“Pakaian merupakan alat semiotika, mesin komunikasi” 

Hi anak gaul di seluruh Indonesia, lo pasti pernahkan kongkow bareng sama temen lo entah di pinggir taman, di cafe, di mall atau santai di pinggir jalan dengan pakaian yang tentu saja trendy dan terkini.



Mumpung masih muda bro, santuy aja kalau lo mau bergaya dengan penampilan yang bergaya jamet pun tak ada yang salah.

Yang salah adalah orang-orang yang hidupnya suka nyinyir, kalau melihat penampilan modis dianggap aneh, haram, hingga tak baik untuk masa depan bangsa.

Apalagi julukan si Bonge, Kurma, Roy, Jeje yang sering menghiasi linimasa TikTok dan bergaya unik di Sudirman dianggap kaum gagal hingga mempertontonkan kebodohan.





Selow saja mas bro, disini gw merasa setiap anak muda ada zamannya setiap zaman akan ada anak muda yang nongkrong dengan pakaian berbeda.

Contoh dulu rok mini, pakaian ala disco yang warna-warni sempat menghiasi remaja tahun 90an, lagu-lagu zamrud yang notabene kata-katanya kotor pun menghiasi pikiran remaja dimasa itu, bahkan dulu lagu Surti dan Tejo laris manis.



Sekarang Surti dan Tejo bukan lagi berupa lagu, tapi sudah berisikan durasi video 4k dengan durasi detik yang terkenal durasi 19 detik. Bisa dinikmati di dunia maya dengan applikasi berbayar yang bisa mendatangkan cuan.

Kan ini lebih gila, dosa, haram jelas tapi siapa yang bisa melarang? Ditangkap satu muncul seribu, sama dengan gaya fashion kalau ada yang mengkritik apa pengaruhnya? Tidak ada.





Fashion di kota besar justru menambah fenomena menarik, karena bisa meningkatkan ekonomi dari penjualan masyarakat dan para pedagang disana.

Setidaknya, ada putaran ekonomi yang terjadi dari kerumunan banyak orang. Agar tertib buang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan dan juga mencintai lingkungan agar nikmat menjadi tempat nongkong diwaktu senggang.



Fashion tak bisa dikritik atau di bendung, hal ini tentu ada di kota-kota besar lain. Bagi penggemar wibu tentu tak asing dengan Harajuku, disitulah anak muda Jepang bergaya sesuai selera mereka.

Jadi kalau Citayam Fashion yang membanjiri area Sudirman Jakarta. Itu adalah fenomena perkotaan, yang sudah jamak ada dimana-mana.





Asalkan tidak melakukan vandalisme, anarkisme, hingga hal-hal yang buruk. Toh berpakaian nyentrik sudah ada sejak lama yaitu Macaroni di Inggris. Jadi inilah siklus fsshion yang memang semakin nyentrik akan semakin di lirik.

Tapi ingat pandemi belum usai berkerumun bisa memberikan wabah semakin besar.

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.








"Nikmati Membaca Dengan Santuy"


Tulisan : c4punk@2022
referensi : 1, 2
Pic : google