Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

chiiammu02Avatar border
TS
chiiammu02
Cerpen Senja Sebelas Oktober [ Sad Story' ]
Dok.Pribadi
SENJA SEBELAS OKTOBER

penulis: Chii Ammu
Kategori : Cerpen [Sad Story]



Aku berlari dengan napas tersengal-sengal menuju taman tempat dimana janji itu ada. Setiba di sana kutarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Merapikan diri agar tidak terlihat berantakan didepannya, setelah itu menghampiri seorang pria yang sudah menungguku di pohon besar di sana.

“Maaf Ryu, aku telah membuat kamu menunggu lama di sini.” Ucapku dengan nada bersalah. Hampir saja aku melupakan sebuah janji antara aku dan dia.

“Sudahlah, nggak apa-apa? kau sudah berusaha agar tidak telat sampai ngatur napas gitu,” balasnya menyunggingkan senyum. Tampaknya aku ketahuan jika aku berlari-lari untuk menemuinya.

Senyumnya itu, aku selalu merasa bahagia. Entah, mungkin hal itu yang membuat aku jatuh hati untuk pertama kali kepadanya.

“Terima kasih , Ryu.”

Wajahnya yang bersih, rambut yang bewarna pirang keemasan, dan manik matanya sebening lautan yang menyejukkan serta kehangatan cinta yang dia berikan membuatku nyaman. Ryu menatap langit yang kini terhias oleh lembayung. Senja telah tiba. Entah, ada sesuatu yang tersembunyi dalam hati. Rasa sedih bersemayam.

“Hari sudah senja, rasanya berat untuk melangkah pergi dari sini”.

“Apa kau akan pergi? Kita baru saja ketemu.”

Ryu menatap serta meletakan kedua tangannya ke pundakku kemudian menarik tubuhku. ”Yui yang kucinta, senja dan taman ini sebagai saksinya, aku akan selalu merindukan hal ini.”

“Berjanjilah padaku, kau kan kembali untukku, Ryu.”

“Sebelas oktober aku akan kembali! Aku berjanji dan kau harus menungguku di sini, di waktu yang sama, ketika lembayung itu menghias hari,” ucap Ryu menggenggam tanganku.

Kini giliranku memeluknya, ”Aku akan setia menunggu, Ryu”. Tanganku terasa berat untuk melepaskan tubuh pria yang mencintaiku. Tak ingin dia pergi lagi menjauh dariku. Namun, keadaan memaksaku untuk harus merelakan pergi untuk kembali bersatu di kemudian hari. Itu hal kami impian jika bertemu kembali saat itu.

“Sekarang aku harus pergi, sampai jumpa lagi, Yui,” ucap Ryu mengukir senyum dan melangkah pergi.

Aku hanya bisa memandang punggung yang cukup lebar, jika mengikuti mungkin aku akan kesusahan untuk biarkan ia pergi. Ryu pun tahu itu, mungkin kelak ia akan kerepotan bila sejenak meninggalkanku.

Sebuah mobil sedan melaju dengan cepat mengarah ke Ryu.

“Ryu, Awaass!” teriakku berusaha menjangkau tubuh jenjang Ryu. Namun, jarak antara kami cukup jauh. Mobil itu telah menabrak pria setiap waktunya yang kurindukan. ”Ryu... ” panggilku lirih. Ryu tak sadarkan diri, genangan darah telah melumuri tubuhnya. Tetesan air mata jatuh membasahi tubuh kaku pria yang kucintai. Sementara mobil sedan yang menabraknya berlalu begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban. Sepi tidak ada seorang pun di sekeliling kami.

“Ryuuu!!” teriakku melepaskan kesakitan akan kepergiannya.

⚜️⚜️⚜️⚜️

Musim telah berganti, butiran salju pun berjatuhan menutupi pohon-pohon, jalan-jalan, dan atap rumah. Entah, ada sesuatu yang hilang dari dalam diriku ketika tersadar dari tidur yang panjang. Butiran salju yang terlihat di luar jendela seolah menarik jiwaku untuk bermain-main dengannya. Ada bayangan yang terkesan tidak asing disana. Bayangan perang salju bersama Ryu.

“Yui,” Bayangan itu pun buyar ketika suara ibu memanggil.

“Ibu.” Aku menoleh belakang ketika suara Ibu memanggil. Ibu berdiri di ambang pintu dan melangkah mendekati jendela.

“Jangan lakukan hal itu! Nanti tak kunjung sembuh,” kata Ibu sembari menutup jendela yang telah kubuka.

“Maaf, Bu. Yui hanya ingin lihat suasana di luar secara jelas, kacanya berembun.” Terangku mengapa membuka jendela.

“Keadaanmu sedang tidak sehat, ibu tak ingin keadaanmu memburuk.”

Aku tak bisa berkata apa-apa cukup mendengar khawatiran Ibu terhadapku. Elusan sayang Ibu seolah aku tampak seperti anak kecil yang di manjakan. Padahal usiaku sudah melewati kepala dua. Setelah mengelus dan mengechek kesehatanku Ibu melangkah keluar kamar. Hanya sebentar, tidak begitu banyak bicara.



Aku melangkah ke almari mengambil photo album dan membukanya. “Aku ingin musim ini cepat berganti, Ryu. Agar aku bisa menjumpai dirimu, sebelas oktober yang kau janjikan padaku itu.”

Rasa rindu menggerakkan diriku untuk terus memandangi kenangan yang di abadikan oleh photo. Tersenyum saat melihat photo aku bersama Ryu ketika liburan di bukit.

“Yui!” panggil seorang dengan sumringah di balik pintu.

“Ah, kamu kemi,” kataku mengenal wajah yang berlari kecil mendekapku.

”Syukurlah, jika kau masih mengingatku, kupikir kau tak ingat siapa aku, Yui”.

Aku tak mengerti apa yang di katakan oleh Kemi. Tentu aku mengingatnya, dia sahabat yang selalu mengerti tentangku, dan tempat aku bercurahkan cerita. Mengapa dia bisa berpikir aku melupakan tentang dirinya? Apa yang tengah terjadi selama aku tertidur? Isi kepalaku jadi penuh dengan pertanyaan.

“Apa maksudmu? Pasti aku mengingatmu, kau sahabatku,” tanyaku yang penasaran.

“Kukira kau lupa tentang diriku akibat kecelakaan itu? Kau koma hampir setahun, Yui. Dan yang kudengar kabar separuh ingatanmu hilang, karena itu aku ingin menemuimu, apakah kau lupa dengan diriku?” terang Kemi memandangku.

Aku tersenyum mendengar penerangan dari Kemi. “Terima kasih kau sudah mengkhawatirkan diriku. Sungguh aku tak lupa denganmu, aku masih ingat jelas tentang kamu, Kemi.”

Kemi melirik album photo yang aku pegang. ”Syukurlah, kau merindukannya ,Yui?” tanya Kemi melihat album photo yang kupegang.

“Tentu, aku akan selalu merindukan sosoknya. Akh, … tak sabar menunggu bulan oktober tiba,” jawabku memandang luar jendela.

⚜️⚜️⚜️⚜️

Tanggal yang kunantikan telah tiba, dengan rasa yang tidak sabar aku segera berlari ke taman yang dimana janji itu tumbuh. Dan pergi lebih awal dari waktu janji itu di tentukan, semilir angin pun mendukung dengan kesejukan, menerbangkan daun-daun yang gugur di udara, pun awan tampak seperti biri-biri sedang berkumpul. Semua tampak indah untuk hari ini.

“Yuuiii!” Sapa Kemi berlari kecil menghampiri. “Kuperhatikan, kau seperti menunggu sesuatu di taman ini? Benarkah itu?”

Ya … kau benar Kemi aku menunggu sesuatu yang melepaskan belenggu rindu ini, “Aku menunggu langit berubah senja, Kemi!” jawabku senang.

“Senja? Mengapa menunggu senja?”

“Karena ada janji yang harus dituntaskan di waktu senja, Kemi.”

“Apa yang kau maksud adalah RYU?” tanya Kemi menekan suara tepat nama Ryu.

Aku merasa ada yang aneh saat Kemi menyebut Ryu dengan suara menekan, “Apa ada suatu yang terjadi?”

“Sungguh kau tak mengingat apa-apa? Tentang kejadian satu tahun silam, Yui?” Kemi kembali balik tanya tentang ingatanku.

Aku tidak langsung menjawab ketika mendengar pertanyaan balik Kemi. Isi kepala mulai bekerja mencari lembaran–lembaran setahun silam. Tapi, aku tak tahu hal yang pasti, peristiwa yang mana dimaksudkan Kemi antara aku dan Ryu. “Entahlah, hal yang paling kuingat Ryu memintaku menunggu di sini, di bawah langit senja pada tanggal sebelas oktober,” kataku melangkah dekat pohon tempat perjanjian itu terucap.

“Sebaiknya, kita pulang. Karena Ryu tidak akan pernah datang memenuhi janji itu,” Ujar Kemi memintaku untuk berhenti menunggu.

“Mengapa kau bisa bicara begitu? Aku lebih mengenalnya.”

Kemi bergeming. Matanya memandang ke arah lain. Ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.
“Aku tahu, kau jauh lebih mengenalnya dibandingkan aku, jika kau ingin menunggu ...” Kemi melangkah ke arah kursi yang tidak jauh dari pohon lalu kemudian duduk. “Aku akan ikut menunggu di sini.”

Aksi Kemi membuatku sedikit terkejut. Kupikir ia akan melanjutkan perkataan untuk memaksaku untuk kembali pulang. Berhenti menunggu seorang yang kurindukan selama ini. Namun, ia memilih ikut menunggu menemani.

Sepanjang waktu kami hanya berdiam. Menikmati perubahan langit yang mulai menguning. Matahari sudah benar-benar tertelan. Yang kutunggu-tunggu tidak menampakkan diri.

Senja sudah berlalu, giliran malam mengundang udara dingin untuk menyelimutinya. Apa kuharus mengakuinya? Apa yang di katakan oleh Kemi bahwa Ryu tak akan datang menepati janjinya padaku? Akh, ini bohong! Tanganku mencengkram ujung kursi menahan kekesalan.

“Masih ingin menunggu? Senja yang kau tunggu sudah berganti malam, kau tak mengingatnya?” tanya Kemi memulai percakapan.

“Apakah ada suatu yang terjadi?” Aku kembali bertanya, menatap Kemi berharap ia menjelaskan semuan yang disimpan sejak tadi.

“Jujur, aku merasa berat untuk menceritakan padamu, Yui. Tapi, itu sebuah kenyataan yang harus kau terima. Bahkan kaulah yang menceritakan padaku tentang kepergiannya.” Terangnya dengan wajah sendu. “Sebuah kecelakaan telah membawanya pergi darimu untuk selamanya, dan beberapa hari kemudian kau pun mengalami kecelakaan hingga nyawamu di ambang kritis. Benturan keras di kepalamu telah mengambil sebagian ingatanmu. Dan yang hilang adalah kepergian Ryu,” Kemi melanjutkan cerita dan memandangku. “Sekarang kau mengerti Ryu tak akan menepati janji menemuimu, Yui.”

Seketika aku menunduk, mengobrak-abrik memori dalam kepalaku. Mencari dan terus mencari lembaran yang diceritakan oleh Kemi. Aku tak percaya, tak percaya bahwa potongan cerita itu ada. Ryu sudah tiada.

“Aku tak ingat apa-apa!! Kau BOHONG!!! … bohong kan, kemi?” Kataku menuduh semua cerita itu sebuah kebohongan. Ryu hanya pergi sementara bukan selamanya.

“Aku nggak bohong! Untuk apa aku membohongi sahabatku tentang hal itu? Aku ingin kau ingat hal itu,” balas Kemi membela jika semua yang dikatakan itu kebenaran.

“CUKUP!! Cukup, aku tak ingin lagi mendengarnya! Ku mohon biarkan aku sendiri di sini!” Aku mulai histeris, dan tidak bisa menerima kenyataan aku kehilangan Ryu.

Kemi tidak mengatakan apa-apa, melangkah pergi tinggalkan aku sendiri di taman yang sepi. Mungkinkah ia tahu jika hal ini akan terjadi jika ia menceritakan sejak awal? Ia takut akan kejiwaanku yang meronta akan pernyataan bahwa Ryu sudah meninggal setahun silam. Sungguh aku tak percaya hal itu, dan mencoba mengingat kembali, “Aargh, kenapa aku tak ingat kejadian itu?”

“Izinkan aku untuk membantu mengingatnya.” Sebuah suara tiba-tiba muncul di sela-sela kejiwaanku meronta.

“Ryu …,” Aku menoleh asal suara. Terkejut melihat pria yang menjanjikan datang pada senja sebelas Oktober berada di hadapanku. “Kau datang Ryu, ” Aku segera memeluk tubuhnya. “Ryuuu… Ryu, kau dimana?” Aku mencari-cari keberadaan Ryu yang hilang begitu saja.

Suasana yang gelap tiba-tiba berubah menjadi cerah. Udara dingin yang semilir menjadi hangat.

“Haha…haha...” seorang gadis tertawa di kursi taman bersama seorang pria.

“Ryu,” kataku lirih ketika wajah pria itu mengarah padaku. “Gadis itu, … aku!” aku terkejut melihat wajah gadis itu saat menoleh.

Saat itu aku menyadari bahwa semua yang berada di hadapanku adalah kilas balik kebersamaanku dengan Ryu. Hingga tiba kecelakaan itu merenggut nyawa seorang yang telah berikan kebahagiaan pada hariku. Bayangan itu adalah bagian yang hilang dalam ingatanku. Ketidakterimaan akan kepergian Ryu membuat ingatan itu hilang. Mengapa Kemi bisa bicara begitu? karena dia mengetahui bahwa janji itu tidak akan terpenuhi.

“Yui, cukup kenanglah aku dalam hatimu,” Suara Ryu menggema diiringin embusan angin.

⚜️⚜️⚜️⚜️

Karena semalam terlalu lama berada di luar kini aku kembali di rawat. Kemi sahabatku menjenguk kembali dan menjajarkan diri di samping ranjang dengan raut wajah bersalah.

“Maafkan aku, seharusnya aku tidak meninggalkan kamu di taman kemarin, tapi kamu butuh waktu sendirian di sana. Aku nggak tahu lagi harus melakukan apa saat itu.”

“Tidak, aku yang salah, Kemi. Aku mengerti, kamu sebenarnya nggak berbohong. Aku telah mengingat, ingatan yang hilang.” Ucapku mengakui Kemi tidak berbohong.

“Ingatanmu telah kembali?! Syukurlah.”

“Tapi, Aku selalu merasa dia ada dan selalu ada di sini, Kemi.”

“Karena dia selalu ada di setiap sudut hatimu, Yui.”

“Ya, kau benar. Dia hidup di dalam hatiku.” Aku tersenyum dan memegang dada. Jika Ryu selalu terasa hidup di dalam hati.

Kemi tersenyum dan membantu aku bangun dari ranjang. “Kemi, kau adalah sahabat yang kubanggakan, hanya kamu yang tertinggal di masa laluku. Aku tak ingin kau jauh dariku apapun permasalahannya, aku tak ingin jauh darimu,” aku melingkarkan tangan ke leher Kemi. “Tetaplah bersamaku.” Aku tidak ingin kehilangan dirinya setelah kepergian Ryu. Kami bertiga adalah sahabat kecil, sering berjalan bersama. Namun, Kemi melanjutkan kuliah di luar negeri sementara kami berdua saling jatuh hati dan ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. Tapi, keuangan Ryu belum cukup untuk biaya pernikahan hingga ia memilih bekerja ke luar daerah demi membahagiakanku kelak bersamanya. Waktu tidak mendukung untuk sebuah kebersamaan seperti ayah yang kurang suka dengan Ryu. Meminta Ryu harus bisa menjadi seorang yang dibanggakan keluarga.

“Ya, aku tak akan membiarkan kamu dalam kesepian.” Kemi membalas pelukanku.

Senja sebelas Oktober akan menjadi kenangan untukku akan janji yang ditinggalkan olehnya. Janji pertemuan aku dan dia. Meski, kamu telah tiada, aku akan tetap berlari pada taman pada senja sebelas Oktober. Karena saat itu aku akan bertemu pada bayangan tentang kita berdua di bawah pohon.

THE END

indrag057
slugdinobot
bukhorigan
bukhorigan dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.2K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.