dragonroarAvatar border
TS
dragonroar
Ramos Horta Ungkap Fakta Haru: Sampai Kapan pun Timor Leste Tak Akan Hina Indonesia
Ramos Horta Ungkap Fakta Haru: Sampai Kapan pun Timor Leste Tak Akan Hina Indonesia
Kamis, 17 November 2022 12:32



POS-KUPANG.COM

TAK BISA LUPA - Ramos Horta ungkapkan kalimat haru bahwa sampai kapan pun Timor Leste tak akan menghina Indonesia. Ungkapannya itu ternyata dilandasi sejumlah fakta tentang perjalanan panjang hingga Timor Leste lepas dari Indonesia dan kini jadi negara merdeka. 


POS-KUPANG.COM - Ramos Horta, Presiden Timor Leste mengungkapkan pernyataan yang mengharukan. Ia menyebutkan bahwa sampai kapan pun Timor Leste tak akan menghina Indonesia.
"Sampai sekarang kami tidak pernah dicuci otak untuk membenci seseorang. Dan, sampai kapan pun kami tidak akan pernah menghina Indonesia."
Pernyataan itu meluncur dari mulut Presiden Ramos Horta danm belakangan ini apa yang diungkapkannya mulai viral di media sosial (medsos).
Dikatakannya, semenjak lepas dari Indonesia pada 20 Mei 2002 silam, sampai sekarang Timor Leste tidak pernah melontarkan satu pun kata yang mendiskreditkan Indonesia.

Bahkan selama 20-an tahun menjadi negara merdeka, Timor Leste senantiasa menghormati Indonesia, sama seperti yang dilakukan terhadap negara-negara lain di dunia.
Ramos Horta mengungkapkan bahwa pasca kemerdekaan tahun 2002, seluruh warga Timor Leste menerima upaya rekonsiliasi antara warga Timor Timur dan Indonesia.
Rekonsiliasi itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati oleh Mantan Presiden, Xanana Gusmao. Dan, hasilnya pun luar biasa.
Sampai saat ini, lanjut dia, tak satu pun warga Timor Leste yang merendahkan Indonesia. Justeru sebaliknya Timor Leste selalu menaruh hormat pada Indonesia, karena tak pernah meninggalkan mereka.
Jose Ramos Horta mengungkapkan fakta tersebut saat diwawancarai Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Program Rosi, belum lama ini.

Dia juga mengaku bahwa sampai saat ini Timor Leste tak pernah merendahkan Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, kendati di Timor Leste mayoroitas warganya beragama Katolik.
Timor Leste, kata Ramos Horta, justeru selalu mengapresiasi dukungan Indonesia yang tak pernah meninggalkan mereka untuk berjalan sendiri.
Dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain, kata Ramos Horta, Indonesia selalu memberi tempat melalui hubungan bilateral yang direnda selama ini.
Dukungan itu, lanjut dia, menandakan bahwa Indonesia tidak menggunakan cara murahan untuk membalas dendam, terlepas dari kenangan pahit dan manis, termasuk keputusan Timor Timur untuk melepaskan diri dari NKRI.
"Pemimpin dan masyarakat Indonesia menganggap konflik telah usai, rezim telah berubah, dan tidak meninggalkan Timor Leste. Mereka (Indonesia) justru memperlihatkan kehebatannya kenegarawanannya," puji Ramos Horta.

Untuk diketahui, Presiden Timor Leste berkunjung ke Indonesia pada 19 Juli 2022 lalu. Saat itu Ramos Horta menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor.
Saat mobil kepresidenan tiba pukul 09.55 WIB, Ramos Horta disambut marching band, pasukan berkuda, serta sejumlah orang berpakaian adat.
Setelah bersalaman dengan Presiden Jokowi, kedua pemimpin negara itu lalu menuju halaman Istana untuk upacara penyambutan dan mendengarkan lagu kebangsaan kedua negara.
Saat memberikan sambutan, Ramos Horta mengatakan dulu, ia sering berkunjung ke Jakarta. Namun kunjungannya itu sebelum Timor Leste merdeka.
Kunjungan pertama Ramos Horta ke Jakarta pada 1974. Saat itu, dia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Adam Malik.
"Saya sudah sering ke Indonesia untuk beberapa keperluan. Pertama kalinya, saya ke sini tahun 1974. Saat itu saya ketemu Pak Malik," ujar Ramos Horta.
Saat itu, kenangnya, hanya ada tiga hotel besar di Indonesia. Hotel Indonesia, Kartika Plaza dan Kartika Chandra.
"Tapi saya tidak menginap di hotel-hotel itu. Saya hanya menginap di losmen," ujar Ramos Horta disambut tawa oleh Presiden Jokowi dan delegasi yang hadir.
Ramos Horta juga mengenang suasana saat ia menyempatkan diri berkeliling Kota Jakarta dengan menumpang becak.
Ramos Horta juga mengaku berkawan akrab dengan salah satu kepala daerah di Indonesia, yakni Gubernur El Tari. El Tari merupakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 1966-1978.
Di sela-sela kunjungan, mantan anggota Partai Fretilin itu turut bertandang ke kediaman Presiden Ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Bahkan SBY menghadiahkan sebuah lukisan karyanya yang berjudul The Ocean of Peace and Friendship kepada Ramos Horta.
Gus Dur dan referendum Ramos Horta juga menyempatkan bertandang ke kantor Kompas Gramedia pada Rabu 20 Juli 2022.

Dalam wawancara dengan Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi, dia mengingat sosok Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terkait referendum yang membuka jalan bagi kemerdekaan Timor Leste.
Menurut Ramos Horta, sebelum menjadi Presiden RI, Gus Dur merupakan salah satu tokoh yang membahas referendum Timor Leste.
Percakapannya dengan Gus Dur terkait referendum, terjadi dalam kongres yang diorganisir oleh organisasi Katolik nirlaba, CCFD-Terre Solidaire, di Perancis pada 1980-an. Saat itu, lanjut Ramos Horta, Gus Dur hadir sebagai undangan.
"(Dalam kongres tersebut) dia (Gus Dur) bilang, 'ada orang yang ingin kemerdekaan, ada yang tidak. Ayo kita adakan referendum'.
Ya, dia (orang pertama yang berbicara) mengenai referendum. Saya terkejut," kata Ramos Horta dalam program "Rosi", seperti dikutip pada Kamis 22 Juli 2022.
Ramos Horta mengaku terkejut dengan pernyataan Gus Dur soal gagasan referendum itu.
Ia pun kembali menyapa Gus Dur setelah acara tersebut selesai, bahkan berjalan beriringan mengunjungi sejumlah stan di dalam kongres.
Setelah rangkaian acara kongres selesai, Ramos Horta mengaku kerap berhubungan dengan Gus Dur.
"Dia berbicara sangat sederhana. Dia bicara soal Timor Leste, saya terkejut dan bahagia. Tokoh Indonesia pertama yang berbicara tentang Timor Leste," tuturnya.
Ramos Horta akhirnya punya kesempatan bertemu lagi dengan Gus Dur saat Timor Leste sudah berpisah dari Indonesia.
Saat itu, Gus Dur menjabat sebagai Presiden ke-4 RI dan Xanana Gusmao menjabat sebagai Presiden pertama Timor Leste.

Ramos Horta tak menyebut jelas agenda apa sehingga petinggi Timor Leste datang ke Indonesia.
Namun, saat dirinya dan Xanana hendak kembali ke Timor Leste, Gus Dur mengantar mereka. Gus Dur disebut menyempatkan diri datang ke bandara melepas kepergian Xanana dan rombongan.
Momen itu lantas dimanfaatkan Ramos Horta untuk bertanya dan mengingat kembali pertemuan pertama di tahun 1980-an dengan Gus Dur.
Ternyata, kata Ramos Horta, Gus Dur mengingat peristiwa itu dengan jelas. "Ternyata dia sangat detail mengingat di mana kami bertemu, dibandingkan ingatan saya. Di mana acara itu berlangsung. Jadi dia ingat semuanya. Dia adalah manusia yang hebat, pemimpin moral yang hebat, bukan hanya bagi Indonesia tapi juga dunia," katanya.
Kenangan-kenangan dengan Gus Dur itulah yang membuat Ramos Horta menyambangi kantor PBNU di sela-sela kunjungan kenegaraan.
Dia juga menyambangi kantor Muhammadiyah dan mengusulkan keduanya menjadi penerima Nobel Perdamaian.
Menurutnya, NU dan Muhammadiyah layak atas penghargaan tersebut karena sudah terbukti memiliki peran dalam beragam isu kemanusiaan.
"Dua organisasi ini sangat layak mendapatkan Nobel perdamaian. Saya melihat sejak dahulu NU dan Muhammadiyah mempunyai peran yang sangat penting dalam menyuarakan perdamaian,” kata Ramos Horta saat berkunjung ke Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 20 Juli 2022 lalu.
Berpisah Pada 1970-an, Ramos Horta adalah salah satu tokoh pro kemerdekaan Timor Leste.
Kala itu dia bergabung dengan Partai Fretilin yang memang sejalan dengan pemikirannya yang menginginkan kemerdekaan tanah kelahirannya.
Setelah Perang Dunia II berakhir, wilayah Timor Timur (sebelum merdeka) yang sempat dikuasai Jepang kembali ke tangan Portugal.
Akan tetapi, pada 1974 terjadi kudeta di Portugal yang dilakukan Jenderal Antonio de Spinola yang menggulingkan pemerintahan rezim Estado Novo yang saat itu dipimpin Presiden Americo Tomas dan Perdana Menteri Marcello Caetano.

Setelah merebut kekuasaan, Spinol yang dilantik menjadi Presiden menerapkan kebijakan dekolonisasi daera-daerah jajahannya, termasuk Timor Timur. Ketika itu sejumlah partai politik di Timor Timur mempunyai perbedaan prinsip.
Partai Frente Revolutionaria de Timor Leste Independente (Fretilin) yang menjadi tempat bernaung Ramos Horta dan Xanana Gusmao menginginkan supaya segera memproklamasikan merdeka.
Sedangkan Partai Uniau Democratica Timorense (UDT) dan Associacao Populer Democratica Timorense (Apodeti) menolak gagasan itu dan condong untuk bergabung dengan Indonesia.
Karena perbedaan prinsip politik masing-masing kelompok semakin tajam, mereka kemudian memperjuangkan aspirasi dengan kekerasan yang berujung perang saudara.
Partai Fretilin yang mempunyai sayap milisi Falintil menguasai banyak wilayah.
Mereka kemudian mendeklarasikan sepihak kemerdekaan Republik Demokratik Timor Timur pada 28 November 1975. Hal itu membuat Apodeti murka dan meminta bantuan Indonesia untuk mengambil alih Timor Timur.
Indonesia kemudian menggelar operasi militer dengan sandi Operasi Seroja pada 7 Desember 1975. Invasi itu berlangsung hingga 17 Juli 1976.
Salah satu alasan pemerintah Indonesia saat itu untuk menyerbu dan menduduki Timor Timur adalah mencegah pengaruh ideologi sayap kiri yang diusung Fretilin berkembang di daerah itu.
Bersamaan dengan berakhirnya invasi, Indonesia menetapkan Timor Timur sebagai provinsi ke-27.
Meski sudah menjadi provinsi ke-27, gerilyawan Fretilin masih terus melakukan gerilya.
Situasi berbalik pada 1998 ketika gelombang demonstrasi menuntut reformasi akhirnya membuat Presiden Suharto menyatakan berhenti dan rezim Orde Baru berakhir.
Saat itu, tekanan sejumlah negara terhadap Indonesia terkait persoalan Timor Leste di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) semakin menguat.
Posisi Indonesia semakin sulit karena krisis ekonomi melebar ke bidang politik dan sosial, termasuk urusan Timor Timur.

Akhirnya, Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie yang menggantikan Suharto memberikan 2 pilihan, yaitu otonomi khusus atau memisahkan diri kepada penduduk Timor Timur.
PBB kemudian membentuk misi perdamaian yang bertugas melaksanakan jajak pendapat bagi masyarakat Timor Timur pada 30 Agustus 1999.
Hasilnya, sebanyak 78,5 persen memilih untuk memisahkan diri, sementara kubu pro integrasi mendapat 21,5 persen suara.
Pada 20 Mei 2002, Timor Timur diakui secara internasional sebagai negara merdeka dengan nama Timor Leste. Setelah merdeka dan terjadi dinamika politik.
Ramos Horta dan Xanana Gusmao yang menjadi sahabat karibnya berpisah dari Fretilin, dan memutuskan mendirikan Partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor (CNRT) sejak 2007. (*)

https://kupang.tribunnews.com/2022/1...nesia?page=all



nomorelies
samsol...
666fapfap
666fapfap dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.9K
41
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.3KThread40.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.