Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Datang ke Hajatan Kok Jadi Beban?


Cangkeman.net - Halo teman-teman pembaca, gimana kabar kalian hari ini? Semoga senantiasa diberi kesehatan yaaa, aamiin.
By the way, teman-teman pernah enggak sih datang ke acara hajatan? Atau mungkin teman-teman jusrtru pernah punya hajatan dan mengundang banyak orang untuk datang? Kenapa aku tanya begitu? Karena kali ini, aku bakal ngajakin teman-teman buat membahas seputar kenapa sih bertamu di hajatan yang notabene itu bukan kewajiban, tapi malah menjadi beban?

So, langsung aja kita mulai.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dari kata 'hajatan' adalah acara, bisa seperti acara resepsi pernikahan, acara selamatan dan lain sebagainya. Hajatan bisa diselenggarakan oleh siapa saja, kapan saja (biasanya pada hari-hari yang diyakini sebagai hari baik) dan di mana saja (tidak peduli di kota atau di desa).
Sebagai orang yang tinggal di wilayah pedesaan, di sini aku ingin berbagi kepada teman-teman pembaca perihal penyelenggaraan hajatan yang sering kutemui di wilayah tempat tinggalku. Sekilas info, aku lahir dan dibesarkan di sebuah desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Hajatan yang diselenggarakan oleh orang-orang di Trenggalek, sering disebut dengan istilah 'nduwe gawe' yang bermakna punya gawe/hajat.

Nah, kenapa nduwe gawe atau hajatan di Trenggalek ini menarik untuk kubahas di sini?

Karena berdasar apa yang kuamati selama ini, pelaksanaan hajatan yang identik dengan keramaian dan terkesan menyenangkan, ternyata justru menjadi beban bagi sebagian besar orang-orang yang akan menjadi tamu dalam acara hajatan. Kenapa bisa begitu?

Sebab di Trenggalek, pada umumnya hajatan dilakukan secara terbuka. Maksudnya adalah, si pemilik hajat itu menerima tamu sebanyak-banyaknya. Tidak peduli sebelumnya tamu itu diberi undangan atau tidak, ya pokoknya diterima saja dengan senang hati.

Loh kalau begitu harusnya enak dong, enggak dapat undangan tapi bisa datang ke hajatan dan makan-makan enak. 
EIts, tidak segampang itu. Masuk ke hajatan di Trenggalek dengan undangan atau tanpa undangan itu wajar, tapi ketika kita masuk ya kita harus bawa amplop dong. Bukan sekadar amplop tanpa isi, tapi ya setidaknya ada sedikit rupiah (jumlah sewajarnya) yang bisa kita masukkan ke dalam amplop itu.

Itu kalau kita sebagai tamu laki-laki. Kalau kita adalah si tamu perempuan, ya enggak cuma bekal amplop dan isi sedikit rupiah, tapi jangan lupa bawa tas yang isinya oleh-oleh buat si pemilik hajat. Oleh-oleh di sini kalau orang Trenggalek sering menyebutnya dengan istilah gawan.

Gawan pada umumnya ya bisa dalam bentuk beras, gula, minyak goreng, mie. roti, dan lain-lainnya dengan besaran/total yang dianggap wajar untuk dibawa ke rumah orang hajatan. Makanya tidak heran, kalau bertamu di hajatan malah menjadi ajang kesulitan tersendiri bagi para tamu. Enggak cuma yang lagi punya hajat yang harus punya modal, buat jadi tamu pun kita enggak bisa cuma sekadar datang dengan tangan kosong.

Kalian mungkin berpikir, "Ya udah, kalau emang jadi beban ya tidak perlu datanglah, kan bertamu di hajatan bukan sebuah kewajiban yang harus dijalankan."

Nah, sebenarnya aku juga punya pemikiran seperti itu sih. Kalau kita emang enggak punya budget untuk datang ke rumah orang yang sedang nduwe gawe, ya harusnya dibikin mudah saja, kita tidak perlu datang, karena itu tidak membuat kita menjadi orang yang berdosa.

Seratus persen pemikiran itu benar adanya. Tapi masalahnya lagi-lagi tidak bisa dibuat segampang itu. Dalam lingkup keyakinan, kita memang tidak berdosa kalau tidak datang ke hajatan. Namun dalam lingkup masyarakat, ada banyak risiko yang sayangnya masih saja membuat banyak orang jadi merasa perlu dan cenderung wajib untuk datang ke hajatan, tidak peduli kesulitan apa saja yang mesti ditempuhnya untuk menghadari hajatan.

Menurut pengamatanku, ada dua risiko utama dalam lingkup masyarakat yang akhirnya memicu bertamu di hajatan menjadi sebuah beban.
Apa saja? Mari kita simak! 


1. Risiko Munculnya Rasa Malu di Kemudian Hari
Sebagai warga yang tinggal di wilayah pedesaan, menjadi akrab dan saling kenal dengan banyak orang adalah sebuah kewajaran. Berbeda dengan kehidupan perkotaan yang terkadang sama tetangga sebelah rumah saja tidak hafal siapa namanya. Di tempat tinggalku aku pastikan aku bisa menyebutkan satu persatu nama tetangga dalam wilayah satu RT-ku. Tidak berhenti di situ, aku juga tahu banyak nama lain yang sudah beda RT, yang sudah beda dusun atau bahkan berbeda desa.

Karena saling kenal itulah, kemudian terciptalah rasa sungkan dan rasa malu jika kita tidak datang ke hajatan. Apalagi jika yang punya hajat adalah orang yang kita kenal dengan baik. Menurut pengamatanku, kebanyakan orang pasti menghindari risiko ini. Mereka tidak mau malu jika di kemudian hari bertemu dengan orang yang punya hajatan.

Mereka cenderung lebih memilih memaksakan diri untuk datang daripada merasa malu. Padahal kalau menurutku, sebenarnya belum tentu juga di pemilik hajatan di kemudian hari akan mengungkit kenapa si A, si B atau juga si C tidak datang ke acaranya. Jadi sebenarnya perasaan malu dan sungkan itu hanya ada dalam bayang-bayang saja yang dibuat secara sengaja untuk menghantui ketenangan jiwa para calon tamu itu sendiri.
2. Risiko Tidak Mendapat Kembalian Ketika Hajatan Sendiri
Seperti yang sudah aku singgung di atas, bahwasanya bertamu di hajatannya orang Trenggalek itu tidak cukup berbekal dandan yang cantik atau tampan. Tapi juga perlu uang dan gawan.

Makanya enggak heran kalau banyak orang yang akhirnya punya keinginan buat menyelenggarakan hajatan, soalnya pengen juga merasakan dapat banyak angpau pun juga bahan-bahan pokok semacam beras dan kawan-kawannya. Tapi itu sih pendapatku saja ya, sebab niatan hajatan yang sering terjadi adalah murni ada di dalam hati si pemilik hajatan, hihihi.

Nah, karena adanya keinginan nduwe gawe, jadilah mau punya uang atau tidak punya uang, ya harus tetap berupaya untuk bisa datang ke hajatan orang lain. Karena pada dasarnya, kalau kita yang punya niatan untuk nduwe gawe dan berharap punya banyak tamu, ya kita harus rajin-rajin buat datang ke nduwe gawe-nya orang lain.

Itu sudah seperti menjadi hukum alam. Siapa yang menabur benih angpau, maka ya ia berpikir akan panen angpau di saat hajatan sendiri. Hal itu menjadikan orang-orang yang berniat hajatan jadi sedikit takut kalau menghindari untuk tidak bertamu di hajatan orang lain. Apapun kondisinya cenderung memaksakan diri.

Dari kedua risiko di atas, aku bisa menarik kesimpulan bahwasanya tidak seharusnya kita memiliki pemikiran akan adanya kedua risiko itu. Sebab menurutku itu tidak akan berdampak baik bagi kesehatan jiwa dan raga kita sebagai manusia. Bayangkan saja, setiap tahun hajatan selalu terjadi, bahkan bisa lebih dari sepuluh orang yang kita kenal telah menyelenggarakan hajatan.

Sebenarnya bukan sebuah ketidakmungkinan kalau kita akan selalu hadir dan menjadi tamu aktif di dalam setiap hajatan. Tapi hal itu harus kita lakukan dengan catatan 'kita datang karena kita memang mampu', jangan 'kita datang karena kita takut malu atau takut nanti tidak dapat kembalian saat menyelenggatakan hajatan sendiri'.

Ayolah, ini bukan kewajiban,
Ini bukan lomba, yang kalau semakin banyak kita keluar uang untuk pergi ke hajatan kita bakal menang. Sama sekali tidak akan seperti itu.

Di sini aku tidak bermaksud untuk mencegah kamu-kamu bertamu di hajatan loh ya. Hanya saja aku berharap agar kamu-kamu, pun aku bisa lebih bijak lagi dalam mengatur pola pikir dan persepsi, yang dalam hal ini adalah berkaitan dengan bertamu di hajatan.

Sesuaikanlah saja dengan apa yang kita mampu. Kalau tidak urgen ya sebaiknya tidak datang pun tidak apa-apa, itu bukan masalah besar. Karena kalau kita memaksakan diri, tidak hanya kantong kita yang terancam kering, tapi mental kita juga terancam butuh asupan banyak-banyak healing.

Ok, kalau begitu cukup sampai di sini dulu ya pembahasan mengena hajatan kali ini. Kalau teman-teman punya pengalaman lain terkait dengan pembahasan yang serupa, bisa juga kalian sebutin di kolom komentar. Selalu jaga kesehatan, dan sampai jumpa di lain tulisan.

Tulisan ini ditulis oleh Susi Retno Utami di Cangkeman pada tanggal 5 Agustus 2022.
provocator.3301
anggrekbulan
nomorelies
nomorelies dan 4 lainnya memberi reputasi
5
2K
26
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.