Syahdan, sebuah keluarga nelayan yang terdiri ayah, ibu dan seorang anak berusia 7 tahun, mengarungi laut dengan sebuah perahu dayung untuk mencari ikan. Demikian pekerjaan sang ayah untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Sesampainya di tengah laut, Tiba-tiba datanglah angin topan dan badai yang sangat kencang. Badai topan ini melanda perahu mereka. Mereka berjuang sekuat tenaga untuk bisa bertahan dan menerobos badai ini. Namun apa daya, tak seberapa lama kemudian perahu mereka kemasukan air laut dan  tenggelam. Mereka berenang sambil teriak-teriak mencari pertolongan. Namun tak ada perahu nelayan yang ada di sekitar sini untuk menolong mereka. Ibu dan si anak sudah kehabisan tenaga dan  tak sanggup lagi untuk berenang. Mereka sudah pasrah terhadap nyawa mereka, artinya mereka sudah siap untuk mati diterjang badai ombak ditengah laut. 

Kini tinggal sang ayah yang masih kuat, namun ia harus memilih salah satu diantara mereka, isteri atau anaknya yang harus diselamatkan. Ia tidak bisa menyelamatkan kedua-duanya, lantaran tenaganya sudah berkurang. Ia hanya bisa mampu berenang sambil menenteng satu orang. Satu pilihan yang amat sulit! Kalau ia selamatkan anaknya, isterinya yang akan mati, demikian pula sebaliknya kalu ia selamatkan isterinya anaknya yang akan mati. Ia tak bisa lama-lama berpikir, harus segera mengambil keputusan.




Maka diambilnya satu keputusan yang bulat bahwa istrinya yang harus diselamatkan. Dengan sekuat tenaga istrinya ditenteng sambil berenang mencari daratan. AKhirnya mereka tiba di pantai dengan selamat. Anaknya dibiarkan di tengah laut, mati diterpa badai dan ombak. Beberapa hari kemudian peristiwa tragis ini menjadi heboh diberitakan di mana-mana. Lantas ayah ini ditangkap pihak berwajib kemudian diinterogasi ;

Pihak berwajib : Mengapa bapak memilih untuk menyelamatkan istri dari pada anaknya ?
Si Ayah  : Dari pada saya selamatkan hasil produksi, mending saya selamatkan mesin produksi, biar ada hasil produk yang baru. 

"Khayalan sendiri"