darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
Andai Bunuh Diri itu Bukan Dosa
Sumber Gambar


Selamat membaca, semoga dunia kalian lebih banyak bahagianya


Hallo, hari ini aku mau cerita. Cerita tentang masa sulit dan keadaan pilu yang kerap menimpa seseorang. Bay the way,apakah tidak apa-apa mengeluh di sini? Ah, tidak. Ini bukan keluhan, kan? Yang kutulis ini hanyalah cerita. Cerita yang merupakan kisah hidup seseorang yang tidak mudah.

Sebut saja ia Langit. Jika yang kalian tahu langit itu tinggi, itu benar. Langit itu biru, itu juga benar. Tapi kadang-kadang, langit bisa berubah abu-abu dan kelam, kan? Ya, sama seperti Langit yang akan kuceritakan ini.

Usianya akan genap 30 tahun di bulan juli nanti. Sejak kecil, ia bukan anak yang ceria. Bukan tanpa alasan. Sikap dinginnya dipengaruhi oleh keadaan keluarga yang terbilang kurang mampu. Langit jarang berinteraksi dengan teman-teman perempuannya. Bukan tak ingin, ia hanya merasa rendah ketika mencoba menjadi teman seseorang. Kalian tahu kenapa? Itu karena, Langit seringkali tak dianggap keberadaannya.

Lalu bagaimana dengan kelurganya? Apakah mereka juga tidak peduli dengan Langit? Yang ia ingat di masa itu, sekitar tahun 1990 an hingga 2000 an, hubungan antara orangtua dan saudara tidak begitu dekat semua. Hanya ada satu dua saudara yang benar-benar dekat, namun tidak akur.

Sebagai anak yang hampir paling terakhir, Langit menjadi yang paling kesepian. Itu yang ia rasakan. Orangtua terlalu sibuk mencari nafkah. Tidak ada waktu untuk memanjakan anaknya. Harus kerja pagi hingga sore. Jarang bertanya apa yang diinginkan anak. Karena memang, masalah ekonomi yang tidak mendukung.

Boro-boro bertanya apa yang diinginkan atau apa barang kesukaan anak, saat berjalan melewati penjual kue saja, orangtua buru-buru melangkah agar anak tidak meminta kue tersebut. Dan, itu semua pernah dialami oleh Langit. Bukan orangtua tidak sayang, perlu ditegaskan bahwa itu karena masalah ekonomi yang tidak mendukung.

Setelah dewasa, Langit sangat ingin masuk Universitas seperti teman-teman sekolahnya. Sayang sekali, keadaan masih belum berpihak padanya. Ia pun memutuskan untuk bekerja, mengumpulkan uang sebanyak yang ia bisa. Tetapi, lagi-lagi tidak ada yang terpenuhi. Ada saja hal-hal yang menghalangi cita-citanya. Jika bukan orangtua yang sakit, maka saudaranya. Jika bukan saudaranya, itu pasti Langit sendiri.

Bertahun-tahun bersabar, Langit masih berjalan di tempat. Bekerja di tempat yang sama, penghasilan yang tidak bertambah, miskin pengalaman, tidak berani mengambil keputusan, dan hal-hal tidak menyenangkan lainnya. Salah satu yang paling dibenci Langit ialah, tidak pernah mendapat izin untuk merantau. Padahal, dengan merantau, ia bisa menjadi gadis yang mandiri.

Nasib menjadi anak cewek terakhir. Padahal bukan anak terakhir. Hampir semua hal harus mendapat izin terdahulu sebelum melakukan sesuatu. Satu per satu kakak laki-laki dan perempuan Langit menikah. Hubungan bersaudara semakin renggang dirasa. Tidak bisa dengan mudah meminta tolong. Karena, mereka sudah punya keluarga sendiri untuk diurus. Rasa sungkan saat meminta sesuatu pun dirasakan oleh Langit.

"Wah, ternyata seperti ini, ya, jika kakak sudah menikah? Tidak bisa mengajaknya bepergian dengan mudah. Tidak bisa bertukar pakaian seenaknya. Tidak bisa mengambil barang-barangnya sesuka biasa."

Beberapa kali ia bergumam sendiri. Langit harus lebih perhatian ke orangtua. Meski tidak lagi tinggal bersama mereka, Langit tetap harus mengurus dari jauh. Jarak kota kabupaten sekitar 1 setengah jam saja. Ia tetap mengirim kebutuhan bulanan, mengisi token listrik, dan lain-lain. Pulang hampir setiap tanggal muda. Bukan berari saudara yang sudah menikah tidak memberikan sesutu untuk mereka (ortu). Hanya saja, tidak sebebas saat masih sendiri.

Cobaan apa, sih, yang sering membuat Langit frustasi? Apa hal tersulit yang membuat ia merasa ingin mengakhiri hidup?

Ada banyak hal. Sejak tahun 2012, ia kerap dihadapkan dengan kejutan-kejutan hidup perihal rasa sakit (ketidak sehatan fisik). Baik itu orang tuanya, keluarga (kakak adik, keponakan), maupun diri sendiri. Langit bahkan sempat tidak bisa berjalan hampir setengah tahun karena suatu penyakit. Bersyukur Tuhan masih memberi kesempatan untuk hidup dan sembuh.

Baru beberapa bulan sembuh dari penyakit, ujian baru ia dapatkan lagi. Ayahnya harus koma selama 2 bulan karena sebuah kecelakaan dan penyakit. Tinggal di rumah sakit selama dua bulan bukan hal yang mudah bukan? Kehabisan tenaga, kehabisan uang, dan hampir habis kesabaran.

Waktu terus berlalu, persoalan hidup Langit tidak jauh dari ketidak sehatan raga, rumah sakit, obat, dan ekonomi yang tidak membaik. Masalah cita-cita? Itu sudah jauh terlupakan. Sudah tidak lagi diimpikan. Sepertinya Tuhan memang tidak mengizinkannya. Jadi, yasudahlah, pikir Langit.

Tidak berhenti di ayahnya yang koma. Langit lagi-lagi harus menerima kejutan baru. Adiknya mengalami kecelakaan kerja. Beruntungnya, biaya ditanggung perusahaan. Tetapi tetap saja, untuk makan dan dan lain-lain harus dikirim karena tinggal beda pulau. Satu dua bulan berselang, saudara, anak saudara, ibu, lagi-lagi tidak sehat. Berkunjung ke rumah sakit itu sungguh sangat membosankan.

Tuhan hanya memberi waktu tenang maksimal dua bulan. Setelah itu, ada saja kejadin yang bikin Langit frustasi. Tak sadar usianya semakin bertambah. Setiap bertemu teman lama atau tetangga, pertanyaan "kapan nikah?" sudah pasti menamparnya.

Langit menyaksikan hidup berumahtangga itu tidak mudah. Sama sekali tidak mudah. Harus bangun subuh, membersihkan rumah, memasak, mengurus anak, mencuci, dan masih banyak lagi. Dan itu berlaku setiap hari. Tidak ada hari libur. Tidak ada kata tidak bekerja. Jika hendak bersantai sejenak, rumah akan seperti kapal pecah.

Kembali ke masalah hidup Langit. Bulan lalu ia kembali ke rumah sakit. Tinggal selama 5 hari karena adiknya sakit. Belum usai masalah kesehatan adik, keponakan dan kakak perempuan terdekatnya juga ikut masuk rumah sakit. Langit harus tinggal selama 8 hari lagi. Apakah keluarga dari suami kakakkya tidak ada? Ada, tetapi entah kenapa tidak menjenguk. Suami tentu saja harus bekerja. Jika tidak, bagaimana bisa memberi nafkah?

Setelah 8 hari, masuk lagi dua keponakan selama seminggu karena demam berdarah. Resiko tinggal di kota, mau tidak mau segala yang berhubungan dengan kata rumah sakit ini, ia harus merasakan bebannya juga. Menyiapkan makanan dan menjenguk. Belum lagi masalah pekerjaan. Rekan kerja tidak ada yang bersahabat, tidak mau mengerti keadaan Langit yang sungguh kesulitan. Langit harus tetap bekerja lembur, pulang malam bukannya istirahat, Langit harus menginap di rumah sakit.

Saat ini, ketika menulis tulisan ini. Langit sedang duduk di tempat kerja, memikirkan apakah operasi ayahnya hari ini akan berhasil? Sudah memasuki tanggal tua, uang untuk bolak balik rumah sakit ke kostan pun kesulitan. Jadi, Langit berpikir, jika saja bunuh diri itu bukan dosa, mungkin sudah lama ia melakukannya.


Menjalani hidup dengan masalah bertubi-tubi dan hanya diberi ketenangan setengah hingga satu dua bulan saja, rasanya cukup membuat frustasi. Bagaimana, Gansist? Kalimat semangat seperti apa yang bisa kalian berikan untuk Langit? Haruskan ia tetap hidup dan bersabar?


End ....


Penulis: @darmawati040
bukhorigan
a.rizzky
screamo37
screamo37 dan 12 lainnya memberi reputasi
11
2.1K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.6KThread26.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.