Hujan kelabu
Mendung pekat
Ramadan
Di tahun itu
2009
Namun langit masih biru
Padahal kan mendung

Ah elah



Ini ceritanya tentang pengalaman mudik pertama saya dari kota industri atau tepatnya kota pabrik di Tangerang, dari dulu memang selalu disini nggak pernah pindah tempat gegara keluar masuk kerja, kalau dipecat perusahaan ya dapat gantinya dikota ini juga.

2009 waktu itu Ramadan pertama di perantauan dan baru sekitar 5 bulan bekerja, ya kita tanggal 25 Ramadan ketika hari terakhir kerja semua teman kita bercerita tentang apa yang akan mereka lakukan di kampung halaman, pulangnya naik apa, liburan dimana dan sebagainya.

Sedangkan saya, aduh bagaimana yah menggambarkan suasana hati seorang pemuda perantau pertama kali menghadapi mudik lebaran, hanya bisa melongo melihat slip THR teman satu kali gaji (2,5 juta sepertinya kala itu) saya pun sebenarnya dapat namun bukan THR tapi cuma bertuliskan "uang kebijaksanaan perusahaan" yang jumlahnya sesuai masa kerja kita, kira kira 1,1 juta untuk saya waktu itu.


Senang bercampur sedih, dapat duit THR pertama nggak keluar keringat namun dikasih duit



Sedihnya duit segitu apa cukup buat pulang kampung, itu bukan masalah biaya transportasinya namun biaya hidup beberapa hari di rumah orang tua kita yang tentunya banyak membutuhkan biaya tambahan, dari contoh pertama misal nanti ketemu teman di Tegal itu sangat lazim ucapan/sindiran bagi para perantau.


"Wah ada yang Jakartanan nih, nanti malam pesta lah AM atau TM kek?"


Padahal kan saya di Tangerang, namun orang sana mah nggak tau dah kenapa setiap yang kerja di Jabodetabek disamaratakan jadi Jakartanan

Itu cuma satu ritual ajakan teman ketika pulkam, setelah beberapa kali pulkam ya tahu cara mengatasinya yaitu jangan keluar rumah ketemu teman dikampung sampai lebaran, sebab kalau sudah lebaran mah enak karena semua dari kita sibuk dengan kegiatan sendiri sendiri.


Beberapa ritual lain yang mungkin menguras uang adalah silaturahim

Namun tulisan tak untuk merendahkan kegiatan keagamaan ini sebab silaturahim adalah kegiatan baik dan hampir semua agama sepertinya mengajarkan silaturahim (persahabatan dan persaudaraan) kepada antar sesama kita, bertemu ke saudara terutama yang lebih tua dari kita, menyambung tali persaudaraan yang sudah lama putus akibat perbedaan jarak dan sebagainya.



Sebab sikap bangsa kita yang pemurah hati mungkin inilah menjadikan kita mempunyai kebiasaan bagi bagi uang terutama untuk anak anak kecil saudara dan teman kita, sepele sih kalau keponakan dikasih 10 ribu ya senangnya bukan main.


Namun itu 10ribu dikali hampir 20 keponakan dan anak teman dekat


Belum kepada orang tua kita dan tetua tetangga tetangga kita yang kita hormati, tentu nggak cukup 10 ribu dong tapi minimal 50 ribu untuk satu orang.


Alamat tekor dan ngutang ortu untuk balik ke tangerang nih, dah kerja masih ngutang ke orang tua


Sebenarnya mau menulis bagaimana cara menghindari kegiatan itu, karena saya lihat tadi disebuah forum diary dimari pun ada yang curhat gimana sih cara menolak ajakan silaturahim, tapi kayaknya nggak perlu karena bisa dituduh sebagai orang yang memprovokasi ajakan membenci perbuatan baik.

Cukuplah cuma ini, sekedar menceritakan pengalaman pribadi bukan edukasi cara menghindari dari ajakan mempererat tali persaudaraan




Tentang bagaimana kebiasaan ini baik atau buruk keluarkan banyak uang di hari hari setelah Ramadan ya kurang tahu, namun menurut saya pribadi apapun sesuatu perbuatan yang memberatkan kita itu hukumnya tidak baik (kasih uang jika kita mampu ya nggak apa apa, kalau belum kuat jangan dipaksakan) karena sesuatu yang diberi itu bisa disebut adalah hadiah, dan hadiah diperuntuk bagi mereka yang mampu memberi hadiah!

"narasi dan opini sendiri"


Tulisan Sendiri:

@amekachi

Sumber Tulisan: Pengalaman Pribadi

Sumber Gambar: Penelusuran Gambar Google