Jakarta - Laporan baru oleh Debt Justice mengungkap bahwa negara-negara Afrika berutang tiga kali lipat lebih banyak kepada pemberi pinjaman swasta non-China. Laporan itu diterbitkan pada Senin (11/7) di tengah perdebatan peran kreditur bilateral terbesar.

Dari laporan itu diketahui bahwa pemberi pinjaman publik dan swasta China menyumbang 12% dari utang luar negeri (ULN) senilai US$ 696 miliar atau Rp 10.408 triliun (kurs Rp 14.955) pada 2020. Sementara 35% berutang kepada kreditur swasta lainnya.

Pinjaman China ke negara berkembang menjadi sorotan karena beberapa negara mengalami masalah utang. Pejabat Barat telah meminta China untuk mempercepat restrukturisasi.

"China mengambil bagian dalam skema penangguhan utang G20 selama pandemi, pemberi pinjaman swasta tidak," kata Kepala Kebijakan di Debt Justice, Tim Jones dikutip dari Reuters, Selasa (12/7/2022). Dia berkampanye melawan 'kemiskinan yang disebabkan oleh utang tidak adil'.

"Tidak ada solusi utang yang efektif tanpa keterlibatan pemberi pinjaman swasta," tambahnya.

Menurut perhitungan Debt Justice berdasarkan angka Bank Dunia, tingkat bunga rata-rata pembayaran utang ke China pada 2021 adalah 2,7%, dibandingkan dengan 5% pada utang swasta non-China.

"Tercatat ada perbedaan besar antara 24 negara Afrika yang menghabiskan lebih dari 15% pendapatan pemerintah untuk membayar utang," tuturnya.

Sebanyak enam negara seperti Angola, Kamerun, Republik Kongo, Djibouti, Ethiopia, dan Zambia mengirimkan lebih dari sepertiga pembayaran utang kepada pemberi pinjaman China pada 2021. Sementara kreditur swasta lainnya menyumbang lebih dari 33% pembayaran di 12 negara.

https://finance.detik.com/berita-eko...ktanya-di-sini

Ternyata orang luar ga jauh beda ma tipikal orang indo..

Saat d mana yg ngutang itu lebih galak dari yg minjemin.. dan d saat yg ngutang bangkrut.. eh malah nyalahin pemberi pinjaman..