Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Mahasiswa Papua di Rusia dan Australia minta hak kesehatan Gubernur Papua dihormati
Mahasiswa Papua di Rusia dan Australia minta hak kesehatan Gubernur Papua dihormati
Mahasiswa Papua di Rusia dan Australia minta hak kesehatan Gubernur Papua dihormati

Writer: Theo KelenEditor: Aryo Wisanggeni G
Mahasiswa Papua di Australia Memprotes Penetapan Gubernur Papua sebagai Tersangka Gratifikasi
Mahasiswa Papua di Australia melakukan demonstrasi diam di depan KJRI Perth pada Rabu (28/9/2022), untuk memprotes penetapan Gubernur Papua, Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar. - Dok. Frans Biniluk
Jayapura, Jubi – Sejumlah mahasiswa Papua yang berkuliah di Rusia dan Australia meminta pemerintah menghormati hak kesehatan Gubernur Papua, Lukas Enembe yang telah ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka meminta Lukas Enembe diizinkan berobat ke luar negeri.
Presiden Ikatan Mahasiswa Papua se-Federasi Rusia, Yosep Iyai menyatakan akses pelayanan kesehatan bagi Gubernur Papua, Lukas Enembe merupakan hak fundamental. Ia menegaskan Enembe berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Iyai mengatakan Gubernur Papua harus menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala di rumah sakit yang selama ini merawatnya di Singapura. Iyai menyatakan proses perawatan itu akan berbeda jika perawatan ditangani oleh dokter baru.

Kita sudah punya banyak pengalaman, ketika pejabat Papua berobat di dalam negeri, rata-rata, walau tidak semua, mereka tidak selamat. Ada semacam kecurigaan bahwa ketika Orang Asli Papua berobat di rumah sakit dalam negeri, rata-rata mereka tidak selamat. Ketakutan itu merupakan akumulasi sederetan pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya,” kata Iyai melalui layanan pesan WhatsApp kepada Jubi pada Kamis (29/9/2022).

Iyai juga menyatakan pemerintah harus menghentikan segala bentuk diskriminasi kepada Gubernur Papua. Menurut Iyai, penetapan Gubernur Papua sebagai tersangka penerimaan gratifikasi senilai Rp1 miliar harus dibuktikan dengan data yang akurat.

Nyatanya gratifikasi itu kan masih belum dibuktikan, masih dalam tahap penyelidikan. Belum lagi, Dana Otonomi Khusus yang penyebutan nilainya berbeda-beda. Kami melihat dari sisi keterbukaan informasi, pusat tidak mau langsung bongkar. [Kasih] pernyataan duluan, bukti dan data untuk menperkuat statement tersebut jadi lambat. Nampaknya pusat masih mencari data-data tersebut untuk memperkuat statement,” ujarnya.

Iyai menegaskan pemerintah harus bisa mempertanggungjawabkan segala macam tuduhan kepada Lukas Enembe dengan memberikan data yang aktual, akurat, dan berimbang kepada publik. Hal itu penting untuk menghindari kegaduhan, baik secara vertikal maupun horisontal.

“Gratifikasi Rp1 miliar itu kan menurut KPK, belum ada data yang aktual, akurat, dan berimbang, [sehingga] menimbulkan kecurigaan bahwa gratifikasi itu temuan awal. Sementara belum ada respon dari Gubernur Papua,  di media beredar video beliau, berita yang tidak faktual, dibuat, dan akhirnya beliau tampak di mata publik seakan memang terbukti menerima gratifikasi,” kata Iyai.

Iyai berharap penetakan Gubernur Papua sebagai tersangka penerimaan gratifikasi tidak akan mengganggu program beasiswa yang didanai dengan Dana Otsus Papua. Ia berharap situasi itu tidak menghambat kucuran beasiswa bagi mahasiswa Papua di Rusia maupun negara lainnya.

Di Australia, sejumlah mahasiswa asal Papua menggelar demonstrasi di depan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Perth pada Rabu (28/9/2022). Dalam unjuk rasa itu, mereka memprotes langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka penerimaan gratifikasi. Para mahasiswa itu membawa sejumlah poster berbahasa Inggris yang meminta KPK tidak mengkriminalisasi Lukas Enembe, dan mengizinkan Enembe berobat ke luar negeri.

Para mahasiswa itu melakukan aksi diam di sana selama empat setengah jam. “[Kami] tidak pakai pelantang atau berorasi. Kami hanya bawa poster saja, berdiri di depan KJRI Perth, dengan tujuan pihak KJRI mendengar tuntutan kami dan menindaklanjuti,” kata Frans Biniluk saat dihubungi Jubi melalui layanan pesan WhatsApp pada Rabu (28/9/2022).

Para mahasiswa asal Papua di Australia itu meminta pemerintah menghentikan segala bentuk diskriminasi kepada Gubernur Papua. “KPK membeberkan isu tanpa fakta yang jelas. Kami memandang itu sangat merusak nama baik dan citra Gubernur Lukas Enembe yang juga tokoh orang Papua. Kami juga merasa pemberitaan media cetak dan elektronik tanpa bukti yang solid, dan itu salah satu langkah kriminalisasi terhadap karakter pejabat Papua, khususnya Gubernur Papua,” kata Biniluk.

Biniluk menyatakan KPK seharusnya mengizinkan Enembe berobat ke luar negeri. “Terlepas dari itu, kami juga mengerti dan paham bahwa salah satu persyaratan KPK terhadap tersangka korupsi harus mempunyai kesehatan yang baik,” ujarnya. (*)
https://jubi.id/polhukam/2022/mahasiswa-papua-di-rusia-dan-australia-minta-hak-kesehatan-gubernur-papua-dihormati/
Kok pada bela Lukas Enembe mahasiswa yang di luar? Apa karena beasiswa Pemprov Papua?


Mahasiswa Papua di Selandia Baru Tuding Penetapan Tersangka Lukas Enembe Bermuatan Politis
Mahasiswa Papua di Rusia dan Australia minta hak kesehatan Gubernur Papua dihormati

Gubernur Papua Lukas Enembe yang disebut telah ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi. (Foto : Antara)

JAYAPURA, iNews.id - Tiga mahasiswa Papua di Selandia Baru turut memberi perhatian terhadap kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.

Mereka menggelar aksi damai di depan Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Selandia Baru.

Roy Towolom, Engky Weya, dan Ruben Soa berpandangan, pengusutan kasus Lukas Enembe tidak mencerminkan lembaga antirasuah yang independen.

Sebab, ketiganya menilai ada unsur politis dalam penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka.

"Kami memandang KPK Dalam menetapkan status tersangka gratifikasi Rp1 miliar, yang melibatkan Gubernur Lukas Enembe dinilai menyimpang dari sifat hukumnya yang independen. Ada kecurigaan intervensi kekuasaan dari lembaga negara lain yang mengandung unsur politik dengan mengkriminalisasikan Gubernur Lukas Enembe," kata Roy Towolom dalam keterangannya, Senin (3/10/2022).

Mereka menyatakan, penetapan Tersangka Lukas Enembe terkesan terburu-buru dan tanpa melalui proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi. 

Ditambah lagi, Mahfud MD dalam kesempatan tersebut menyebutkan dugaan-dugaan lain bukan sesuai pro justicia.

"Belakangan terlihat ada intervensi langsung oleh Menkopolhukam Bapak Mahmud MD. Bahkan dalam jumpa pers tersebut yang dipimpin oleh Menkopolhukam menyampaikan dugaan korupsi yang ditujukan kepada Gubernur Papua menambah dengan mengumumkan nilai uang dan nama seorang Lukas Enembe sebagai temuan dan fakta hukum, sebelum melakukan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi. Menurut kami ini point intervensinya," ungkapnya.

Sementara itu, Engky Weya menyampaikan, tuduhan-tuduhan terhadap Lukas Enembe bukan hanya sekali terjadi. Namun tuduhan serupa juga terjadi beberapa kali selama Lukas Enembe menjabat sebagai Gubernur Papua dua periode.

"Lukas Enembe, beberapa kali sebelumnya sudah pernah mengalami tuduhan melakukan tindak pidana korupsi, namun tuduhan-tuduhan tersebut tidak terbukti. Tidak hanya pada dugaan korupsi, namun ada juga upaya penunjukkan pelaksana harian gubernur Papua pada bulan July 2021, oleh Menteri Dalam Negeri saat Gubernur Lukas Enembe sedang berobat di Luar Negeri," ucap Engky Weya. BACA JUGA: Kapolri Siap Back Up KPK Tangani Kasus Lukas Enembe, 1.800 Personel di Papua Disiagakan

Atas hal-hal tersebut, Ruben Soa mengatakan pihaknya yakin dugaan kriminalisasi tersebut benar adanya dan dimungkinkan atas dasar politik.

"Dengan melihat semua peristiwa-peristiwa ini, kami menganggap cukup beralasan untuk memandang bahwa, penetapan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus gratifikasi oleh KPK diduga sebagai upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak lain untuk kepentingan tertentu," ucapnya.

Atas ini, mahasiswa Papua di Selandia Baru menyampaikan beberapa poin tuntutan yang diharapkan menjadi bahan pertimbangan KPK.

"Pertama KPK menghentikan proses penyidikan terhadap Gubernur Papua, Lukas Enembe, jika kasus ini benar diintervensi oleh pihak lain. Poin ini dipandang sangat penting untuk pertimbangan asas kepentingan umum, karena sudah ada pergerakan masyarakat Save Lukas Enembe di Papua," tandas Ruben.

"Kemungkinan pergerakan masyarakat bisa saja meningkat di Papua, karena gubernur Papua Lukas Enembe telah dianggap sebagai seorang Tokoh oleh sebagian besar rakyat Papua, dan itu sudah terlihat dari beberapa waktu yang lalu," imbuhnya.

Kemudian apabila proses penyidikan tetap dilakukan, mahasiswa Papua di luar negeri berharap proses pemeriksaannya dilakukan dengan mengedepankan asas-asas hukum yang telah ditentukan, tanpa ada intervensi dari lembaga negara lainnya untuk menghindari akibat buruk mengganggu kesatuan bangsa.

"Kami beberapa mahasiswa Papua di Selandia Baru akan terus bersuara jika hak-hak hukum dan hak-hak konstitusi rakyat dan pemimpin di Papua terus dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab," tegas dia.

https://papua.inews.id/berita/mahasi...tan-politis/3.
Ini juga walaupun cuma beberapa orang..
[
nomorelies
shiitdamn
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan 2 lainnya memberi reputasi
1
1.6K
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.2KThread41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.