BARISAN.CO – Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana, mengkritisi rencana Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang akan menggunakan tenaga kerja asing untuk proyek strategis Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Pernyataan Luhut itu bisa berarti dua hal,” ujarnya dalam pernyataan kepada Barisanco, Selasa (13/6/2023).

“Entah sebagai dalih untuk memasukkan mandor asing dan TKA lainnya yang sebenarnya sudah merupakan rencana dan kesepakatan dari awal proyek atau memang memandang rendah SDM Indonesia,” tambah Andri.

Keduanya, sambung Andri, sama-sama menyedihkan dan ironis, mengingat Luhut seringkali menggunakan retorika bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang hebat, mandiri, atau bahkan ‘super power mini’.

“Retorika tersebut kini kita lihat berbanding terbalik dengan rasionalitas beliau yang mengatakan bahwa mandor asing tersebut diperlukan untuk menjaga kualitas,” kata Andri.

Menurut Andri, bagus atau buruknya pengawasan suatu proyek itu tergantung sistem, manajemen, kemapanan, dan kematangan perencanaan proyek.

“Bukan dari ras atau kebangsaan mandor tersebut,” kata alumnus UGM ini.

Sehingga jika ada yang mengamini bahwa wajar menggunakan mandor asing untuk membangun proyek-proyek IKN seperti istana presiden, kata Andri, patut diperiksa logikanya.

“Karena jika dalih yang digunakan ‘orang Indonesia kualitasnya tidak bagus’, maka ini bukan sekadar mencela bangsa sendiri, tapi juga melanggengkan ketidakbenaran,” kata Andri.

“Inilah yang dinamakan ‘mental inlander’ yang sangat menyedihkan jika diamini oleh pejabat negara sendiri,” tegas Andri.

Menurut Andri, “Memangnya tidak ada orang Indonesia yang pandai atau sukses menjadi pengawas proyek-proyek nasional di negeri kita? Apakah kita mengakui kalau selama ini, semua proyek nasional yang dibangun di Indonesia itu hanya bisa sukses atau bagus kualitasnya jika yang menjadi mandornya orang asing?”

Menurut Andri, jika Luhut sebenarnya tidak serendah itu memandang bangsa Indonesia, maka bisa jadi pernyataan tersebut sebenarnya hanya dalih untuk mendatangkan mandor asing dan TKA lainnya yang sebenarnya sudah merupakan kesepakatan awal dari proyek yang menjadi bagian dari investasi negara asing yang bersangkutan.

“Hal ini biasa kita temukan di berbagai proyek yang didanai negara asing, terutama dari China yang dikategorikan sebagai proyek Belt & Road Initiative,” selidik Andri.

Menurut Andri, dalih itu bisa dilihat dari proyek-proyek Belt & Road Initiative di Indonesia yang lazim mendatangkan manager, supervisor, dan bahkan pekerja kasar dari China yang sebenarnya merupakan kesepakatan awal yang biasanya tidak diumumkan ke publik.

“Ini tidak hanya di Indonesia namun juga di negara-negara berkembang lain yang menjadi target proyek Belt & Road Initiative China, seperti yang kita lihat di Mesir yang juga membangun ibu kota baru,” tutur Andri.

Dalam analisis Andri, jika nanti yang mendanai pembangunan IKN yang baru berasal dari China, bisa diekspektasikan yang menjadi manager, pengawas, mandor, dan lain-lain akan berasal dari China.

“Jika terjadi, maka menurut saya ini patut dipikirkan kembali karena bukan hanya pembangunan simbol penting negara seperti istana kepresidenan sebaiknya dibangun tanpa bergantung pada negara lain, pembangunan yang dikerjakan oleh kendali bangsa lain berpotensi menimbulkan persoalan krusial seperti misalnya dugaan penyadapan yang terjadi di Markas Besar Uni Afrika yang dibangun oleh China,” Andri mengingatkan.


SUMBER

Udah bisa ketebak sih, kalau investasinya dari China ya yang jadi Mandor harus dari China
 




Apakah yang terjadi di Afrika bakal terjadi juga di Indonesia?