suciasdhanAvatar border
TS
suciasdhan
Lelaki Pilihanku Tempat Cinta Berlabuh [COC Cinta Lama Bersemi Kembali 2022]

Sumber: Genggam Erat


Cinta Bermuara Pada Imam Dunia Akhirat

Quote:

Sumber: Sepenuh Rasa yang Indah by Heane

Sungguh indah taman yang ditumbuhi bermacam bunga beraneka warna. Harum semerbak mewangi memenuhi indera penciuman. Suasana semakin syahdu, ketika samar dari kejauhan tampak bayangan seseorang yang begitu kukenal menghampiri. Perlahan semakin mendekat. Tangannya terulur, kemudian menggenggam jemariku. Semakin mendekat, tampaklah jelas sosok rupawan itu. Ia tersenyum manis, sorot matanya yang teduh tepat menghujam retina mataku. Lalu ia menuntunku ke suatu tempat yang nyaman dan damai.

Kulirik jam beker di atas meja. Pukul 03.00 dini hari. Mimpi yang sama, seperti malam-malam sebelumnya. Dengan seseorang di masa laluku. Sosok yang sudah nyaris aku lupakan. Setitik peluh membasahi kening. Kuusap wajah berulang kali seraya beristigfar. Kutatap wajah suami yang tengah terlelap. Wajahnya begitu damai. Tampak sesekali ia tersenyum. Apakah ia juga tengah bermimpi tentang seseorang di masa lalunya?

Enam tahun lamanya aku menjalani biduk rumah tangga dengan suamiku. Banyak orang berpendapat kami pasangan yang serasi. Hal ini karena kami selalu tampak bahagia. Tak sedikit kaum wanita yang merasa iri karena aku yang berasal dari keluarga sederhana, berubah nasibnya 360 derajat. Wanita sederhana ini, kini bergelimangan harta karena telah dipilih sang pengusaha muda ternama untuk mendampingi hidupnya.

Benarkah aku bahagia?Pertanyaan yang akhir-akhir ini selalu mengganggu pikiranku. Aku rasa tidak, begitu ucap batin kecilku.
***
Sebenarnya sudah lama aku tak berkumpul dengan teman-teman semasa putih abu-abu. Namun, entah siapa yang memasukkan aku ke dalam grup Whatsapp alumni yang chatnya selalu ramai, saling sapa, bercerita, bercanda tawa hampir 24 jam penuh. Seru juga. Aku yang biasanya selalu merasa kesepian di rumah karena suami kerap sibuk dengan pekerjaannya, kini tak lagi merasa hampa. Tak jarang aku mengurai tawa menyimak lelucon-lelucon dan melihat stiker-stiker lucu yang dilemparkan kawan-kawan SMA melalui grup chat itu.

Suatu ketika ia menyapa di chat pribadi. Hatiku berdebar tak menentu. Kami tidak pernah berjumpa lagi semenjak sama-sama menikah. Aku sudah hampir lupa padanya. Bagaimana tampang dia sekarang, ya? Apakah masih setampan dulu? Aku merasa sangat penasaran, sebab, dia tak memasang foto profil di Whatsapp-nya.

Sejak menerima chat pribadinya, rasa ingin tahuku tentang dia semakin besar. Kucari info di akun sosmed-nya. Tak memakan waktu lama, akhirnya kutemukan akun yang kumaksud. Ia masih terlihat menarik seperti dulu. Kulihat foto keluarganya. Rupanya ia sudah punya satu anak perempuan, cantik, secantik wanita yang menjadi pendamping hidupnya. Terlihat seperti keluarga bahagia pada umumnya. Apakah ia benar-benar bahagia? Ataukah semu semata seperti yang sedang kualami?

Quote:


Kuurungkan niat untuk menjawab karena dikejutkan oleh emoticon loveyang dikirimkan barusan bersamaan dengan chat terakhirnya. Kututup layar Whatsapp bertuliskan namanya, Harsa Mahardika. Hatiku berdesir.

“Nay, susah bangun?”

Suara suamiku mengejutkanku, menyadarkan dari lamunan, mengembalikanku ke alam nyata.

“Sudah, lagi nunggu azan subuh.”

Ia beranjak ke kamar mandi. Aku sudah tahu apa yang akan dilakukannya. Salat subuh, sarapan, baca koran, lalu berangkat kerja. Tak ada kabar seharian, pulang jelang tengah malam, sampai di rumah, ke kamar mandi, lalu tidur.

Padahal, ketika awal-awal menikah, kami sering menikmati waktu berdua. Nonton, jalan-jalan, travelling, wisata kuliner, atau apa saja. Seiring berjalannya waktu, ia semakin sibuk. Akhir pekan pun kadang tak punya waktu untukku. Pernah, sih, beberapa kali akhir pekan ia ada di rumah. Untuk menghangatkan suasana, aku ajak ia bercerita, tetapi ia kadang tak fokus menyimak. Kalau pun “dipaksa” mendengarkan, ia hanya menjawab singkat saja, seolah tak tertarik dengan ceritaku. Hingga pada akhirnya aku malas bercerita lagi padanya. Kami hanya bicara seperlunya saja, itu pun jika penting.

Padahal dulu, Narendra adalah pribadi yang hangat juga humoris. Entah apa yang membuat ia berubah menjadi sosok yang dingin. Apakah karena di usia pernikahan kami yang sudah cukup lama ini, aku tidak jua bisa memberinya keturunan? Meski pun orang bilang punya harta berlimpah bisa membeli segalanya, tetapi tetap saja aku merasa kosong.
***
Aku tak mampu menahan tawa mendengar cerita Harsa. Ya Allah, kapan terakhir aku tertawa lepas seperti ini? Rasanya aku lupa. Inikah yang dinamakan dengan bahagia? Restoran dengan konsep alam terbuka, menambah hangat suasana. Tak menyesal aku menerima ajakan makan siang ini.

“Waktu itu, kenapa kita putus ya, Nay?” tanya Harsa tiba-tiba setelah tawa kami tak lagi membahana.

Aku termenung, mencoba mengingat-ingat peristiwa yang telah berlalu begitu lama.

“Dulu kamu tega, sih, ninggalin aku tanpa kabar. Kamu memutuskan kuliah ke luar negeri. Dan kamu tahu, apa yang membuat aku merasa sakit? Kabar kepergian kamu itu aku dengar dari orang lain. Well, ya, sudah, dengan atau tanpa kamu, life must go on. Aku anggap kita putus, walau pun sebenarnya sulit buat move on.”

“Oh, jadi kamu mutusin hubungan secara sepihak, ya? Kamu juga tega, Nay, hiks,” ucapnya dengan mimik memelas, tetapi jadi tampak lucu.

“Mungkin kita memang bukan jodoh," ucapku dengan nada bergetar.

“Nay, apakah kamu bahagia?”

Aku hanya terdiam, tak mengira dia akan melontarkan pertanyaan demikian. Pertanyaan yang akhir-akhir ini muncul tanpa sanggup kutemukan jawabnya.

“Harusnya aku bahagia, Nay. Sejak istriku memutuskan terjun ke dunia politik, ia menjadi sosok yang super sibuk, hingga mengorbankan waktunya bersama keluarga, entah apa yang dia kejar," lanjutnya.

Kembali aku termenung.

“Suamiku juga sibuk sejak jadi pengusaha sukses. Nyaris tak ada waktu untukku.”

Aku terkejut seperti baru saja menerima tamparan keras di kedua pipi. Tak kusangka kalimat demikian meluncur tanpa hambatan dari mulutku. Keadaan rumah tangga yang selama ini kusembunyikan, bahkan pada keluargaku sendiri.

“Ternyata, nasib kita sama ....” Harsa menatapku lekat.

Tatapan itu, masih sama seperti ketika masa SMA. Masih teduh dan lembut seperti dulu. Dadaku berdebar tak menentu.

“Nayla Arunika Syam, kamu masih cantik, tak berubah,” lanjutnya.

Hatiku semakin tak karuan dibuatnya. Aku tersipu, merasa salah tingkah. Lidah pun kelu, tak mampu berkata-kata.

“Siapa nama suamimu?”

“Narendra Pratama.”

Ia tampak terkejut saat kusebut nama itu. Semua orang pasti mengenal pengusaha sukses sekelas suamiku.

“Suamimu saat ini sedang naik daun di kalangan pengusaha-pengusaha elit. Oh, ya, kalian sudah punya anak?”

Aku menggeleng sedih. Mataku berkaca-kaca. Harsa meraih jemariku, menggenggamnya erat. Genggaman hangat yang belakangan ini kerap muncul dalam mimpiku.

“Kita sama-sama manusia yang kesepian. Ikutlah denganku, kita bangun kebahagiaan berdua. Nay, aku dan kamu berhak untuk bahagia, lepas dari rasa hampa ini."

Aku tersentak. Buru-buru kutarik tanganku, melepaskan dari genggamannya. Sempat tertangkap mata, cincin berlian yang disematkan Narendra di jari manisku pada resepsi megah pernikahan kami beberapa tahun lalu.

“Maaf, Harsa. Aku tidak bisa ....”

Air mataku mulai menetes. Aku berlari meninggalkannya, mengabaikan dia yang tak berhenti memanggil-manggil namaku.
***
Sudah larut malam, tetapi mata ini belum juga bisa terpejam. Sejak pertemuan dengan Harsa beberapa hari yang lalu, aku menghindarinya. Kuputuskan untuk keluar dari grup alumni. Kumatikan data ponsel, agar tak membaca pesan Whatsapp yang masuk.

Beberapa hari ini, aku memikirkan semuanya. Segala yang kuingat adalah masa-masa indah dan manis bersama Narendra. Ia yang memperjuangkanku, berusaha meyakinkan orang tuanya yang tidak merestui hubunganku yang berasal dari keluarga sederhana dan ia dari keluarga berada. Dengan kegigihannya, ia mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya, hingga mereka mau menerimaku dan yakin bahwa akulah pilihan yang tepat. Perempuan yang akan selalu setia mendampingi Narendra hingga maut memisahkan. Narendra yang menerimaku apa adanya, tidak mudah berpaling pada wanita lain, walau pun kami belum dikaruniai momongan.

Penyesalan memenuhi rongga dada. Aku merasa berdosa telah membiarkan lelaki lain memasuki hatiku bahkan menyentuh jemariku yang sesungguhnya hanya boleh digenggam oleh sang pemilik sah. Nyaris saja aku mengorbankan rumah tanggaku. Astagfirullah.

Kuambil ponsel dan menyalakan datanya. Sontak saja semua pesan Whatsapp masuk bersamaan. Salah satunya dari Harsa. Rupanya ia menghubungiku hampir setiap saat. Mulai dari menanyakan kabar, meminta maaf, menyatakan perasaan, hingga ajakan untuk menjalin hubungan kembali.

Harsa, maaf. Bagaimana pun keadaan rumah tangga, kita harus berusaha memperbaikinya dengan pasangan masing-masing, bukan malah menjalin hubungan dengan yang lain. Aku mencintai suamiku, begitu pun denganmu. Lihatlah ke dasar hatimu. Di dalamnya ada cinta untuk istri dan putrimu. Kumohon, jalani hidup kita masing-masing.

Kukirimkan pesan itu pada Harsa. Setelah ada tanda centang biru dua dan terlihat tulisan sedang mengetik, aku menekan tombol blokir. Kuhapus semua chat dengannya.

Naylaaa ....

Kudengar suami menyebut namaku. Ia sedang tertidur pulas dengan sebuah senyuman tersungging di bibirnya. Walau pun hubungan kami tak semesra dulu, ternyata aku tetap menjadi wanita yang selalu ada dalam mimpi-mimpinya. Kuambil lengannya, kucium, dan kuletakkan di dada. Tak terasa, bulir bening terjun bebas membasahi kedua pipi.

Maafkan aku, Mas ....


Ciwidey, 27 Juni 2022
Diubah oleh suciasdhan 28-06-2022 13:39
lurika
provocator3301
betiatina
betiatina dan 19 lainnya memberi reputasi
20
2.5K
35
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.