Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pejoeanghidoepAvatar border
TS
pejoeanghidoep
Swasa Akhir Sebuah Janji




Yogyakarta International Airport

"Sudah mau pergi?"

Memandang pria yang ada di depan, Yutta begitu enggan untuk melepas kepergiannya.

Dia sedikit kecewa dengan keputusan yang diambil setelah 3 tahun penuh warna. Dia bahkan sudah siap untuk bersimpuh di pelaminan sebagai istri.
Tapi apa daya, cerita cintanya bukan hanya sekedar romansa ratu rumah tangga biasa.

"Iya Tata."

"Sudah, jangan cemas. Ingat janji tadi malam sayang."

"Janji ya."

Dia mengingat janji kemarin malam.

"Tata sayang, ingat janji ini ya. Apapun pilihanmu nanti, saat mas pergi menjauh. Mas sangat mengerti kamu yang selalu butuh perhatian, dimanjakan. Apalagi jika suatu saat nanti mas tidak ada kabar, kamu butuh kasih sayang, pasti akan ada seseorang yang akan menggantikan kekosongan yang mas tinggalkan. Mas tidak mau kamu terlalu berharap, apakah kamu akan menikah nanti? apakah kamu sudah punya anak-anak? Mas tidak akan pernah kecewa, selama itu membuatmu bahagia."

Berkelip mata yang semakin hangat, Yutta langsung memeluk erat untuk terakhir kali.

"Sudah sayang, berbahagialah dan tersenyumlah."

"Maunya sama Mas, kamu Mas."

Pecah tangis Yutta dalam dekap pelukan erat Putra.

"Tata yakin mau nunggu?"

Dia hanya menganggukan kepala tanpa menjawab.

"Waktu yang akan menjawab sayang."

Putra mengecup mesra kening Yutta.

"Tata sudah ya."

Putra melepas pelukan Yutta yang semakin erat.

"Maaf Mas."

Dia begitu enggan melepaskan.

"Mas pergi dulu ya, jangan ditunggu dan menunggu."

Yutta hanya bisa menggelengkan kepala.

"Tata mau nunggu Mas."

Putra langsung tersenyum mendengar suara lirih Yutta.

Memandang Putra terakhir kali, dia tersenyum manis melepas kepergiannya.

"Aku janji Mas, janji."

Janji Yutta.

-----

Setelah lima tahun menunggu.

"Kamu bohong Mas, bohong."

Sudah enam bulan terakhir, dia tidak dapat menghubungi Putra. Mulai dari Whatsapp, Telegram, Instagram atau email, tidak ada balasan satu pun.

Padahal lima tahun ini, dia selalu mendapat kabar apapun darinya tanpa hambatan.

Yutta menjadi gelisah, tidak biasa Putra seperti ini.

"Tata lagi makan bakpia kesukaan Mas."
*Foto

"Tata lagi makan bakso balungan kesukaan Mas."
*Foto

"Mas, sudah 1 bulan tanpa kabar."

"Mas, sudah 3 bulan tanpa kabar."

"Mas, sudah 5 bulan tanpa kabar."

"Mas, sudah 6 bulan tanpa kabar."

Quote:



Yutta mulai terlihat kecewa. Dia juga sering termenung sendiri sampai Mamah pun heran melihat anak satu ini.

"Sudahlah, mungkin Putra lagi sibuk kerja disana. Jangan kepikiran kemana-mana Yutta, sabar saja."

"Tapi Mah..."

Mendengus dengan kecewa, dia sedikit cerita mengenai hati yang sedang dilanda gundah.

"Cuma lagi gundah Mah, tadi sore ada yang menyatakan cinta sama Yutta. Ditambah lagi siap langsung nikah."

"Tapi, Yutta kan masih menunggu Putra. Janji Putra."

"Bingung Mah."

Mamah lagi-lagi menggelengkan kepala.

"Semua keputusan ada sama kamu nak. Mamah berharap hubungan Yutta sama Putra baik-baik saja."

"Iya Mah."

Yutta langsung memeluk erat Mamah.

-----

Setahun tanpa kabar dari Putra.

Yutta sudah mulai perlahan mengisi kekosongan hati dengan pria pilihannya. Dia teman dekat yang dulu pernah memberi kisah kasih cinta saat kekosongan hati sedang melanda kekeringan. Walau bayang-bayang Putra masih tersimpan erat dalam hati, itu sudah terkubur bersama dengan banyak kenangan tersisa.

"Kebahagiaan ini kah yang kamu maksud Mas?"

Termenung sendu merindu mengingat janji dari Putra.

"Yutta, halo... Yutta."

"Eh Mamah, hehe."

"Mikirin Putra lagi. Heh ini sudah make up cantik, mau akad juga masih aneh-aneh."

"Siapa tahu Mah, ehem datang gitu."

"Ehem, ehem terus."

Mamahnya masih keheranan lihat tingkah aneh Yutta.

"Mah, Yutta masih merasa bersalah Mah sama Putra."

"Putra pasti mengerti nak, takdir juga berkata lain. Hanya waktu yang berjodoh."

"Tapi..."

"Sudah, sudah. Calon Suamimu sudah menunggu."

Sayup terdengar riuh gempita kebahagiaan mendekat, Yutta melangkah perlahan menuju pelaminan.

Terlihat disana, ada Mamah, papah, adik dan semua teman terkasih. Mereka ikut bahagia memandang wanita cantik yang keluar berjalan perlahan untuk bersanding dengan calon suaminya.

"Saya terima nikah dan kimpoinya Yutta Putri Armadefa binti Armadefa Setyaji dengan mas kimpoi tersebut dibayar tunai."

"Sah, sah..."

Yutta tak mengira sudah resmi menjadi istri Viky, dia tak kuasa menahan air mata bahagia yang jatuh perlahan sebagai saksi akhir kisah cinta masih menunggu disana.

-----

"Ini apa-apaan hah."

"Kamu habis judi lagi, terus mabuk, itu uang siapa yang kamu habisin."

"Jawab hah..."

Gelegar pecah kemarahan Yutta yang melihat Viky sedang mabuk. Ini kebiasaan suaminya yang paling dibenci setelah menikah, mabuk dan judi.

Entah siapa yang bodoh disini, padahal sebelum nikah, dia tidak melihat kebiasaan Viky seperti ini. Merokok pun tidak apalagi sampai mabuk miras.

"Sst..."

"Diam jalang."

Viky langsung menarik rambut panjang Yutta.

"Semua tabungan, sertifikat rumah sudah ku ambil semua."

"Hahaha..."

"Apalagi kalau bukan buat judi."

"Hahaha..."

Merintih kesakitan, dia sedikit berontak melepas genggam tangan yang menyentuh rambut kepala.

"Sayang, jangan berontak. Cuma kita berdua yang ada di rumah ini."

"Hahaha..."

*Plak

Suara tamparan tangan Viky.

*Plak

"Lagi ya sayang."

*Plak

*Plak

Sudut bibir Yutta mulai berdarah, terlihat disana Viky masih tertawa menikmati siksaan.

"Bajingan..."

"Apa hah, coba bilang lagi."

*Bug

Viky langsung menonjok perut Yutta.

"Hahaha..."

"Hahaha..."

Yutta terjungkal ke belakang dengan tangan memegang perut yang terasa nyeri. Dia hanya bisa melenguh kesakitan.

Sedikit melirik dengan mata yang sudah basah, Yutta memandang Viky berdiri sempoyongan jatuh bangun dan semakin bicara tidak jelas. Melihat situasi sudah aman, dia perlahan bangun dengan hati-hati melangkah keluar rumah.

Ini sudah kesekian kali Viky melakukan penyiksaan. Bukan hanya cacian makian, tamparan dan pemukulan pun sudah jadi kebiasaan saat suaminya dalam keadaan mabuk. Kehidupan rumah tangga yang harmonis impian Yutta pun langsung runtuh seketika.

-----
Pengadilan Agama Kota Yogyakarta

*Tok

Suara palu hakim pengadilan, mengakhiri hubungan suami istri yang sedang duduk termenung di depan. Mediasi antar kedua pihak juga gagal, dimana niat baik Viky yang meminta agar tidak bercerai pun langsung ditolak tegas oleh Yutta.

Yutta Resmi bercerai, dia langsung menghampiri dan memeluk Mamah yang masih menangis haru.

Mamah tak mengira, kisah rumah tangga anaknya berakhir perceraian.

"Sudah nak, anggap saja pelajaran menempa hidup lebih baik."

"Maaf ya Mah."

"Maafin Mamah juga nak."

Yutta hanya bisa memberi anggukan ringan. Dia mengalami trauma berat secara fisik maupun mental.

-----

Di kamar, Yutta mengambil salah satu foto yang selalu tersimpan rapi dalam beberapa album di atas meja. Terlihat disana, ada dua orang yang sedang senyum memandang satu sama lain dengan bahagia.

"Mas..."

"Sudah satu tahun lebih tanpa kabar, Tata kangen."

"Maaf Mas, Tata juga salah pilih."

"Tata mau ketemu Mas lagi. Jika Mas sudah menikah dan punya anak, Tata sudah belajar ikhlas."

"Mungkin ini karma buat Tata yang sudah tidak percaya janji Mas dulu."

Dia pun tersenyum dengan air mata yang mengalir pelan. Terlihat disana, Mamah sudah mengintip di celah pintu.

"Yutta, besok jadi dinas ke Bali?"

"Ah Mamah, suka nih buat Yutta Kaget."

"Iya Mamah cantik, besok jadi ketemu klien di Bali."

"Lumayan liburan gratis, hehehe..."

"Kerja Neng, astaga malah liburan."

"Anak muda Mah, biasa."

"Ehem, Yutta sudah tua kali."

"Mamah..."

Mamah selalu menghibur anaknya satu ini. Semenjak cerai, Yutta masih trauma saat ada laki-laki yang ingin menjadi teman dekat.

Dia juga sering termenung sendiri memandang beberapa foto album kenangan bersama Putra.

*Ting
Whatsapp Winda

"Haaiiilo, Yutta sayang..."

"Iya Win, ada apa?"

"Hehehe, malam ini ke Malioboro yuk."

"Please..."

"Ya ya, tapi jangan sampai tengah malam Win."

"Roger bos, iya tahu besok harus flight ke Bali."

"Stay strong Yutta sayang."

"Malioboro ya..."

Mendengus pelan, Yutta melanjutkan persiapan buat dinas besok.

-----

Malam Hari, Jalan Malioboro.

"Winda, sudah sampai mana?"

"Tempat biasa ya Win, dekat bentor Kang Ucup."

"Iya Yutta, bentar cari parkir. Ini napa rame banget sih."

Yutta memandang sekitar yang semakin ramai orang-orang berjalan. Dia tersenyum sendiri mengingat kenangan saat bersama Putra.

"Mas...."

Terhanyut dalam kenangan, Yutta tak tahu dia sudah dipanggil-panggil Winda.

"Bah....."

"Kaget windaa..."

"Yutta, Yutta, dipanggil dari tadi gak ada respon."

"Eh lah, malah bengong sendiri."

"Hehehe..."

"Kesambet Kang Ucup loh, hahaha."

"Windaaa..."

"Iya iya, yuk jalan sayang."

Winda menarik tangan Yutta dengan semangat mengajaknya berkeliling jalan setapak Malioboro.

"Murah-murah, beli dua gratis 1."

"Murah-murah, beli 10 gratis 1."

Terdengar suara rayuan promo banyak pedagang disana.

"Win, mampir ke bakpia biasa ya."

"Iya ya, ini juga lagi bingung milih baju. Belum lagi kesono, sana lagi, sana juga. Wuu..."

Yutta tertawa tipis, melihat kekonyolan sahabatnya ini.

"Ini sudah, itu sudah, itu juga oke."

"Sudah semua, beneran? Cek lagi coba, nanti ada yang lupa."

"Astaga, sudah semua Yutta."

"Ayo kita ke bakpia, hehehe...."

Memandang Winda yang terlalu semangat, dia langsung berjalan menembus kerumunan banyak orang.

"Yutta, hei, Yutta ngapain berhenti?"

Winda kebingungan melihat Yutta tiba-tiba berhenti jalan. Lambaian tangannya dihiraukan Yutta yang masih berdiri mematung.

"Win, itu Win, Putra."

"Itu..."

Yutta dengan panik menunjuk ke arah depan.

"Ahh, mana sih? Salah orang kali, segitunya pengen ketemu."

"Beneran Win, tadi ada Putra, tapi dia lagi pegangan tangan sama anak kecil dan dan wanita."

"Yutta sudah oke, kalau benar tadi kamu lihat Putra, relain dia yang sudah mempunyai keluarga."

"Tapi kan Win..."

"Ssst, sudah oke."

Yutta tersenyum tipis memandang sekali lagi ke depan. Ini karma dia yang sudah melanggar janji dari Putra.

"Semoga keluarga kecilmu bahagia Mas." 

-----

Tiga hari setelah pulang dinas ke Bali.

"Yutta, sini nak."

"Iya Mah, sebentar."

"Ada apa Mah."

"Kemarin ada yang cari kamu nak pas lagi dinas ke Bali."

"Siapa Mah? Perasaan Yutta gak ada janji?"

"Ada kemarin laki-laki ke rumah."

"Cowok? Jangan yang aneh-aneh lagi Mamah."

"Beneran, mana ganteng lagi anaknya."

"Tuh kan bener, Yutta gak mau ah."

"Eh eh mau kemana?"

"Balik ke kamar, huh."

Yutta balik ke kamar dengan kebingungan melanda pikirannya, mengingat siapa yang ke rumahnya kemarin?

"Astaga ini anak lagi bengong sendiri."

"Hehehe..."

"Dipanggil Mamah gak ada jawaban."

"Hehehe..."

"Itu tuh ada yang cari di depan."

"...."

"Itu yang kemarin cari Yutta."

"Samperin dulu sana, gak enak juga sudah ke rumah."

"...?"

"Malah bengong, udah sana!!! Astaga Yutta."

"Iya ya, Mamah bawel banget."

Yutta masih menebak-nebak siapa orangnya, apa jangan-jangan Viky!!! Ngapain kesini lagi itu bajingan. Dengan panik dia langsung turun ke bawah menuju ke depan rumah.

"Tata..."

Dia terdiam mendengar suara itu, langkah kaki terhenti seakan terpaku.

"Mas..."

"Maaass!!!"

Yutta langsung lari memeluk erat Putra. Dia menangis tersendu tak mengira.

"Maafin Mas ya."

"..."

"Tanpa ada kabar."

"..."

"Menghilang terlalu lama."

"..."

Yutta menangis dalam pelukan Putra.

"Mas..."

"Mas..."

Lirih suara serak Yutta yang masih terbata-bata.

"Iya Tata, sudah sudah."

Menunggu Yutta tenang, Putra membawanya duduk di depan teras rumah.

"Tambah tua."

"Mas bilang apa? Coba lagi!"

Yutta bersungut merah.

"Salah sendiri tinggalin Tata."

"Iya ya, Mas yang salah. Nanti Tata cari tahu ke Mamah, Mas sudah cerita semua."

"Hem, hem..."

Yutta masih belum menerima.

"Enak ya liburan ke Bali."

"Apaan enak! Hihh..."

"Mas, jawab jujur."

"Malam Minggu kemarin, Mas ada di Malioboro?"

"Iya Tata."

*Deg

Jadi, waktu itu yang ku lihat anak istrinya.

Tak terasa bulir air mata Yutta menetes.

"Maaf Mas."

"Lah ini nangis, eh Tata, halo..."

"Mas sudah menikah?"

"Bhahaha..."

Yutta terheran memandang Putra yang sedang tertawa terbahak-bahak.

"Terus Mas ngapain kesini? Nanti dicariin istri sama anak. Gak enak juga Mas dilihat orang-orang."

"Sstt..."

Jari telunjuk Putra langsung menutup bibir Yutta.

"Mas mau melamar kamu."

*Deg

"Tapi..."

*Deg

Dia terlihat kebingungan dengan lamaran tak terduga.

"Gak ada alasan Tata. Kemarin malam yang kamu lihat itu masih ada hubungan saudara sama Mas. Mereka berdua minta ditemenin jalan-jalan ke Malioboro."

*Guyur

Beban terberat dalam hati Yutta langsung terlepas bebas. Memandang sekali lagi Putra yang tersenyum menggoda.

"MAS..."

"HIHH..."

"Adu duh aduh, ini malah gigit. Astaga dapat calon istri begini."

"Biarin wleh..."

"Mas minta maaf juga, kemarin pas kesini sudah diceritain sama Mamah. Semua..."

"Sudah Mas sudah, Tata gak mau ingat masa lalu lagi."

"Iya Tata, Mas cuma nyesel sudah ninggalin kamu."

"Gak ninggalin lagi."

"Iya janji."

"Gak kerja disana lagi."

"Emm..."

"MAS!!!"

Yutta langsung memeluknya, dia begitu enggan melepaskan lagi.


Quote:



"Lebih berat kamu Mas traumanya."

-----

"Saya terima nikah dan kimpoinya Yutta Putri Armadefa binti Armadefa Setyaji dengan mas kimpoi tersebut, tunai."

"Sah..."

Getaran hati Yutta perlahan pecah.

"Cukup terakhir dan selamanya Mas."

Tetesan rintik air mata perlahan turun membasahi pipi. Terlihat disana, Mamah memandang Yutta dengan tersenyum haru teringat perjuangan anak dan menantunya.


Yutta Putri Armadefa & Putra Arestu Prananca




bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
4
739
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.