- Beranda
- The Lounge
Mau Dieksekusi Mati, Tapi Malah Terlihat Hepi #KamisKriminal
...
TS
marywiguna13
Mau Dieksekusi Mati, Tapi Malah Terlihat Hepi #KamisKriminal
Joe Arridy lahir pada tanggal 29 April 1915 di Pueblo, Colorado. Ayahnya yang bernama Henry dan ibunya yang bernama Mary, merupakan imigran yang datang dari Berosha, Syria, pada tahun 1909, untuk mencari pekerjaan di Amerika. Kedua orangtua Arridy sama sekali tidak bisa berbicara dalam bahasa Inggris, namun ayahnya mengetahui jika sebuah pabrik baja terbesar di Pueblo saat itu sedang membutuhkan karyawan.
Perkembangan Arridy sebagai seorang anak kecil dalam hal berbicara terbilang cukup lambat, dia hanya mampu berbicara dalam beberapa kata saja. Karena walaupun fisiknya terbilang sehat, namun dia memiliki masalah mental. Setelah satu tahun sempat mengenyam pendidikan di sekolah dasar, kepala sekolah di sekolah tersebut mengatakan pada orangtua Arridy bahwa sebaiknya dia tetap berada di rumah karena dia tidak dapat menerima pelajaran di sekolahnya. Oleh karena itu, selama tiga tahun berikutnya, Arridy hanya diam di rumah dan bermain seperti layaknya seorang anak kecil.
Beberapa tahun kemudian, ayahnya berhenti dari pekerjaannya dan mulai melakukan penyelundupan untuk menafkahi keluarganya. Hal tersebut membuatnya keluar masuk penjara, dan ibunya tidak mampu mengawasi Arridy yang sering menghabiskan waktunya dengan berkeliling di kota Pueblo. Karena ayahnya merasa frustasi dan melalui bantuan seorang teman, Arridy dimasukkan ke State Home and Training School for Mental Defectives di Grand Junction, Colorado, hingga dia beranjak dewasa.
Namun, tidak hanya di tempat dia tinggal, di sekolah barunya pun Arridy mengalami perlakuan yang buruk serta kerap dipukuli oleh teman sebayanya. Bahkan, Arridy pernah didatangi oleh sekelompok anak laki-laki Afro-Amerika yang lebih tua dan memaksa Arridy untuk melakukan tindakan seksual dengan mereka. Seorang petugas yang kebetulan lewat, sempat melihat bahwa salah satu dari mereka sedang melakukan sodomi terhadap Arridy. Dan petugas tersebut pun kemudian segera menyelamatkan Arridy.
Pada tanggal 14 Agustus 1936, dua orang gadis yang berasal dari keluarga Drain, mengalami penyerangan ketika mereka sedang tidur di rumahnya di Pueblo, Colorado. Barbara Drain yang berumur 12 tahun dan kakak perempuannya yang bernama Dorothy Drain yang berumur 15 tahun, dipukul oleh orang yang tidak dikenal dengan menggunakan kapak. Dorothy yang sempat dirudapaksa sebelum dianiaya, langsung meninggal di tempat. Sedangkan Barbara mampu bertahan hidup walaupun dalam keadaan koma.
Arridy yang memutuskan untuk meninggalkan sekolah dan melarikan diri dengan menaiki kereta api barang, serta perjalanannya berakhir disebuah stasiun kereta api di Cheyenne, Wyoming, ditangkap oleh petugas stasiun tersebut pada tanggal 26 Agustus 1936 karena menggelandang dan terlihat berkeliaran di stasiun. Dia kemudian diserahkan ke Laramie County Sheriff yang bernama George Carroll. Mengetahui beredarnya berita tentang penyerangan terhadap dua orang gadis keluarga Drain, Carroll mulai melakukan interogasi terhadap Arridy. Ketika ditanya, Arridy mengatakan bahwa dia melakukan perjalanan dari Pueblo, Colorado, dengan menggunakan kereta api barang. Dan ketika dia ditanya mengenai pembunuhan yang terjadi, dengan mudahnya Arridy mengakui hal tersebut.
Ketika George berusaha untuk mengkonfirmasi kebenarannya dengan menghubungi Kepala Kepolisian Pueblo yang bernama Arthur Grady, Kepala Kepolisian Pueblo tersebut justru menyebutkan bahwa mereka sudah menangkap pelaku yang sebenarnya yang bernama Frank Aguilar. Aguilar merupakan seorang buruh berumur 35 tahun yang berasal dari Meksiko, yang sempat bekerja untuk keluarga Drain, namun kemudian dipecat sebelum dia melakukan penyerangan. Dan barang bukti kapak yang digunakan untuk melakukan penyerangan pun ditemukan di rumahnya. Namun, Carroll yang mendengar hal tersebut sempat mengatakan bahwa Arridy mengaku berkali-kali bahwa dia berada di tempat kejadian dengan seorang pria yang bernama Frank.
Setelah dikembalikan ke Pueblo, Colorado, Arridy kembali membuat pengakuan dengan memberikan beberapa versi yang berbeda tentang peristiwa pembunuhan yang terjadi, dan dengan fakta yang keliru yang dikatakan olehnya secara berulang-ulang. Pada awalnya dia mengaku bahwa dia menggunakan tongkat pemukul ketika melakukan penyerangan. Namun, karena pihak berwajib mengatakan bahwa mereka sudah menemukan kapak yang digunakan untuk membunuh, Arridy kemudian mengaku bahwa selain menggunakan tongkat pemukul, dia juga menggunakan kapak.
Aguilar kemudian mengaku bahwa dia adalah pelaku yang sebenarnya, dan dia juga mengatakan bahwa dia belum pernah bertemu dengan Arridy sebelumnya. Pada tanggal 15 Desember 1936, Aguilar menjalani persidangan dan didakwa atas tuduhan rudapaksaan, penyerangan, dan pembunuhan terhadap Barbara dan Dorothy Drain. Selain itu, dia juga didakwa atas tuduhan penyerangan dan pembunuhan yang dia lakukan terhadap dua orang korban lainnya. Dan Aguilar diberi putusan hukuman mati dengan gas beracun pada tanggal 13 Agustus 1937.
Persidangan Arridy sendiri digelar pada tanggal 12 April 1937. Pengacara Arridy berusaha untuk mengajukan permohonan pembatalan dakwaan atas dalih penyakit jiwa untuk menyelamatkan nyawa Arridy. Namun, Arridy tetap dianggap waras, walaupun tiga orang psikiater dari tiga negara bagian yang berbeda, menyatakan bahwa dia mengalami keterbelakangan mental. Mereka juga mengatakan bahwa Arridy memiliki IQ 46 dan pemikiran seorang anak yang berumur enam tahun. Selain itu, mereka menganggap Arridy tidak memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang benar ataupun salah, dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang berhubungan dengan kriminal.
Arridy tetap menerima dakwaan atas pengakuan palsu yang dia ungkapkan. Penelitian saat itu telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki keterbatasan mental, cenderung lebih rentan terhadap paksaan ketika mereka menjalani interogasi, dan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk membuat pengakuan palsu. Ketika persidangan berlangsung, Barbara Drain sempat memberikan kesaksian bahwa Aguilar lah pelaku yang sebenarnya, bukan Arridy. Karena Barbara mengetahui persis ketika Aguilar bekerja untuk ayahnya.
Pada akhirnya, hakim memberikan keputusan bahwa Arridy dinyatakan bersalah dan menerima putusan eksekusi mati yang akan digelar pada tanggal 16 Oktober 1937. Namun, dia menerima perpanjangan waktu dan tanggal pelaksanaan eksekusi matinya dimundurkan menjadi tanggal 6 Januari 1939.
Tanggal 6 Januari 1939 adalah hari terakhir untuk Arridy. Sebelum dieksekusi, dia sempat menerima kunjungan perpisahan dari ibunya, bibi, sepupu, dan saudara perempuannya yang berumur 14 tahun. Dan selama menunggu proses pelaksanaan eksekusi, Arridy sering bermain dengan mainan kereta apinya yang diberikan oleh seorang sipir penjara yang bernama Roy Best. Best mengatakan bahwa Arridy adalah tahanan paling bahagia di penjara, dan dia juga sempat menjadi pendukung agar Arridy tidak dihukum mati. Bahkan, ketika ditanya makanan terakhir yang ingin dia makan, Arridy mengatakan bahwa dia meminta es krim.
Arridy sempat ditanya mengenai eksekusi yang akan dijalaninya, dan dia terlihat kebingungan. Dan ketika dia ditanya mengenai ruang gas, dia hanya mengatakan bahwa dia tidak akan mati. Malam itu, Best dan pendeta penjara yang bernama Pastor Albert Schaller, menuntun Arridy menuju ruang gas. Menurut pengakuan Best saat itu, Arridy sempat merasa gugup ketika dia dibawa ke ruang gas, namun dia kemudian menggenggam tangannya. Dan disaat-saat terakhirnya, Arridy tampak tersenyum.
Kasus Arridy merupakan satu dari sekian banyak kasus yang mendapatkan perhatian untuk memastikan bahwa terdakwa menjalani interogasi dan pengakuan yang sesuai, serta hukuman yang adil. Selain itu, Mahkamah Agung Amerika memutuskan bahwa adalah hal yang dianggap tidak konstitusional untuk menerapkan hukuman mati bagi orang-orang terpidana yang mengalami gangguan secara mental. Sekelompok orang yang mendukung kasus ini membentuk sebuah organisasi nirlaba yang bernama Friends of Joe Arridy, untuk memberikan keadilan pada kasus tersebut dan memberikan batu nisan yang layak untuk makamnya.
Seorang pengacara yang bernama David A. Martinez memutuskan untuk ikut terlibat bersama dengan organisasi tersebut. Berbekal sebuah buku yang ditulis oleh Robert Parske yang mengisahkan kasus Arridy, arsip-arsip yang diberikan oleh organisasi Friends of Joe Arridy, serta penelitian yang dilakukannya sendiri, Martinez kemudian menyiapkan sebuah petisi setebal 400 halaman. Petisi tersebut ditujukan kepada Gubernur Bill Ritter, mantan pengacara distrik di Denver, untuk memohon pengampunan bagi Arridy. Dan berdasarkan bukti dan ulasan yang didapatnya, Gubernur Ritter memberi Arridy pengampunan secara penuh dan tanpa syarat pada tahun 2011, yang pada akhirnya mampu membersihkan nama Joe Arridy.
Sekian, dan terimakasih.
*
*
*
*
*
sumber 1, sumber 2, sumber 3, sumber 4
Perkembangan Arridy sebagai seorang anak kecil dalam hal berbicara terbilang cukup lambat, dia hanya mampu berbicara dalam beberapa kata saja. Karena walaupun fisiknya terbilang sehat, namun dia memiliki masalah mental. Setelah satu tahun sempat mengenyam pendidikan di sekolah dasar, kepala sekolah di sekolah tersebut mengatakan pada orangtua Arridy bahwa sebaiknya dia tetap berada di rumah karena dia tidak dapat menerima pelajaran di sekolahnya. Oleh karena itu, selama tiga tahun berikutnya, Arridy hanya diam di rumah dan bermain seperti layaknya seorang anak kecil.
Beberapa tahun kemudian, ayahnya berhenti dari pekerjaannya dan mulai melakukan penyelundupan untuk menafkahi keluarganya. Hal tersebut membuatnya keluar masuk penjara, dan ibunya tidak mampu mengawasi Arridy yang sering menghabiskan waktunya dengan berkeliling di kota Pueblo. Karena ayahnya merasa frustasi dan melalui bantuan seorang teman, Arridy dimasukkan ke State Home and Training School for Mental Defectives di Grand Junction, Colorado, hingga dia beranjak dewasa.
Namun, tidak hanya di tempat dia tinggal, di sekolah barunya pun Arridy mengalami perlakuan yang buruk serta kerap dipukuli oleh teman sebayanya. Bahkan, Arridy pernah didatangi oleh sekelompok anak laki-laki Afro-Amerika yang lebih tua dan memaksa Arridy untuk melakukan tindakan seksual dengan mereka. Seorang petugas yang kebetulan lewat, sempat melihat bahwa salah satu dari mereka sedang melakukan sodomi terhadap Arridy. Dan petugas tersebut pun kemudian segera menyelamatkan Arridy.
Pada tanggal 14 Agustus 1936, dua orang gadis yang berasal dari keluarga Drain, mengalami penyerangan ketika mereka sedang tidur di rumahnya di Pueblo, Colorado. Barbara Drain yang berumur 12 tahun dan kakak perempuannya yang bernama Dorothy Drain yang berumur 15 tahun, dipukul oleh orang yang tidak dikenal dengan menggunakan kapak. Dorothy yang sempat dirudapaksa sebelum dianiaya, langsung meninggal di tempat. Sedangkan Barbara mampu bertahan hidup walaupun dalam keadaan koma.
Arridy yang memutuskan untuk meninggalkan sekolah dan melarikan diri dengan menaiki kereta api barang, serta perjalanannya berakhir disebuah stasiun kereta api di Cheyenne, Wyoming, ditangkap oleh petugas stasiun tersebut pada tanggal 26 Agustus 1936 karena menggelandang dan terlihat berkeliaran di stasiun. Dia kemudian diserahkan ke Laramie County Sheriff yang bernama George Carroll. Mengetahui beredarnya berita tentang penyerangan terhadap dua orang gadis keluarga Drain, Carroll mulai melakukan interogasi terhadap Arridy. Ketika ditanya, Arridy mengatakan bahwa dia melakukan perjalanan dari Pueblo, Colorado, dengan menggunakan kereta api barang. Dan ketika dia ditanya mengenai pembunuhan yang terjadi, dengan mudahnya Arridy mengakui hal tersebut.
George Carroll
Ketika George berusaha untuk mengkonfirmasi kebenarannya dengan menghubungi Kepala Kepolisian Pueblo yang bernama Arthur Grady, Kepala Kepolisian Pueblo tersebut justru menyebutkan bahwa mereka sudah menangkap pelaku yang sebenarnya yang bernama Frank Aguilar. Aguilar merupakan seorang buruh berumur 35 tahun yang berasal dari Meksiko, yang sempat bekerja untuk keluarga Drain, namun kemudian dipecat sebelum dia melakukan penyerangan. Dan barang bukti kapak yang digunakan untuk melakukan penyerangan pun ditemukan di rumahnya. Namun, Carroll yang mendengar hal tersebut sempat mengatakan bahwa Arridy mengaku berkali-kali bahwa dia berada di tempat kejadian dengan seorang pria yang bernama Frank.
Setelah dikembalikan ke Pueblo, Colorado, Arridy kembali membuat pengakuan dengan memberikan beberapa versi yang berbeda tentang peristiwa pembunuhan yang terjadi, dan dengan fakta yang keliru yang dikatakan olehnya secara berulang-ulang. Pada awalnya dia mengaku bahwa dia menggunakan tongkat pemukul ketika melakukan penyerangan. Namun, karena pihak berwajib mengatakan bahwa mereka sudah menemukan kapak yang digunakan untuk membunuh, Arridy kemudian mengaku bahwa selain menggunakan tongkat pemukul, dia juga menggunakan kapak.
Frank Aguilar
Aguilar kemudian mengaku bahwa dia adalah pelaku yang sebenarnya, dan dia juga mengatakan bahwa dia belum pernah bertemu dengan Arridy sebelumnya. Pada tanggal 15 Desember 1936, Aguilar menjalani persidangan dan didakwa atas tuduhan rudapaksaan, penyerangan, dan pembunuhan terhadap Barbara dan Dorothy Drain. Selain itu, dia juga didakwa atas tuduhan penyerangan dan pembunuhan yang dia lakukan terhadap dua orang korban lainnya. Dan Aguilar diberi putusan hukuman mati dengan gas beracun pada tanggal 13 Agustus 1937.
Persidangan Arridy sendiri digelar pada tanggal 12 April 1937. Pengacara Arridy berusaha untuk mengajukan permohonan pembatalan dakwaan atas dalih penyakit jiwa untuk menyelamatkan nyawa Arridy. Namun, Arridy tetap dianggap waras, walaupun tiga orang psikiater dari tiga negara bagian yang berbeda, menyatakan bahwa dia mengalami keterbelakangan mental. Mereka juga mengatakan bahwa Arridy memiliki IQ 46 dan pemikiran seorang anak yang berumur enam tahun. Selain itu, mereka menganggap Arridy tidak memiliki kemampuan untuk membedakan mana yang benar ataupun salah, dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang berhubungan dengan kriminal.
Arridy tetap menerima dakwaan atas pengakuan palsu yang dia ungkapkan. Penelitian saat itu telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki keterbatasan mental, cenderung lebih rentan terhadap paksaan ketika mereka menjalani interogasi, dan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk membuat pengakuan palsu. Ketika persidangan berlangsung, Barbara Drain sempat memberikan kesaksian bahwa Aguilar lah pelaku yang sebenarnya, bukan Arridy. Karena Barbara mengetahui persis ketika Aguilar bekerja untuk ayahnya.
Pada akhirnya, hakim memberikan keputusan bahwa Arridy dinyatakan bersalah dan menerima putusan eksekusi mati yang akan digelar pada tanggal 16 Oktober 1937. Namun, dia menerima perpanjangan waktu dan tanggal pelaksanaan eksekusi matinya dimundurkan menjadi tanggal 6 Januari 1939.
Tanggal 6 Januari 1939 adalah hari terakhir untuk Arridy. Sebelum dieksekusi, dia sempat menerima kunjungan perpisahan dari ibunya, bibi, sepupu, dan saudara perempuannya yang berumur 14 tahun. Dan selama menunggu proses pelaksanaan eksekusi, Arridy sering bermain dengan mainan kereta apinya yang diberikan oleh seorang sipir penjara yang bernama Roy Best. Best mengatakan bahwa Arridy adalah tahanan paling bahagia di penjara, dan dia juga sempat menjadi pendukung agar Arridy tidak dihukum mati. Bahkan, ketika ditanya makanan terakhir yang ingin dia makan, Arridy mengatakan bahwa dia meminta es krim.
Arridy sempat ditanya mengenai eksekusi yang akan dijalaninya, dan dia terlihat kebingungan. Dan ketika dia ditanya mengenai ruang gas, dia hanya mengatakan bahwa dia tidak akan mati. Malam itu, Best dan pendeta penjara yang bernama Pastor Albert Schaller, menuntun Arridy menuju ruang gas. Menurut pengakuan Best saat itu, Arridy sempat merasa gugup ketika dia dibawa ke ruang gas, namun dia kemudian menggenggam tangannya. Dan disaat-saat terakhirnya, Arridy tampak tersenyum.
Kasus Arridy merupakan satu dari sekian banyak kasus yang mendapatkan perhatian untuk memastikan bahwa terdakwa menjalani interogasi dan pengakuan yang sesuai, serta hukuman yang adil. Selain itu, Mahkamah Agung Amerika memutuskan bahwa adalah hal yang dianggap tidak konstitusional untuk menerapkan hukuman mati bagi orang-orang terpidana yang mengalami gangguan secara mental. Sekelompok orang yang mendukung kasus ini membentuk sebuah organisasi nirlaba yang bernama Friends of Joe Arridy, untuk memberikan keadilan pada kasus tersebut dan memberikan batu nisan yang layak untuk makamnya.
Seorang pengacara yang bernama David A. Martinez memutuskan untuk ikut terlibat bersama dengan organisasi tersebut. Berbekal sebuah buku yang ditulis oleh Robert Parske yang mengisahkan kasus Arridy, arsip-arsip yang diberikan oleh organisasi Friends of Joe Arridy, serta penelitian yang dilakukannya sendiri, Martinez kemudian menyiapkan sebuah petisi setebal 400 halaman. Petisi tersebut ditujukan kepada Gubernur Bill Ritter, mantan pengacara distrik di Denver, untuk memohon pengampunan bagi Arridy. Dan berdasarkan bukti dan ulasan yang didapatnya, Gubernur Ritter memberi Arridy pengampunan secara penuh dan tanpa syarat pada tahun 2011, yang pada akhirnya mampu membersihkan nama Joe Arridy.
Sekian, dan terimakasih.
*
*
*
*
*
sumber 1, sumber 2, sumber 3, sumber 4
User telah dihapus dan 32 lainnya memberi reputasi
33
14.3K
185
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
925.1KThread•91KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya