pienduttAvatar border
TS
piendutt
Cinta Lama Bersemi Kembali Di Antara Mawar Putih




Cinta Lama Bersemi Kembali di Antara Mawar Putih

Terlihat sepasang kekasih yang bergandengan tangan sedang memasuki toko bunga.

"Mas, aku mau saat menikah nanti. Bunga mawar putih ini ada di sepanjang jalan, saat aku melangkah," ujar seorang wanita berhijab warna abu-abu yang memiliki nama lengkap Ratu Arsya.

Pria dihadapannya tersenyum membalas ucapan sang kekasih. "Jangankan di sepanjang jalan, seluruh rumah dan kamar kita nanti mau Mas taburi pakai bunga ini, Dek," celetuk pria berbadan tinggi yang bernama Bayu Ferdinan.

"Ah, Mas bisa aja." Arsya tersenyum manis menanggapi kelakar pria tampan itu

Ya' sudah lima tahun lamanya, ia dan Bayu menjalin hubungan hingga setelah lulus kuliah mereka memutuskan untuk menikah. Meskipun orang tua Bayu tidak setuju dengan pernikahan itu, tetap saja sebagai orang tua mereka harus hadir saat lamaran dilakukan.

Sebuah mobil BMW berwarna merah baru terparkir di depan pekarangan rumah.

"Aku masuk dulu, Mas. Sampai ketemu besok, ya."

Bayu menghentikan pergerakan Arsya. "Tunggu!"

Pria berkulit putih itu mengikis jarak, kemudian melayangkan kecupan di bibir sang kekasih. Kaget, Arsya pun tersentak.

"Mas, ih! Belum dihalalin juga," tolak wanita itu malu-malu.

"Lagipula besok kamu sudah resmi menjadi istriku, Dek," sanggahnya.

"Itukan besok, sekarang ma beda lagi. Udah, ya. Hati-hati di jalan."

Bayu hanya menggangguk cepat, kemudian meninggalkan sang kekasih yang masih menatapnya dari kejauhan.

"Kenapa perasaanku nggak tenang gini, ya? Padahal besok aku akan menikah, hah! Sudahlah. Mungkin aku terlalu gugup," pikirnya seraya berjalan memasuki rumah.

Pagi itu, tibalah hari yang dinanti-nantikan. Rumah sudah ramai dengan kegaduhan suara musik dan juga ratusan para undangan yang hadir untuk menyaksikan resepsi pernikahan. Arsya masih duduk di depan meja rias, tangannya yang mungil beberapa kali mengecek benda pipih ditangannya. Tak ada pesan maupun panggilan masuk yang tertera di sana. Ia tidak ingin berprasangka buruk, mungkin saja Bayu sedang mempersiapkan diri atau sedang dalam perjalanan.

Saat waktunya tiba, mempelai wanita duduk di pelaminan. Menunggu sang pengantin pria datang menghampirinya. Setengah jam berlalu, ia masih berpikir mungkin masih dalam perjalanan. Satu jam berlalu, mungkin ada sedikit halangan. Dua jam berlalu, perasaan was-was mulai hinggap. Ada apa sebenarnya dengan pria itu?

'Kenapa Mas Bayu tidak datang tepat waktu di hari sepenting ini, apa ada sesuatu yang terjadi?' batin Arsya bergejolak dengan berbagai macam pertanyaan.

Hingga lima jam berlalu dan acara telah selesai, mempelai pria pun tak kunjung datang. Beberapa tamu undangan pun undur pamit karena sudah terlalu lama mengikuti acara. Ada beberapa yang merasa kasihan, ada pula yang bergunjing di belakang. Begitulah manusia, salah dan benar selalu menjadi bahan pembicaraan.

Arsya terduduk di depan meja rias, dicarinya sang ponsel dan langsung menghubungi Bayu. Namun, nomor yang dituju sedang tidak aktif. Gegas, ia berganti pakaian dan menuju ke rumah pria itu. Kedua orangtuanya sempat menghalangi, tetapi Arsya tidak peduli, ia harus tahu kenapa pria itu tidak datang di saat acara berlangsung.

Sebuah taksi melaju dengan cepat, kemudian berhenti di depan rumah mewah berlantai dua. Terlihat seorang pria paruh baya sedang menyapu di halaman yang luas itu.

Masih dengan nafas yang tersengal-sengal, ia pun bertanya. "Mang Bakri, Mang! Apa Mas Bayu ada di rumah?"

Pria yang ditanya pun kaget, buru-buru ia masuk ke tempat sekuriti untuk mengambil sesuatu. "Kebetulan, ini ada titipan dari Den Bayu untuk Non Arsya." Ia menyodorkan secarik surat.

Gegas, Arsya langsung membuka amplop berwarna cream itu dengan tergesa-gesa. Di bacanya satu persatu kalimat yang ada di sana. Layaknya sebuah peluru, kata perkata yang ia baca langsung tertancap pada jantung. Makin ia baca, dadanya semakin sakit. Di surat itu tertulis bahwa dengan terpaksa Bayu harus meninggalkannya dengan suatu alasan tertentu yang tidak bisa dijelaskan. Lalu, dengan adanya surat itu pun Bayu memutuskan hubungan secara sepihak serta membatalkan pertunangannya. Pria itu bersama dengan keluarganya sudah pindah ke Amerika sejak pagi tadi.

Arsya meremas kertas itu, ia tersungkur ke tanah. Sang kaki tak mampu menopang tubuhnya yang terasa lemas. Bukan hanya itu saja, bahkan langit ikut menangis seolah mengerti perasaannya saat ini. Ia pun pulang dengan guyuran air hujan yang membasahi tubuhnya. Rasa dingin, petir yang menyambar tak dihiraukannya lagi. Ia berjalan dengan keputus-asaan, hingga pingsan di tengah jalan.

Beberapa Minggu kemudian, Arsya terus mengurung diri di rumah. Kedua orangtuanya pun sudah mencoba menguatkan sang anak. Namun, wanita itu seperti kehilangan semangat hidup dan tidak ingin melakukan apa pun. Berbulan-bulan lamanya ia memulihkan luka, meskipun para tetangga masih saja sering bergunjing. Baginya, Bayu telah tiada. Ia harus kembali mencari nafkah untuk keluarga dan juga masa depannya.

Setelah bekerja ia lebih sering mengurung diri di kamar sambil menikmati membaca puisi. Untuk sekarang, keadaan seperti itulah yang dibutuhkannya.

pada waktu yang kalian gerutukan
saat rindu tak bermuara temu
lantas,
bagaimana bila kita bertukar peran
untuk rinduku yang menggelandang
pada hati yang kuketuk perlahan
lalu kepada apa kelak gerutu kusampaikan?


link poetry



Lima tahun kemudian.

Terlihat Arsya sedang sibuk melayani pelanggan, restoran tempatnya bekerja sekarang lumayan banyak pengunjung. Ia cukup bahagia sekarang, menyibukkan dirinya dan sudah berhasil mengubur kenangan-kenangan lama.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara. "Aku mau es cream rasa vanila, dong."

Arsya mencari arah suara itu, terlihat seorang gadis cilik dengan rambut berponi sedang menatapnya. Ia melihat kesana-kemari sepertinya tidak ada orang dewasa yang bersama anak kecil itu.

"Orang tua Adek di mana?"

"Aku mau es cream sekarang!" Nada suaranya meninggi diiringi tatapan mata berkaca-kaca.

"Iya-iya, Kakak buatkan dulu." Arsya buru-buru membuatkan es cream sesuai permintaan sang bocah. Dipikirnya orang tua gadis itu mungkin sedang makan dan lupa mengawasi anaknya.

"Ini." Arsya memberikan es cream bertabur ceres itu ke gadis di hadapannya.

Gadis itu tersenyum seraya memperlihatkan kedua gigi kelincinya. "Ini untuk Mama."

Gadis cilik yang berusia empat tahunan itu menyodorkan sepucuk mawar putih. Spontan, Arsya langsung mengambilnya. Ya' sudah sejak lama, tepatnya lima tahun yang lalu, ia sudah mulai lupa bagaimana bentuk mawar putih.

Saat ia lengah, gadis cilik tadi sudah hilang dari pandangan. Sekilas, Arsya melihatnya keluar dari restoran. Buru-buru ia mengejarnya. Sesampainya di luar, ia melihat gadis itu menangis terisak-isak dalam gendongan seorang pria separuh baya. Sedangkan di hadapannya ada pria mengenakan kemeja putih yang sedang marah-marah.

"Sudah berapa kali papa bilang, jangan temui Mama kamu sebelum saatnya. Kenapa kamu tidak pernah mendengarkan kata-kata papa, ha!"

"Tuan, tuan."

"Diam semuanya, aku sedang memarahi Tasya. Tidak ada yang boleh membela!"

Masih dengan terisak-isak, Tasya nama gadis cilik itu melirik ke arah Arsya yang berdiri tidak jauh dari sana. Ia mengacungkan jari dan berkata. "Mama." Ia segera turun dari gendongan dan menjatuhkan tubuh mungilnya ke pelukan Arsya.

"Adek nggak kenapa-napa, kan?" Arsya bertanya kepadanya.

"Papa jahat, Papa selalu ngelarang Tasya buat nemuin Mama. Kan, Tasya kangen sama Mama." Tanpa berdosa gadis cilik itu bergelantungan di leher Arsya, memeluk dan mendekap wanita itu dengan erat.

"Mohon maaf karena menggangu acara keluarga kalian, tapi bisakah pertengkaran ini diselesaikan secara kekeluargaan. Anak sekecil ini tidak sepantasnya dimarahi seperti itu. Toh, hanya karena masalah tidak membayar es cream saja, kan?."

Ya' suara itu masih sama seperti dahulu, masih selembut kelopak bunga sakura yang berguguran. Pria berkemeja putih tadi pun berbalik badan, Arsya pun mengenali wajah pria itu.

'Mas Bayu.' batinnya.

Kedua insan itu saling menatap, lidah mereka seakan terkunci karena perpisahan sekian tahun. Seperti pepatah mengatakan, jika berjodoh meskipun terpisahkan puluhan tahun pun pasti akan dipertemukan kembali.

"Lama tidak bertemu."

Arsya tersentak dari lamunannya, suara yang selama ini sangat dirindukannya. Suara yang belum pernah bisa ia lupakan hingga saat ini, kini bergema dalam telinganya.

"Maaf, aku harus kembali bekerja," ujar wanita itu dengan menurunkan Tasya dari gendongannya.

Mendadak, Bayu menghentikan langkahnya. "Tunggu, bisakah kita berbicara sebentar."

"Ini masih jam kerja, mohon maaf."

"Kalau begitu, aku akan menunggu sampai kamu selesai bekerja."

Tanpa menjawab ucapan pria itu, Arsya melengos kembali masuk ke restoran. Ia duduk termenung di ruang ganti, ditatapnya dirinya melewati pantulan kaca.

"Apa aku sedang bermimpi?"

Seakan tak percaya dengan apa yang berlaku pada dirinya, ia menampar pipinya sendiri.

"Ouch, sakit!" Kini ia sadar, bahwa semua itu bukanlah mimpi.

Seperti perkataan Bayu sebelumnya, pria itu benar-benar menunggu Arsya hingga selesai bekerja. Mau tidak mau wanita itu tak bisa menolak ajakannya. Bayu mengajak Arsya untuk makan malam sambil berbincang-bincang.

"Gimana kabarmu selama ini?" Bayu buka suara agar suasana tidak terasa canggung.

"Alhamdulillah, baik. Mas bisa lihat sendiri."

"Kelihatannya, kamu agak kurusan."

Arsya menatapnya dengan banyak pertanyaan.

"Aku tahu, pasti ada banyak pertanyaan yang ingin kamu ucapkan. Maka malam ini aku akan menjelaskannya tanpa ada yang aku tutupi."

Bayu menceritakan bahwa lima tahun yang lalu saat setelah lamaran, ternyata kedua orang tuanya tidak setuju dengan pernikahan itu. Sempat bertengkar dan Bayu memilih pergi dari rumah. Sengaja, ia tidak memberitahukan keadaannya pada Arsya karena tidak ingin wanita itu sedih. Ia tetap menjalani hidupnya seperti biasa. Sehari sebelum ia akan menikah, Bayu pulang untuk meminta restu kepada kedua orangtuanya. Namun, justru kabar menggemparkan yang diterima.

Ayahnya terkena serangan jantung dan harus dirawat di rumah sakit. Karena sudah dalam keadaan kritis, maka harus dilakukan transplantasi jantung dalam waktu dua Minggu. Rumah sakit tidak berhasil mendapatkan donor jantung, kemudian pasien terpaksa dibawa ke Amerika untuk mendapatkan donor jantung yang bisa didapatkan di sana serta perawatan medis yang lebih maksimal. Mau tak mau Bayu harus menanggalkan segalanya demi sang ayah. Ia pun harus memutuskan hubungannya dengan Arsya demi masalah itu.

Namun, manusia tidak bisa mengubah takdir yang sudah digariskan. Setelah menerima transplantasi jantung, ayahnya divonis mengidap kanker dan hanya bertahan hidup selama tiga tahun. Dengan waktu yang sesingkat itu, beliau sangat menginginkan seorang cucu. Awalnya Bayu menolak untuk menikah dengan siapapun, lalu dengan banyak pertimbangan ia memilih untuk menggunakan bayi tabung. Dengan wanita pilihan ibunya, ia berharap masalah ayahnya bisa teratasi. Sedangkan Bayu masih tetap tidak mengijinkan wanita manapun tidur dengannya karena ia tidak bisa melupakan Arsya.

Singkat cerita, lahirlah Tasya. Dua hari setelahnya, Bayu menggugat cerai istrinya. Kini ayahnya telah tiada, begitupun dengan ibunya yang juga sakit sehingga menyusul kepergian sang suami. Kini Bayu menjalani hidupnya bersama Tasya.

Mendengar cerita itu, tak terasa Arsya menitikkan air mata. Ia benar-benar tidak menyangka bahwa selama ini Bayu sudah menderita, sedangkan ia terus mengumpatnya setiap hari.

"Semoga kamu bisa memahaminya."

"Ada satu hal yang tidak bisa kupahami, Mas. Mengapa Tasya memanggilku dengan sebutan mama?"

Bayu pun mengatakan, bahwa sejak Tasya lahir ia selalu mengenalkan bahwa mamanya bernama Arsya dan ia bekerja di Indonesia. Awalnya gadis itu menerima alasan tersebut, tetapi lama-kelamaan ia mengetahui fakta bahwa papanya tidak berani muncul di hadapan sang mama. Makanya Tasya selalu mencari alasan untuk bertemu Arsya.

"Dia gadis yang cerdas."

"Tentu saja, siapa dulu papanya."

"Hah, Mas masih bisa sombong di saat seperti ini?"

"Dek, Mas datang ke sini untuk mengulang kembali kisah kita. Mas ingin kembali membahagiakanmu dan ingin melindungimu seperti dulu lagi."

"Maaf, Mas. Aku sudah lama melupakanmu. Ini sudah larut, aku harus pulang."

"Biar aku antar."

"Nggak perlu! Aku bisa naik taksi." Arsya pergi secepat kilat. Meninggalkan pria yang pernah mengisi hatinya selama bertahun-tahun. Pria yang dulu selalu memeluknya dengan hangat, pria yang sangat mencintai dan menyayanginya.

Bayu pun tampak kecewa, tetapi bisa apa. Memang dialah yang bersalah selama ini. Namun, bukan Bayu namanya jika tidak memiliki tekad yang kuat. Dia harus bisa menbuat Arsya jatuh cinta lagi dan membuka hati untuknya.

Sudah berminggu-minggu, pria itu melakukan pendekatan. Bahkan puluhan bunga mawar putih selalu ia kirimkan di tempat kerja wanita itu, tetapi Arsya tetap diam dan tidak mempedulikannya. Meskipun dihatinya menginginkan, tetapi ia harus jual mahal juga. Baginya, semua itu belum cukup untuk mengganti penderitaannya selama ini. Akhirnya, keadan diperparah saat ia menjadi gunjingan oleh teman sesama karyawan di sana. Merasa tidak terima dengan semua perkataan itu, Arsya pun menemui Bayu dan memperingatkannya agar tidak melakukan hal-hal bodoh lagi.

"Aku tidak akan berhenti sampai kamu memaafkan aku!" tegas Bayu saat Arsya berpaling ingin pergi darinya.

Belum sempat Arsya menjawab, tiba-tiba tasnya dijambret. Spontan, ia berteriak. Bayu yang melihat itu langsung mengejar si pencuri. Aksi kejar-kejaran pun terjadi. Arsya panik dan langsung meminjam ponsel dari orang yang berjalan di sana untuk menghubungi polisi.

Arsya sedang duduk di kantor polisi terdekat guna menunggu tasnya ditemukan.

Seorang polisi mendatanginya. "Ini tas Anda, coba di cek dulu apakah masih komplit?"

Gegas, ia mengecek dan semua barang masih utuh. Ia pun penasaran kenapa Bayu tidak terlihat.

"Maaf, Pak. Apakah pria yang mengejar pencuri tas ini tidak ke sini?"

"Oh, pria itu. Dia mengalami penusukan dan sedang dilarikan ke rumah sakit."

"Apaaaa?!"

Secepat kilat, Arsya berlari mencari taksi untuk melihat keadaan Bayu. Dalam hatinya terus berdoa semoga pria itu tidak mengalami hal-hal yang buruk. Belum sempat ia menerimanya kembali, jangan sampai ia kehilangannya lagi untuk kedua kalinya.

Sesampainya di rumah sakit, ia melihat semua orang merunduk sedih. Bahkan, Tasya ikut menangis histeris. Seolah menandakan sesuatu yang buruk tengah terjadi.

"Bagaimana keadaan Mas Bayu?" tanyanya pada pria yang menggendong Tasya.

Pria itu menggeleng dengan menitikkan air mata, detak jantung Arsya tiba-tiba terhenti. Kali ini ia merasakan sakit yang lebih kuat dari sebelumnya. Ia melangkah sempoyongan memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sesosok tubuh ditutupi kain putih. Arsya menangis sejadi-jadinya. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa? Ia tidak mempercayai semua itu.

"Bangun, Mas. Aku belum memaafkanmu. Mas Bayuuuu!? Bangun, aku belum mengatakan sesuatu yang penting. Aku nggak rela Mas ninggalin aku seperti ini. Aku nggak mau kehilangan Mas lagi. Aku sayang sama Mas ... huhuhu." Arsya menangis terisak-isak.

"Aku juga menyayangimu, Dek."

Arsya terdiam karena mendengar suara itu, ia berbalik dan mendapati Bayu bangun dari tidurnya. Ia langsung memeluk pria itu tanpa persetujuan dulu.

"Mas Bayu jahat, selalu bohongin aku!" Ia memukul ringan dada pria itu sembari terisak dan kemudian memeluknya dengan erat.

"Kalau aku nggak pura-pura begini, mana bisa mengetahui isi hati kamu, Dek. Maafin aku, ya."

Arsya pun tak mempermasalahkannya asalkan pria dihadapannya baik-baik saja. Mendadak, Tasya berlari dan mendatangi kedua insan yang sedang berpelukan itu.

"Mana permen punya Tasya, capek tau akting nangis setengah jam," ujarnya dengan mengulurkan satu tangan.

Arsya tertawa terpingkal-pingkal, kesedihan yang ia alami barusan langsung berubah seketika.

"Tasya udah berani bohong juga, pasti ini ajaran Papa kamu. Sini, mama mau kasih kamu hukuman!"

Arsya pun mengejar Tasya yang tengah berlarian, setelah mendapatkan gadis cilik itu. Mereka saling menggelitik dan tertawa bersama. Bayu ikut tersenyum puas melihat kedua bidadari yang ia sayangi bisa akur dan akrab seperti itu.

Setelah keluar dari rumah sakit, Bayu langsung mempersunting Arsya menjadi istrinya. Kini mereka hidup bersama Tasya dan menjalani kehidupan yang bahagia.

Tamat

Writer : @piendutt
Sumber : Opini pribadi
Diubah oleh piendutt 04-07-2022 14:49
aliazzz80
itkgid
terbitcomyt
terbitcomyt dan 14 lainnya memberi reputasi
13
1.8K
28
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.