Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

moerni.idAvatar border
TS
moerni.id
Yang “Agung” Kok Gitu?

 


Sudah sejak beberapa hari lalu kepingin nulis. Nulis isu yang lagi heboh (masih heboh gak?). Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang salah satu tersangkanya. Adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Tapi ya apa boleh buat. Semua sudah diatur oleh Yang Maha Pengatur.
 
Mulai dari mana ya? Bingung? Hhmmm...
 
Mulainya dari cuitan bang Iwan aja (izin ngutip ya bang). "Lha kok yang 'agung' begitu?" cuit Iwan Fals Jumat (23/9) lalu.
 
Sekilas tidak ada yang aneh dari cuitan itu. Tapi coba perhatikan siapa yang mencuit? Dan apa yang dicuit? Yang mencuit adalah seorang legenda hidup dunia musik Indonesia. Dan yang dicuit adalah kasus dugaan suap.  Terhadap hakim agung. Dua hal yang kontradiktif. Berbeda jauh sekali.
 
Bisa dimaknai bahwa kasus yang dialami Sudrajad Dimyati tidak biasa-biasa saja. Sebaliknya, luar biasa. Saking luar biasanya, penyanyi yang mempopulerkan lagu “Tikus-Tikus Kantor” terpanggil. Setidaknya untuk mencuit.
 
Kalimat yang digunakanpun sangat halus. Hanya saja dibumbui kata ‘agung’. Yang diberi kutip. Yang di dalam ilmu jurnalistik. Digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang bukan makna sesungguhnya.
 
Kata agung tidak sembarang. Agung adalah sebuah kata yang penuh makna. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna; Besar. Mulia. Dan Luhur.
 
Lalu gelar itu disandingkan dengan jabatan hakim. Yang dalam KBBI berarti orang yang mengadili. Seorang Pengadil. Seorag Juri Penilai. Atas suatu perkara. Di pengadilan atau mahkamah.
 
Hakim Agung di Amerika Serikat misalnya. Adalah pemegang kekuasaan yudisial tertinggi. Pun begitu di Indonesia. Hakim Agung bebas dari segala pengaruh kekuasaan. Dan memiliki wewenang nyaris tak terbatas.
 
Maka jadilah seorang hakim agung seseorang yang sangat istimewa. Sangat hebat. Saking hebatnya. Kekuasaanya nyaris tak terbetas.
 
Tapi kok bisa gitu? Bisa tersangkut kasus dugaan suap? Apa karena penghasilannya kurang?



 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 94 Tahun 2012. Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Seorang hakim berhak atas hak keuangan. Dan fasilitas. Terdiri dari gaji pokok. Tunjangan jabatan. Rumah Negara. Fasilitas transportasi. Jaminan kesehatan. Jaminan keamanan. Biaya perjalanan dinas. Kedudukan protokol. Pensiun. Dan tunjangan lain.
 
Untuk gaji pokok hakim. Tak jauh berbeda dengan aparatur sipil negara (ASN). Tergantung jabatan dan jenjang karir.
 
Namun, khusus hakim agung. Ada bedanya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82/2021 mengatur. Setiap hakim bisa mendapat honor. Dari perkara yang diputus.
 
Ya kira-kira untuk seorang Ketua Mahkamah Agung. Penghasilannya sekitar Rp120 jutaan. Untuk wakil Rp82 juta. Sementara untuk gaji Ketua Muda MA Rp78 juta. Dan hakim agung/hakim konstitusi Rp72 juta.
 
Dikutip dari Fin, Hakim Agung Sudrajad Dimyati juga punya harta kekayaan fantastis. Total harta pria berdarah Yogyakarta itu mencapai Rp 10,7 miliar. Itu harta yang tertulis di laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKP). Harta yang sangat berlimpah untuk seorang hakim agung.
 
 Sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Kasus dugaan suap. Kasasi kepailitan Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Nama Sudrajad Dimyati sempat terkenal. Karena skandal suap toilet DPR.  Beberapa tahun silam. Ia pun tercatat pernah gagal dalam seleksi menjadi Hakim Agung. Di Komisi III DPR. Pada 2013 lalu.
 
Kedua kejadian itu berkaitan. Kegagalan Dimyati menjadi hakim agung dan dugaan skandal suap. Terhadap anggota Komisi III. Dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bahruddin Nashori. Yang penyuapannya kala itu diduga dilakukan di toilet Gedung DPR. Karena itu sempat disebut skandal toilet DPR.  
 
Skandal itu terungkap. Ada wartawan yang mengaku. Melihat keduanya bertemu di toilet DPR. Tapi skandal itu tak diusut. Bahruddin juga membantah menerima ‘sesuatu’. Dari Dimyati.
 
Setali tiga uang dengan DPR. Komisi Yudisial yang sempat memanggil Dimyati. Menyatakan tak menemukan bukti suap terhadap Bahruddin.
 
Setahun setelah itu. Dimyati kembali mengajukan diri. Menjadi calon Hakim Agung. Pria kelahiran Yogyakarta 27 Oktober 1957 akhirnya terpilih. Komisi III menetapkan alumni Universitas Islam Indonesia itu. Sebagai Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung.
 
Dia terpilih bersama Amran Suadi dan Purwosusilo. Yang mengisi Kamar Agama MA. Dan Is Sudaryono. Yang mengiris Kamar Tata Usaha Negara MA.
 
Dan kini, mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu berurusan dengan KPK. Bersama Dimyati, KPK menangkap delapan orang. Yang enam di antaranya ditetapkan tersangka.
 
Dalam operasi tangkap tangan itu. KPK menyita barang bukti. Berupa uang tunai. Dalam pecahan dolar Singapura. Berjumlah 202 ribu atau sekitar Rp 2,2 miliar. Dari semua uang itu, Sudrajad Dimyati diduga menerima Rp 800 juta. Sisanya direncanakan dibagi-bagi. (moerni)

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Hot Newsemoticon-Request

Penulis: @moerni.id212©2022

Narasi: Pribadi
Sumber: 1, 2, 3, 4
Foto: 1, 2
0
916
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.