• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Seperti Residu Nuklir, Sematan "Kadrun" dan "Cebong" Tak Kunjung Habis

albyabby91Avatar border
TS
albyabby91
Seperti Residu Nuklir, Sematan "Kadrun" dan "Cebong" Tak Kunjung Habis
Seperti Residu Nuklir, Sematan "Kadrun" dan "Cebong" Tak Kunjung Habis

Masyarakat majemuk Indonesia sekarang ini bukanlah sebuah komunitas kebetulan yang eksis begitu saja. Jauh menoleh kebelakang, beberapa abad yang lalu bangsa yang kini disebut Indonesia ini adalah sebuah kesatuan dari berbagai-bagai bangsa yang mendiami nusantara.
Sejak dahulu kala, nenek moyang kita dikenal sebagai masyarakat yang memiliki peradaban yang sangat luhur. Sebut saja beberapa kerajaan yang telah lebih dulu eksis semisal Kutai Kartanegara, Tarumanegara, Singhosari, Sriwijaya, Majapahit, Sunda Padjajaran dan masih banyak lagi entitas pemerintahan lain yang telah berdiri dan menjadi nuansa bagi keberagaman peradaban. Kerjaaan-kerjaan ini pada mulanya adalah bukanlah entitas yang kental dengan keagamaan tertentu tetapi mereka dan masyarakatnya adalah penganut aliran kepercayaan yang disebut animisme dan dinamisme.

Kerjaan Majapahit dan Sriwijaya mungkin adalah dua entitas pemerintahan berdaulat yang bakal dikenang sebagai negara berbentuk kerajaan yang berasal dari nusantara yang bisa di bilang paling super power. Betapa tidak, kekuasaan kedua kerajaan ini tidak hanya sebatas wilayah nusantara saja, tetapi bahkan mengekspansi sebagian wilayah di sekitarnya dan menjadikan keduanya sangat disegani khususnya di Asia Tenggara.

Beralih di fase berikutnya, peradaban berubah ketika Islam masuk ke wilayah nusantara, awalnya pintu masuknya melalui transaksi perdagangan yang selanjutnya sebab jasa besar para saudagar ini yang menyebarkan Islam dengan falsafah "rahmatan lil 'alamin", akhirnya Islam diterima dan dengan damai menjadi peradaban baru di nusantara. Penyebaran Islam ini juga tidak bisa dilepaskan dari jasa "Wali Songo" atau sembilan wali yang dengan proses akulturasi budaya dapat dengan mulus mengislamkan hampir seluruh tanah Jawa dan Sunda, yang mana populasinya paling dominan di nusantara.

Kisah-kisah ini kemudian berlanjut dan terus menjadi bahan perdebatan dikalangan para ulama, pun masyarakat awam soal bagaimana beragama dalam hal ini Islam yang sempurna. Bahkan saat perumusan Pancasila yang saat ini dikenal dan dijadikan dasar negara dan landasan falsafah berbangsa dan bernegara di Indonesia pun riak-riak masih saja muncul. Perdebatan tentang bentuk negara kita setelah proklamasi kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 sempat memanas sebab penambahan tujuh kata pada sila pertama Pancasila, "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Setalah era demokrasi, isu agama adalah komoditas paling seksi untuk dijadikan alat mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Bak istilah, agama dalam hal ini Islam dijadikan sebagai "pendorong mobil mogok" semata yang saat mobilnya jalan para pendorongnya lalu ditinggal begitu saja.

Perbedaan mencolok yang begitu tajam juga terjadi pasca kemerdekaan Indonesia antara pihak agamis dan nasionalis, yang pada gilirannya semacam menciptakan dua kutub politik yang sangat tajam dan terbelah. Para kaum agamis yang religius terkesan lebih konservatif dan tidak mudah berkompromi jika menyangkut hal-hal yang berbau religiusitas. Sebaliknya kaum nasionalis yang progresif dianggap terlalu liberal dan terkadang sekuler.

Perbedaan mencolok ini rupanya menghasilkan pembelahan yang sangat besar di kalangan masyarakat kita, sebagai contoh pada pemilu 2019 yang lalu. Mereka yang mendukung salah satu kandidat yang dianggap representasi dari kaum agamis kemudian diasoasikan sebagai kaum Arabisme dan mendapat sebutan "kadrun" (saat pemilu ada juga yang menyebut "kampret" ) dan sebaliknya mereka yang mendukung kandidat lain yang dianggap representasi kaum nasionalis progresif kemudian diasosiasikan sebagai kaum liberal sekuler dan mendapat sebutan "cebong" (kemudian berkembang dengan sebutan "bani bipang"). Meski pada akhirnya kedua kandidat yang menjadi peserta dalam kontestasi pemilu 2019 lalu telah bersatu dan masuk dalam kabinet di pemerintahan saat ini, namun isu kadrun-cebong ini tidak pernah usai bahkan seolah menjadi semakin masif.

Pembelahan dalam masyarakat Indonesia saat ini, dalam hal kadrun-cebong terkesan telah menyebabkan stigmatisasi berlebihan pada setiap orang. Sedikit saja berbeda pandangan dengan pemerintah, yang bersangkutan langsung dicap sebagai kadrun. Pun sebaliknya sedikit saja memuji dan mengapresiasi pemerintah langsung dicap sebagai cebong. Keadaan semacam ini tidak boleh berlarut dan dibiarkan karena akan menjadi tidak sehat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara nantinya. Mari kita semua anak bangsa yang mencintai republik ini agar menumbuhkan kesadaran bahwa mencintai negara ini adalah kewajiban dan politik hanyalah salah satu sarana sebagai bentuk kontribusi kita bagi negara ini. Melalui kesempatan dalam tulisan ini, kami menyerukan agar STOP KADRUN-CEBONG karena kita adalah Indonesia, bukan negara agama bukan pula negara sekuler. Mari bersatu menyongsong masa depan bangsa dengan berkarya, hentikan menghujat dan mencela, mari berargumen secara intelektual dan beradab.

*****

Kendari, 11 Juli 2022
Written by Ali Marwan
Founder, Positive Vibes91

Sumber Pendukung :

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Seja...n_Hindu-Buddha

https://www.google.com/amp/s/www.gra...indonesia/amp/

https://m.republika.co.id/berita/qam...ancasila-part1

https://m.merdeka.com/politik/sejara...-buzzerrp.html
gramediapubl701
penikmatbucin
penikmatbucin dan gramediapubl701 memberi reputasi
16
3.1K
66
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.