwarna biru langit. Sesekali terdengar suara dentuman musik mengalun pelan dari luar yang masuk melalui celah-celah jendela kamar Aruna.
"Kamu mau pergi ke samenan?" tanya Aruna, memecah keheningan mereka. Kebetulan, tidak jauh dari rumah Aruna ada Madrasah yang sedang mengadakan perayaan kenaikan kelas. Biasanya warga di kampung menyebutnya dengan samen. Acaranya di gelar semalam suntuk sebagai hiburan untuk warga dan khususnya murid juga wali murid Madrasah itu.
"Kamu mau?" jawab Freya membalikan pertanyaan Aruna.
Aruna melirik Freya yang entah kenapa terlihat semakin cantik dan mempesona di matanya. Seolah Freya menjelma menjadi sesosok dewi yang cantik dan penuh pesona. Ibarat kepompong, kini Freya sudah menjadi kupu-kupu yang indah dan mempesona. Beda dengan dirinya yang masih saja terkurung dalam kepompong yang jelek.
"Rasanya, setelah kejadian aku tidak lulus UN, aku tidak punya muka untuk ketemu orang banyak. Selain itu aku juga kurang suka keramaian." kata Aruna frustasi.
"Aku juga kurang suka keramian." Tutur Freya sambil memiringkan badannya menghadap Aruna. Perubahan posisi itu seketika membuat Aruna canggun dan membeku dengan posisi terlentang menatap langit-langit kamar.
"Aru, kamu ingat gak? Dulu, kamu pelit tau." kata Freya sambil menatap Aruna yang terlihat semakin canggung.
"Emang iya? Kayaknya, enggak, deh, Frey." jawab Aruna berusaha datar. Aruna memang tidak ingat. Kenangan bahagianya terkikis habis dengan kanangan-kenangan pilu hidupnya. Yang Aruna tau, kenangan bersama Freya pastilah kenangan yang indah dan membahagiakan. Itu kenapa dia tidak bisa mengingatnya sama sekali.
"Iya tau... Ingat, gak, waktu tes menulis di sekolah? waktu itu Pak Guru mendikte sebuah kalimat dan kita harus menuliskannya. Saking kamu tidak mau aku melihat buku kamu, kamu nulis sambil menutup buku dengan tangan dan kepala kamu. dulu, kan, kita selalu duduk satu bangku." cerita Freya sambil sesekali memukul lengan Aruna pelan.
"Hahahaha…" tawa Aruna.
"Inget, kan?" seru Keyila sambil merubah posisi, menopang kepalanya dengan tangan sehingga Aruna bisa melihat dengan jelas wajahnya yang cantik tanpa harus meliriknya.
"Enggak!!" jawab Aruna sambil terkekeh.
"Aaaah Aruna... gak seru, dong, kalo kamu gak ingat." kata Freya sambil kemudian memposisikan badannya kembali terlentang menatap langi-langit kamar yang berwarna biru.
"Kamu juga sangat keras kepala." kata Freya sambil terkekeh dan menoleh ke arah Aruna yang tetap pokus menatap langit-langit kamar.
"Waktu pelajaran matematika, udah aku bilang kalo seribu tuh nol nya tiga, tapi kamu bersikeras kalo seribu tuh nol nya ada empat hahaha," lanjut Freya sambil terbahak bukan cuma terkekeh lagi. "Gara-gara kamu keras kepala kita berdua dapet nilai NOL!" lanjut Freya sambil menoleh ke arah Aruna.
"Masa, sih, Frey... aku sebodoh itu, ya?" Aruna frustasi dan menutup wajahnya dengan selimut.
"Aku lebih bodoh karena selalu ngikutin kebodohan kamu." seru Freya sambil menarik selimut Aruna biar dia bisa melihat wajah teman kecilnya itu.
"Aku ingat, kamu pernah punya mainan yang kereeeen banget, sebuah pesawat yang bisa terbang, Frey. Iya kan?" tanya Aruna berusaha mengalihkan keinginannya untuk menangis.
"Iya, sekarang juga masih ada, kok. Tapi cuma jadi pajangan."
"Kamu beruntung, ya, Key. Kamu cantik, tinggi, di sayang banyak orang." kata Aruna lirih, membuat Freya kembali memiringkan badan ke arahnya.
"Kamu gak tau aja, Aru... keadaan aku gak sebaik yang kamu liat." kata Freya tidak kalah lirihnya, membuat Aruna seketika menoleh ke arahnya. Untuk sesaat tatapan mereka bertemu. Aruna bisa melihat ada kesedihan di sana.
"Setidaknya kamu berhasil lulus UN. Gak seperti aku. Sampe banyak yang bilang aku jadi stres karena gak lulus." Kata Aruna sambil tersenyum miris pada dirinya sendiri.
"Hahahaha," Freya seketika tertawa dan kembali keposisi terlentang melihat langi-langit kamar.
"Kamu tau Frey, kenapa aku berlari sambil nangis kaya orang linglung?" kata Aruna yang kali ini berajak dari tidurnya dan memilih duduk bersila menghadap Freya yang masih tiduran.
Merasa Aruna akan membahas hal yang serius, Freya ikut beranjak dan duduk bersila berhadapan dengan Aruna.
"Jadi gini..." Aruna memulai ceritanya tanpa menunggu Freya bertanya. "Waktu itu ada yang beli pupuk. Karena Umi gak ada di warung, jadilah aku yang melayani. Entah kenapa hari itu aku salah. Yang beli ingin pupuk urea, aku kemasin pupuk za. Karena itu, Abah marah..." Dianta tehenti dan sedikit menundukan wajahnya.
"Teruusss…?" tanya Freya sambil memiringkan wajahnya menengok wajah Aruna yang di tekuk. Sekilas Freya dapat melihat mata Aruna yang berkaca-kaca.
"Kamu tau, kan, Frey? Sejak dulu, sejak aku kecil, Abah tuh sepertinya emang tidak suka sama aku. Setiap melihat aku salah, walaupun sedikit saja, Abah pasti langsung berang. Begiutpun hari itu, Abah langsung memaki aku dan dia bilang dia sudah tau dari awal aku tidak akan lulus. karena kemauan keras Umi saja makanya aku tetap di sekolahkan. Dan, sekarang terbukti kalo kata-kata Abah benar. Aku hanya bisa mengecewakan Umi. Aku benci Abah. Kalau aja bisa, aku tidak ingin punya ayah." kata Aruna yang kini mulai terisak.
Melihat temannya menangis, Freya segera mendekat dan memeluk Aruna."Memiliki ayah, walaupun seperti ayh kamu jauh lebih baik daripada tidak punya ayah sama sekali... Seperti aku ini." tutur Freya lirih sambil mengelus punggung Aruna lembut.
Aruna menangkap kesan sakit dan sedih dari kalimat Freya barusan, mungkin betul yang di katakan Freya. Aruna belum tau saja rasanya jika benar-benar dia tidak memiliki seorang ayah.
"Jangan sedih lagi, ya, Aru. Lagi pula,  kamu masih bisa ngulang. Peraturan UN sekarang, kan, masih tahap uji coba. Jadi, walaupun kamu ngulang, ijazah kamu gak harus ijazah paket." kata Freya yang telah melepas pelukannya tapi masih terus mengelus pundak Aruna dengan lembut.
"Kalo nanti gak lulus lagi gimana?" tanya Aruna sedikit berseru sambil sesekali masih terisak dan mengusap ingus di hidungnya dengan tangan.
Melihat Aruna yang mengelap ingus, reflek membuat Freya sedikit menjauh. "Iiiihhh… Aruna jorok!" seru Freya sambil bergidik geli.
"Apaan, sih, Frey... Gak jorok, ih." kata Aruna tidak peduli sambil mengulurkan tangannya yang dia pakai untuk mengusap ingus ke arah Freya. Sontak Freya langsung berdiri lalu berlari menjauh. Sementara Aruna tidak mau kalah dan langsung mengejar Freya.
Malam perayaan wisuda sekolah di luar, pun, kalah seru dengan Freya yang sesekali menjerit sambil berlari menghindari kejaran Aruna.
Setelah beberapa lama keduanya merasa lelah dan kembali berbaring di ranjang dengan posisi sama-sama melihat langit-langit kamar. Freya memiringkan badannya ke arah Aruna dan mendekatkan dirinya pada Aruna yang fokus menatap langit-langit kamarnya. Aruna menoleh ketika merasakan kepala Freya bersandar di bahunya.
"Rasanya bahagia bisa menemukan orang yang sama dengan kita." Freya bergumam. Matanya yang tertutup dan seulas senyum di bibirnya membuat wajah cantiknya terlihat damai dan bahagia.
Sekilas Aruna melirik wajah Freya yang terlihat nyaman bersandar di bahunya. Perlahan dia merasakan detak jantungnya yang semakin lama semakin berdegup kencang. Badannya terasa kaku, Aruna hanya mampu menatap langit-langit rumah tanpa mampu mengontrol detakan jantungnya yang semakin cepat. "Ya Tuhan... Ada apa dengan aku." gumamnya pelan.
***



avsel
bukhorigan
bukhorigan dan avsel memberi reputasi
2
1.1K
9
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.