Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Pakar Hukum Pidana UI: Lukas Enembe Lakukan Pembangkangan Kedaulatan Hukum Nasional
Pakar Hukum Pidana UI: Lukas Enembe Lakukan Pembangkangan Kedaulatan Hukum Nasional



Gubernur Papua, Lukas Enembe (Antara)
ERA.id - Sikap tidak kooperatif Gubernur Papua Lukas Enembe dalam proses hukum, bukan hanya bentuk perlawanan terhadap KPK, tetapi juga pembangkangan terhadap kedaulatan hukum nasional Indonesia. Dan potensi pembangkangan tersebut bukan hanya dilakukan Lukas, tetapi juga oleh kuasa hukum, dokter pribadi, dan para pembela hukumnya.

“Mereka dapat dianggap merintangi atau menghalangi upaya hukum yang berlaku, sesuai KUHP oleh aparat penegak hukum", demikian diutarakan  pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Chudry Sitompul dalam diskusi yang digelar Moya Institute, yang bertajuk “Drama Lukas Enembe: KPK Diuji”, Jumat (21/10/2022).

“Seseorang yang terbelit kasus itu dapat dibuktikan sakit atau tidak dari pemeriksaan medis yang diatur oleh penegak hukum, bukan dari keterangan pihak tersangka. Apalagi pakai dokter pribadi segala,” ujar Chudry.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar pada 5 September 2022. Namun, hingga kini Lukas Enembe masih menolak untuk diperiksa KPK dengan dalih sakit. Cukup membingungkan bahwa Lukas ingin agar kasus yang menimpa dirinya diperiksa secara hukum adat.

Ketua Forum Badan Musyawarah Tanah Papua, Frans Ansanai mengungkapkan, penetapan tersangka Lukas merupakan fenomena yang berbeda dengan gubernur daerah lain yang juga menjadi tersangka. Frans menyampaikan, sebaiknya Lukas berbesar hati menghadapi pemeriksaan hukum dirinya dan tidak berkelit menggunakan hukum adat, yang jelas tidak ada nalar hukumnya.

Politisi refomasi Mahfudz Siddiq menjelaskan bahwa kasus hukum yang menjerat Lukas dapat saja terjadi atad semua kepala daerah di Indonesia. Hal itu menurut Mahfudz tidak perlu melihat kasus Lukas sebagai sesuatu yang istimewa, karena Papua adalah daerah otonomi khusus. Dicokoknya eks Gubernur Aceh Irwandi Yusuf oleh KPK merupakan salah-satu contoh nyata.

Kasus hukum pernah terjadi pada Gubernur Irwandi Yusuf karena alokasi anggaran otsus. Jadi otsus di Aceh dan Papua adalah satu bagian yang sudah terbangun dan berjalan, sehingga harus disikapi wajar atau biasa saja,” tukas Mahfudz.

Pengamat politik dan isu strategis Imron Cotan mengemukakan bahwa Lukas Enembe adalah subyek hukum Indonesia, sehingga harus tunduk pada hukum nasional yang berlaku. Justru, kata Imron, Lukas Enembe harus menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pemimpin sejati, dalam menghadapi kasus hukumnya. Lagipula yang bersangkutan belum tentu bersalah.

“Sebagai seorang pemimpin Lukas Enembe harus memberikan contoh bahwa dia adalah warga negara yang patuh terhadap hukum di mata masyarakatnya. Jangan berdalih mengatasnamakan masyarakat adat Papua, meminta diadili secara adat”, imbuh Imron.

Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai, pemerintah sejauh ini telah memberikan perhatian lebih untuk pembangunan Papua dan kesejahteraan masyarakatnya. Namun sayangnya, beber Hery, justru kebijakan positif pemerintah dirusak oleh pemimpin daerahnya sendiri. Oleh sebab itu, menurut Hery, Lukas Enembe bagaimana pun harus bertanggung jawab secara hukum atas kasus yang dihadapinya.
https://era.id/nasional/107331/pakar...hukum-nasional
Pembangkangan = Makar emoticon-Big Grin


Ada Pergerakan Massa, Kapolda Papua Sebut Penanganan Kasus Lukas Enembe Perlu Pendekatan Ekstra "Soft"


Lihat Foto Gubernur Papua Lukas Enembe. ((KOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI)) Penulis Kontributor Jayapura, Dhias Suwandi | Editor Krisiandi

JAYAPURA, KOMPAS.com - Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakiri mengaku terus memantau adanya sejumlah massa yang berjaga di kediaman pribadi Gubernur Papua Lukas Enembe di Jayapura.

Massa yang berjaga tersebut merespons langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyematkan status tersangka kepada Lukas dan bakal menjemput paksa gubernur dua periode itu.

Mathius pun mengakui adanya sejumlah massa bisa menghalangi siapa pun yang datang ke lokasi tersebut. Termasuk KPK. 

Meski dianggap sebagai upaya menghalangi proses hukum, Fakiri menjelaskan bahwa sebaiknya segala upaya yang dilakukan KPK diusahakan agar tidak sampai menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

"Saya mempunyai tanggung jawab untuk bisa mengkomunikasikan ini dengan baik, sehingga proses ini tidak berdampak pada gangguan keamanan di Papua, tentunya ekstra soft itu yang kita kedepankan," ujarnya di Jayapura, Jumat (21/10/2022).

Kondisi masyarakat adat di Papua, khususnya di pegunungan, masih menggunakan sistem "big man". Kondisi ini menyebabkan masyarakat rentan bereaksi apabila ada upaya jemput paksa terhadap Lukas Enembe.

Karenanya, saat ini aparat keamanan terus berupaya untuk memberi pengertian melalui tokoh masyarakat dan agama, bahwa kasus yang menjerat Lukas Enembe adalah murni pidana.

"Tentu dalam penegakan hukum, khususnya korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa, namun saya harus menyampaikan dan saya yakin di Jakarta pun mempertimbangkan dampak dari penegakan hukum itu, sehingga kita harus memberikan edukasi, menyampaikan hal-hal yang ringan supaya masyarakat tidak dihadap-hadapkan," kata Fakiri.

Selain itu, aspek keamanan nasional menjelang pelaksanaan G20 di Bali, dianggap menjadi pertimbangan dalam penanganan kasus Lukas Enembe.

"Bapak Kapolri menyampaikan tidak boleh ada kejadian apa-apa yang bisa berdampak pada keamanan nasional," ucap Fakiri.

Sebagai informasi, sejak 5 September 2022 Lukas Enembe telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi senilai Rp 1 miliar.

Selain dicekal keluar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh PPATK.

KPK telah memanggil Lukas Enembe sebagai tersangka pada 12 September lalu namun ia tidak hadir karena sakit.

Kemudian KPK telah mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe agar yang bersangkutan hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada 25 September 2022 dan ia kembali tidak hadir karena alasan kesehatan.

Pihak Lukas Enembe juga sudah mengajukan permohonan agar KPK memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk berobat ke Singapura.

Pada 5 Oktober 2022, KPK memanggil Yulce Wenda Enembe dan Bona Enembe yang merupakan istri dan anak Lukas Enembe, sebagai saksi dari kasus tersebut.

Namun melalui Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua, kedua orang tersebut menyatakan tidak memenuhi panggilan KPK.

Pada Selasa (11/10/2022), dua dokter spesialis dan seorang perawat dari Singapura datang ke Jayapura untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap Lukas Enembe.

https://regional.kompas.com/read/202...age=all#page2.

Salah satu faktor kenapa faktor jemput paksa sebisa mungkin jangan sampai jatuh korban jiwa secara pendukung Lukas Enembe siap mati dan jika jatuh korban berpotensi terjadi kerusuna...

muhamad.hanif.2
s.c.a.
s.c.a. dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
2
1.6K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.2KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.