Tahun 1998 adalah tahun yang cukup berat bagi Indonesia, krisis ekonomi yang melanda Asia membuat situasi di politik di tanah air jauh dari kata stabil. Rupiah yang melemah parah sampai dengan rentetan kerusuhan membuat pemerintahan Orde Baru terguncang dan berakhir dengan lengsernya Soeharto pada 21 Mei 1998.
Masalah tak berhenti sampai di sana, massa terus menuntut reformasi yang sebenarnya karena Presiden Habibie dianggap masih bagian dari Orde Baru. Maka dari itu Pemilihan Umum diputuskan untuk dipercepat menjadi tahun 1999. Seharusnya Pemilu tersebut diadakan pada 2002 setelah Pemilu sebelumnya digelar pada 1997 sebagai Pemilu terakhir Orde Baru.
Karena iru terjadilah pesta besar demokrasi pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru setelah bercokol selama 32 tahun lamanya. Keran demokrasi kembali dibuka, parpol yang tadinya hanya tiga berubah menjadi puluhan, siapapun bisa mendirikan parpol baru asalkan memenuhi syarat.
Parpol yang mengikuti Pemilu 1999 berjumlah 48 parpol setelah KPU melakukan proses seleksi dan verifikasi. Tiga parpol jebolan Order Baru tetap ikut serta. Menariknya, ada beberapa perubahan. Golkar berubah namanya menjadi Partai Golkar lalu ada dua PDI di sini. Mereka adalah PDI Perjuangan (PDIP) yang didirikan oleh Megawati Soekarnoputri dan PDI pimpinan Suryadi yang memakai logo banteng ala Orba.
Kemudian PPP juga masih ada dengan perubahan logo dari bintang kembali menjadi Kabah. PPP adalah partai hasil fusi Orde Baru dari berbagai parpol berasaskan Islam.
Di Pemilu 1999 ini juga menjadi debut beberapa parpol baru yang kelak menjadi kekuatan yang diperhitungkan sampai dengan sekarang. Mereka adalah Partai Keadilan (PK) yang berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Pemilu selanjutnya. Lalu ada Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan oleh Amien Rais, selaku salah satu tokoh reformasi.
Kita juga tak boleh melupakan debut Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partainya Gus Dur yang langsung jadi salah satu parpol besar dengan dukungan massa NU yang kuat.
Penentuan kursi di DPR ditentukan proporsional berdasarkan hasil persentase suara nasional. Ini membuat partai yang lolos ke Senayan cukup banyak.
Quote:
Pesta Besar yang Riuh
Pemilu 1999 merupakan Pemilu yang pertama kali diadakan di era Reformasi, tak ada lagi skenario Orde Baru untuk menentukan siapa yang akan menang dan kebebasan berpendapat dibuka selebar-lebarnya. Wajar jika Pemilu ini diikuti oleh masyarakat luas dengan sangat antusias dan penuh semangat. Bisa dibilang, ini merupakan Pemilu paling riuh dan meriah setelah Pemilu 1955.
Wajar jika itu terjadi, sebab rakyat saat itu punya harapan yang sangat tinggi pada era yang baru dan presiden yang baru setelah puluhan tahun terkungkung oleh cengkraman Orde Baru. Kampanye terbuka berlangsung sangat meriah dan puluhan sampai ratusan ribu orang turun ke jalan untuk merayakan pesta ini.
Yang paling diingat adalah menggilanya dukungan kepada PDIP, kampanye PDIP kala itu merupakan yang paling riuh dengan dukungan kepada Megawati. Kemeriahan seperti ini nampaknya tidak terjadi lagi di Pemilu-Pemilu berikutnya.
Tepat pada 7 Juni 1999, pemungutan suara pemilihan legislatif diadakan secara serentak di seluruh Indonesia. Sesuai dengan prediksi masyarakat kala itu, Parpol yang memenangkan Pemilu 1999 ini adalah PDIP dengan persentase 33,74%. Golkar yang menjadi raja di Orde Baru rupanya masih punya taring dan menempati peringkat kedua dengan 22,44%.
PKB menempati posisi ketiga dengan 12,61% yang membuktikan pengaruh Gus Dur yang sangat kuat. Ada pun peringkat keempat dan kelima masing-masing ditempati oleh PPP dengan 10,71% dan PAN dengan 7,12%. Sebagian parpol lainnya hanya mendapatkan suara di bawah 1%.
Pilpres yang diwarnai dengan Drama
Pemilihan Presiden diadakan pada 19 Oktober 1999 dan Wakil Presiden dua hari kemudian. Pilpres saat itu dipilih oleh anggota MPR dan terjadi drama yang membuat Megawati gagal menjadi Presiden walaupun partainya menang telak.
Kandidat awalnya saat itu adalah Megawati Soekarnoputri dan BJ Habibie. Namun, Amien Rais bergerak cepat dengan membentuk Poros Tengah yaitu koalisi partai Islam untuk mendukung Gus Dur sebagai calon presiden. Di sisi lain, pidato pertanggungjawaban Habibie di depan MPR ditolak, membuat Habibie mengundurkan diri dari pencalonan. Setelah itu, Golkar malah ikut mendukung Gus Dur.
Kemenangan PDIP menjadi sia-sia karena Megawati kalah ketika pemilihan presiden oleh MPR. Hasilnya Gus Dur keluar sebagai pemenang dengan 373 suara, sementara Megawati hanya mendapatkan 313 suara.
Beruntung, Megawati masih bisa menang sebagai Wapres setelah beradu dengan cawapres lainnya, Hamzah Haz. Megawati memenangkan 396 suara sementara Hamzah Haz 284 suara. Bisa dibayangkan jika Megawati saat itu kalah juga sebagai cawapres. Menang di Pileg, tapi jadi oposisi dan menunjukan jika sistem Pemilu saat itu memang amburadul.
Namun, kemeriahan Pemilu 1999 ini berakhir antiklimaks. Gus Dur dilengserkan pada 2001 oleh MPR karena berbagai masalah yang ada. Lalu Megawati yang melanjutkan sisa jabatannya juga dianggap sebagian rakyat telah gagal memenuhi ekspektasi. Popularitas Megawati langsung merosot sampai sekarang.
Dengan kata lain, Pemilu 1999 merupakan contoh peristiwa di mana harapan yang terlalu tinggi tapi hasilnya tak bisa memenuhi ekspektasi.
Berapa usia agan sewaktu Pemilu 1999?